31. Sagara dan Realita

95 16 4
                                    

Sejujurnya, susah banget buat update tepat waktu kalo lagi gak hectic di RL bawaannya pengen update terus :')
#istiqomahmemangsusahgengs wkwk

Jangan lupa vote.

Enjoy ^^


•••••

Sudah beberapa minggu ini Sanggana hampir setiap hari menghabiskan waktunya di rumah Atik, tak peduli dengan Bian yang selalu mengusirnya setiap kali Sanggana datang. Mereka menghabiskan waktu seperti sebuah keluarga kecil seorang ibu dengan kedua putra putrinya.

Sekembalinya Sanggana, rumahnya tak lagi sepi. Kini setiap hari ia akan mendengar perdebatan Bian dan Sanggana.

"Kalian ini udah dewasa, mau sampe kapan debat terus? Bian ngalah ya sayang" Ucap Atik.

"Dia yang lebih tua harusnya dia yang ngalah bu." Bian masih terlihat sangat tidak suka dengan kehadiran Sanggana.

"Jadi kamu ngakuin aku sebagai kakak? Akhirnya, ututuuu adikku..." Goda Sanggana yang langsung menghampiri Bian dan memeluk kepala pria ini.

Sontak Bian menjauhkan diri dari Sanggana. "Hiiiiiih.. Perempuan gak jelas! Sampai kapanpun kamu orang asing di sini." Ujar Bian dan meninggalkan keduanya.

Atik melihat Sanggana yang tampak sedih.

"Sabar ya sayang, maafin Bian yang selalu kasar."

Sanggana tersenyum menenangkan Atik. "Gak apa-apa bu, Sasa tau Bian itu gak suka sama Sasa karna ibu selalu mentingin Sasa dari dulu."

"Itu kan sudah tugas ibu jaga kamu, ibu di bayar untuk selalu mendahulukan kamu sayang."

"Oh iya bu, mulai besok Sasa akan kerja di kantor ayah."

Mendengarnya Atik ikut senang, karna sejak dulu mantan majikannya ini sangat tidak menyukai dunia perkantoran.

"Syukurlah, ibu ikut seneng."

"Sasa juga mau ajak Bian kerja di kantor ayah, lebih menjanjikan."

Namun Atik menunjukkan ekspresi yang kurang senang, "Tapi Sasa tau sendiri tuan Hendra pasti gak akan pernah setuju, ibu sama Bian bahagia kok hidup sederhana seperti ini."

Dalam hatinya ada kekhawatiran, jika Bian bekerja di perusahaan keluarga Legian ia akan di perlakukan tidak baik.

Sanggana tertunduk lesu. "Ya sudah, Sasa cuma kasih tawaran aja bu."

"Makasih ya atas perhatiannya untuk kami, tapi sebaiknya jangan melebihi batas. Tuan Hendra mengizinkan Sasa bergaul dengan ibu dan Bian itu bukan berarti tuan Hendra mau menerima kami kembali, kami tidak mau mencari perkara. Sasa mengerti kan?"

Sanggana justru menggelengkan kepalanya. "Enggak, Sasa malah gak ngerti. Ayah gak seburuk itu dan kalo Sasa yang minta ayah pasti setuju." Ucap Sanggana tak terima.

Atik tersenyum mengusap surai Sanggana.

"Iya, tuan Hendra memang seorang ayah yang baik, sangat baik tapi ada banyak hal yang--" Ucapnya tertahan, Atik mengulum bibirnya.

Hampir saja Atik mengucapkan sesuatu yang tak sepantasnya ia ucapkan.

Sanggana mengerutkan keningnya, "Apa? Apa yang aku gak tau?"

Atik masih mematung lalu beranjak ke dapur. "Ah lupa ibu harus masak."

"Apa yang aku gak tau?" Ulangnya.

Tapi tak ada jawaban, Sanggana pun menghampirinya.

"Atik jawab Sasa ada apa?" Kini Sanggana sudah cukup kesal.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang