61. Last Scene

133 17 6
                                    

•••••

Sanggana P.O.V

Ini bukan yang pertama namun ternyata aku tak seterbiasa itu. Aku pernah melewati ujian yang lebih menyakitkan saat menuju Pernikahan pertama ku denganmu, jadi ini tidak ada apa-apanya. Seharusnya aku malu 'kan? Kenapa aku malah berada di sini dan mencurahkan semua keluh kesahku padamu?

Di sini, di atas tanah yang cukup luas ini. Bersamamu, duduk di sampingmu.

Apa keputusan yang aku buat menyakiti kamu? Apa kamu juga marah seperti ayah? Apa di sana kamu murka padaku? Salahkah aku yang mencari penggantimu? Maafkan aku, maaf, aku benar-benar minta maaf. Maaf, bahkan setelah kamu pergi sekalipun aku tetap menyakitimu.. Maaf, ya, aku gak penuhin janji untuk sehidup semati sama kamu. Maaf, karena setiaku tak bertahan lama. Maaf, karena aku tak bisa untuk tidak jatuh lagi pada Gara.

Rerumputan hijau yang menghiasi pusaranya, sedikit bergoyang di sapa angin saat ku remas. Saat ini aku tak dapat mengangkat wajahku, aku sangat malu, bagaimana jika dari atas sana Sean sedang melihatku?

Dulu aku berlagak seolah aku yang paling tersakiti. Bahkan, ketika dia sudah damai di atas sana.

Sean yang ternyata mengetahui, jika alasanku melanjutkan pernikahan kami karena kisahku dengan Gara yang tak di restui semesta. Sean yang nyatanya tetap diam seolah tak mengetahui apapun. Sean yang ternyata penuh luka semasa hidupnya karenaku.

Kini semua sudah berlalu. Sean telah damai, dan aku pun telah bangkit. Ada Seajina yang harus ku prioritaskan. Aku sudah cukup menyesal menyimpan sedikit dendam ini padamu, dan aku berjanji akan hidup lebih baik setelah ini.

Aku mengusap nisannya, dan tersenyum padanya. "Aku minta restu kamu, Sean. Aku akan menikah dengan Gara. Semoga kamu mengerti."

Wush!

Dedaunan kembali bergoyang menerpa kulitku. Aku mengalihkan pandang ke samping, ada sosok kecil yang terus diam seraya memperhatikanku. Dia tidak berbicara, tidak melakukan aktifitas apapun, dia hanya duduk di sampingku.

Putra kecilku.

Seajina berdiri menghapus airmataku, memberiku senyum manis yang teramat manis. Pria kecilku beralih lebih dekat ke samping batu nisan papanya.

"Papa.. papa izinin mama nikah lagi, ya. Papa jangan marah sama mama, soalnya aku yang minta mama nikah sama papa Gara. Aku mau punya papa kayak temen-temen aku, pah.. Papa juga papa aku, kok. Tapi papa gak ada di samping aku, papa ada sama Tuhan. Papa gak bisa temenin aku, papa gak ajak aku main, papa gak tidur sama aku sama mama. Aku suka sama papa Gara, papa Gara baik. Jadi aku sayang sama papa Gara kayak aku sayang sama papa."

Seajina menoleh ke arahku, airmataku menggenang lagi. Lihat, putra kita sangat dewasa untuk seusianya.

"Pah, i don't remember our precious moment. karena kata mama, waktu itu aku masih kecil. Tapi mama selalu cerita, kalau papa itu superhero paling keren. Papa sayang banget sama aku. Papa selalu ajak aku main, i was your priority. papa sering gantiin mama semalaman buat jagain aku. Selamanya aku sayang papa. Selamanya papa adalah papa aku. Papa memang gak akan tergantikan, tapi aku butuh papa Gara juga. Gak apa-apa, kan?"

Sorot matanya tampak polos, namun pilunya terasa. Tak bisa ku tahan tanganku untuk membawanya ke dalam pelukan.

Sean, kepergianmu memang kehendak Tuhan, dan  aku pernah cukup terpukul karenanya. Jadi, biarkan Seajina merasakan kehangatan sosok papa  dalam hidupnya.

Entah aku melakukan ini untuk diriku sendiri atau memang untuk Seajina. Satu yang harus kamu ketahui, aku tidak akan pernah lupa akan ketulusan dan besarnya cinta juga perjuangan kamu untukku, untuk kami. Selamanya kamu punya tempat tersendiri di hatiku. Selamanya.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang