•••••
Karna yang akan mereka kerjakan adalah sebuah projek besar meeting hari ini pun berlangsung sejak pagi.
Meskipun awalnya Sean menolak keras ketika dia yang seharusnya menjadi CEO di perusahaan milik keluarganya, harus pindah ke jakarta dan hanya di beri tanggung jawab memegang anak perusahaan Lukki Group.
"Saya rasa cukup, meeting saya tutup sampai di sini. Terima kasih." Kata pamungkas dari Sean menutup meeting pagi ini.
Sean bangkit dari kursinya meninggalkan ruangan tersebut bersama salah seorang general manager yang di kirim oleh sang Eyang, di ikuti sang asisten dan sekretaris.
"Pak setelah ini pukul—"
Sean mengangkat tangan seketika.
"Saya tahu, kalian berdua kembali ke ruangan jangan bicara apapun jika saya tidak bertanya." Potongnya dengan lugas
"Pak allerick, ke ruangan saya." Perintah Sean pada seorang pria tampan yang sepertinya umur mereka tidak berbeda jauh.
Kedua nya berjalan menuju ruangan Sean.
"Kenapa?" Tanya allerick sesampainya di sana.
"Gak ada apa-apa, cuma gue lagi butuh masukan." Ucap Sean. Ya, mereka memang tidak berbicara formal ketika mereka sedang berdua, karena sebenarnya Sean dan Allerick sudah saling bersahabat sejak bangku kuliah.
"Resto yang di bandung itu, yang gue obrolin sama lo jadi di akuisisi." Ujar Sean.
"Serius? Secepet itu?" Tanya sahabat lamanya yang cukup kaget dengan keputusan Sean.
Sean mengangkat bahunya, "lebih cepat lebih baik lle."
Allerick hanya tersenyum kecut dan mengangguk. "Iya, suka-suka lo. Toh yang bakal pusing juga lo, kita lagi ada proyek gede dan lo udah ngasih tau gue soal akuisisi resto itu. Astaga.. Lo harusnya fokus dulu aja sama proyek yang sekarang." Allerick hanya menghela nafas pasrah
"Kan ada elo yang bakal bantu gue, lagian kalau bisa handle dua-duanya kenapa harus satu-satu." Jawabnya dengan reaksi tenang, berbeda dengan Allerick yang mulai terlihat pusing.
"Ini namanya lo bukan minta saran atau masukan lo cuma lagi ngasih tahu gue. Inget gue di sini sementara, cuma sampai ini proyek selesai. Kedepannya, ya, urusan lo lah."
Setiap hari hanya ada bekerja dan terus mencari kesibukan, awalnya Sean hanya butuh alibi agar otaknya teralihkan, dengan cara seperti itu maka ia tidak akan sempat memikirkan sang mantan kekasih. Namun sepertinya ia bekerja telah menjadi candunya.
****
"Sorry lama, tadi sedikit masalah Gar, cuma udah beres kok. Nanti deh kita obrolin di kantor." Kata Angga yang sudah kembali bergabung dengan mereka.
"Iya santai."
"Jadi gimana?" Tanya angga menatap keduanya, melihat Sanggana yang terus menghapus sisa airmatanya, seperti nya Angga terlambat.
"Gak gimana-gimana." Jawab Gara dengan cepat.
Angga hanya mencebik tak suka pada Gara.
"Oh iya, kita belum kenalan." Seru Angga. "Nama lo siapa?"
"Sanggana Ayu, panggil sasa aja" Balas Sanggana datar.
"Gana lebih bagus." Potong Gara sambil tersenyum bodoh. "hai, Gana senang kenal sama kamu." Gara terkadang suka mengide.
"Gana? Sasa aja." Ucap sang empunya nama.
"Gana lebih gampang di inget, gak kepanjangan, terus serasi juga jadi nya.. Gana, Gara." Sambil menunjuk sanggana dan dirinya bergantian lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GANA [END]
Teen Fiction[Sedang Revisi] katanya, jangan mencintai seseorang yang belum selesai dengan masalalunya. jika pun kita berhasil memilikinya, kita mungkin hanya menjadi bayang-bayang dalam hidupnya. Sanggana Ayu Legian mencoba melarikan diri dari rasa sakit hati...