53. Halaman 34.

100 14 2
                                    

Niatnya mau up semalem, tapi ketiduran pas lagi revisi jadi telat 🤣
Sebagai permintaan maaf, author post 2 part, ya wkwk entah part selanjutnya malem ini atau besok. Biar gak terlalu deketan 😁

Jangan lupa vote, komen, kalo suka boleh share 💜

"Ketika seorang pencinta lelah mencintai, bukan lagi perihal seberapa kuat keinginan itu, tak lagi berlaku dia dalam dekapkah tidak. Selayaknya Sanggana untukku, yang ku biarkan hidup di alam bawah sadarku dan menari di kepalaku, selamanya."

•••••

Suasana di ruangan serba putih yang tampak muram, berbalut kesedihan luar biasa. Saat ini, di hadapan Sanggana terbaring tak berdaya sosok ayah mertua yang ia hormati.

Air matanya jatuh tak terbendung, kini giliran saatnya ia mendekat pada sang ayah mertua. Tak ada kata yang mampu ia ucapkan, sungguh, ingatan kepergian sang ibu dan Sean berputar menyakitkan di kepalanya.

"Nak, jalan kamu bersama Seajina masih panjang. Jangan kurung diri kamu.. pergi, nak.. Ajik merestuimu, cari kebahagiaanmu. Hh.."

Sanggana tak kuasa menahan tangisnya, ia menggelengkan kepalanya.

"... Ajik minta maaf, atas, semua kesalahan Sean. Maafkan Ajik, maafkan Sean.. Berdamailah, nak. Berjalanlah, dengan orang yang mampu membahagiakan cucu Ajik, dan kamu, putri Ajik tercinta.. kamu berhak.. bahagia.. tanpa harus mengingat masa lalu.. hh.. masa depanmu, terlalu berharga untuk kamu habiskan sendiri dengan Seaji.. Ajik, mohon.. melangkah, buka lembaran baru, dengan diri kamu yang baru.."

Dengan suara lirih, nada rendah yang tersenggal di balik selang itu. Sanggana tertunduk, menggenggam kuat jemari sang ayah mertua. Ia menangis sejadi-jadinya, ia tak ingin kehilangan lagi seseorang dalam hidupnya.

Sang ayah mertua yang begitu berlapang hati selalu merentangkan tangannya menerima kehadiran Sanggana dalam keluarganya.

Tuhan, jangan lagi.. jangan ambil Ajik, jangan ambil orang yang begitu menyayangiku dan Seajina. Jangan Tuhan, aku tak ingin berhutang padanya, aku belum sanggup mengabulkan permintaan terakhirnya. Jangan buat aku merasakan kehilangan lagi..

Sanggana berteriak dalam hatinya, ia tak tahu apakah mungkin ia bisa melakukannya. Berdamai dengan masa lalu dan membuka lembaran baru seperti yang di ucapkan sang ayah mertua.

Dan inilah kehendak Tuhan, pecah sudah tangis semua orang di ruangan ini. Suasana duka begitu berkabung, gulita menyelimuti kediaman keluarga Lukkito.

Sosok bijaksana nan berhati mulia telah pergi menyusul putra bungsunya.


*****

Berjalan tertatih, mengumpulkan kekuatan dan keberanian yang berserakan tak bersisa. Sanggana sedang berusaha berdamai dengan dirinya dan masa lalu. Meskipun berulang gagal, meskipun semakin di coba semakin sering pula ingatan itu datang pada mimpinya, menghantuinya, dan mengganggu nyenyak tidurnya.

Sanggana tersentak dari alam tidurnya, matanya terbuka lebar, jantungnya berdebar kencang, keringat membasahi tubuh, dan sisa air mata itu menjejak pipinya. Jemarinya menyapu pipi dengan keraguan, lantas bulir datang semakin membanjiri pipinya yang tadi di sapu.

Sebuah cahaya yang datang menerangi gelap dan terjalnya mimpi Sanggana, cahaya yang di sertai rintik yang membasuh luka di sekujur tubuhnya, juga hembusan angin yang menyejukkan jiwanya yang panas bagai terbakar api. Seseorang yang tak dapat Sanggana lihat, membantunya bangun dari mimpi buruk tersebut.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang