"Bukankah kita yang meminta di pertemukan? Lantas mengapa harus di sesali? Rasa sakit karna sebuah pertemuan masih lebih baik daripada perpisahan, bukan?"
••••
"Lo gak apa-apa?"
Sedangkan yang di tanya masih tetap tak bergeming, mulutnya tertutup rapat matanya memandang lurus kedepan dengan kosong hanya ada airmata yang mengalir tanpa suara. Bahkan sampai mobil Gara sudah terparkir di depan lobby apartemennya pun dia masih tidak bergeming sama sekali, sepertinya Sanggana benar-benar sangat sedih dengan kejadian tadi.
Gara menghela nafas dalam, membuka sabuk pengaman yang di gunakan Sanggana dan menyerongkan tubuhnya ke arah gadis ini.
"Dia mantan lo?" Tanyanya lembut.
Sanggana hanya mengangguk lemah, jemarinya Mulai menghapus airmata yang menggenang di pelupuk mata.
"Gimana caranya lo bisa bareng sama dia tadi?"
"Udah malem, gue masuk ya Gar. Makasih." Sanggana mengalihkan pembicaraan, mendadak Sanggana tidak ingin melanjutkan obrolan tentang Sean karna itu hanya akan menyakiti perasaannya lagi.
"kenapa tadi lo masih di sana padahal tempatnya udah tutup? Kenapa lo nangis pas gue telpon?" Tanya Gara, nada bicaranya benar-benar menyelidik.
"Gak apa-apa, lupain aja. Bye." Sanggana beranjak keluar dari mobil Gara. Namun baru selangkah kakinya keluar, Gara tiba-tiba kembali bersuara.
"Jangan bilang lo nangis karena dia? Kenapa kalian bisa ketemu? Kenapa lo bisa bareng sama dia? Jangan bilang dia orang yang bikin lo harus kerja terlalu keras hari ini?" Cecar Gara.
Sanggana terdiam di tempat, bagaimana Gara bisa tahu jika Sean adalah pemilik resto yang baru? Kenapa pria ini seolah mengetahui semua tentang dirinya di saat Sanggana sendiri terkadang masih merasa asing.
"Benar, kan? Apa yang dia lakuin ke lo? Di depan gue aja dia berani kasar sama lo, apalagi kalau lo lagi sendiri. Dia nyakitin lo?" Timpal Gara yang menahan kesal nya pada Sean.
Sanggana kembali pada posisinya semula setelah mendengar ucapan Gara dan menatapnya, tatapan yang tak bisa di artikan oleh Gara. "Lo jangan berpikiran buruk soal Sean. Sean gak sejahat itu, dia orang paling baik paling tulus yang pernah gue kenal dia gak akan macem-macem, kalaupun dia gak bersikap baik ke gue, itu wajar." Bela Sanggana.
"Terus apa gue kurang tulus dan kurang baik buat lo? " Pertanyaan Gara membuat Sanggana bungkam, mereka hanya saling melempar tatap.
Gadis itu samar-samar menggelengkan kepalanya, "kita bahkan belum benar-benar saling kenal." Sahutnya seraya berlalu meninggalkan Gara, pasti tidak akan ada ujungnya menanggapi Gara terus menerus.
"Gana! Lo belum jawab pertanyaan gue." Teriaknya.
Sanggana hanya menoleh. "Nanti gue jawab." Seru Sanggana tak peduli dan berjalan menjauh.
****
Bugh
Bugh
Bugh
Sean berteriak sambil memukul stirnya berkali-kali meluapkan segala emosinya. Nafasnya tak beraturan merasakan gejolak di hati lantaran mengetahui bahwa sang mantan kekasih tak sendiri.
"KENAPA SIH, KENAPA?" Teriaknya frustasi.
Sean menenggelamkan wajahnya di atas stir. "HARUSNYA LO TAU SASA PASTI UDAH MOVE ON, NGAPAIN LO PEDULI?" Sean mengomeli dirinya sendiri yang masih saja peduli pada Sanggana, padahal ia sudah berusaha sekeras mungkin membencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GANA [END]
Teen Fiction[Sedang Revisi] katanya, jangan mencintai seseorang yang belum selesai dengan masalalunya. jika pun kita berhasil memilikinya, kita mungkin hanya menjadi bayang-bayang dalam hidupnya. Sanggana Ayu Legian mencoba melarikan diri dari rasa sakit hati...