43. Wish U Were Here

107 14 2
                                    


Sebelum baca jangan lupa vote dan komen yaaaa 💜
Makasih banyaaaak ^^


•••••


Gara berkali-kaki menggulir layar di hadapannya, berusaha mencari banyak informasi mengenI berita yang baru saja ia dengar. "apa bener ayah Gana buron?"

Angga menggendikkan bahunya, "sampai sekarang pun putrinya belum bisa di temuin, kata beberapa artikel."

"Ya, wajar. Gana pasti menghindari wartawan." Jawab Gara. "Gue yakin sekarang Gana pasti lagi sedih, terlepas semuanya bener atau enggak. Seandainya gue bisa nemenin dan menghibur dia."

"Huss.. Ngaco lo! Dia kan udah punya suami, Sanggana gak butuh lo kali" Angga meresponnya dengan sedikit tawa, agar Gara tidak terlalu tersinggung.

"Gak tau kenapa, gue gak percaya sama Sean. Gue gak yakin dia bisa jaga istrinya dengan baik. Di saat kayak gini aja dia bukan ngurusin mertua atau nemenin istrinya, dia malah sibuk sama perusahaannya." Gara tidak mengalihkan pandangannya dari layar tablet miliknya.

"Sok tau lo! Siapa yang tau dia ngurusin Sanggana atau enggak." Seru Angga.

"Ini buktinya" Gara menyodorkan gadgetnya, "seolah tak ada yang terjadi, menantu Hendra Legian tampak tenang menghadiri berbagai acara pengesahan perusahaan barunya." Gara membacakan penggalan yang tertulis dalam artikel itu. "Dia malah sibuk sama perusahaannya sendiri, menantu apaan kayak gitu."

Angga menghela nafas. "Kenapa lo jadi nyinyir? Wajarlah dia sibuk sama perusahaannya, kalo Hendra bermasalah yang kena gak cuma Legian company tapi Lukki Group juga kena secara mereka besanan. Klien gak mau tau kan soal itu? Sean lagi mempertahankan keseimbangan perusahaannya."

Gara tak suka itu, ia tak suka mendengar ucapan Angga yang seolah membela Sean. Bagaimanapun Angga ini sahabatnya tak seharusnya dia membela Sean, yang menjadi...

Entahlah mungkin musuh.

"Seandainya aku bisa di samping kamu sekarang" Gumam Gara.


*****

Sanggana yang sedang merenungkan segala masalah yang terjadi di antara dirinya dan sang ibu di kagetkan dengan kedatangan Sean yang mendadak.

"Sean, kamu udah pulang? Gimana? Ayah gimana?" Tanya Sanggana sembari mendekat ke arah suaminya.

Namun ada yang berbeda, jika sebelumnya Sean sekedar memasang raut muka serius kini tatapannya juga begitu tajam. Ada apa dengan manik matanya yang indah itu? Kenapa Sean menatap Sanggana seolah ada kesedihan di sana?

Sanggana menatap khawatir. "Ada apa Sean? Kenapa? Cerita sama aku kenapa?"

Melihat Sean yang hanya diam menatap Sanggana seperti itu, membuatnya juga tak nyaman. Apa yang Sean pikirkan? "Apa kalian gak berhasil nemuin ayah? Ayah kenapa Sean? Bilang aku, kenapa? Ada apa?!"

Atensi Sanggana teralihkan saat pintu terbuka, dua orang berseragam polisi datang tanpa permisi dan langsung menghampiri Sean dan Sanggana.

"Pak, gimana ayah saya?" Tanya Sanggana segera setelahnya.

"Kami masih kehilangan jejaknya, silahkan di terima dulu.." Polisi tersebut memberi sebuah surat untuknya.

Sanggana yang memang sudah sangat tak sabar segera membukanya, namun jantungnya terasa terhenti seketika setelah membaca isi surat dalam amplop coklat itu.

Itu adalah surat perintah penangkapan atas dirinya, akan tetapi apa yang salah dengan dirinya? Sanggana bahkan tidak melakukan apapun selama ini.

"Tunggu, pak. Ini pasti salah, ini gak mungkin. Kenapa saya di tangkap untuk sesuatu yang tidak saya lakukan? Saya gak tahu apapun tentanh hal ini. Apalagi tuduhan yang tidak berdasar ini. Gak, gak. Saya gak mau saya di sini untuk jaga ibu saya!"

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang