42. Serangan Balik

88 14 2
                                    


Selamat membaca 🤍

•••••


"Maksud kamu ayah orang yang berbahaya?!" Tawa Sanggana kini terdengar nyaring. "Rasanya tuduhan kamu gak masuk akal, justru kamu! Kamu yang berbahaya. Aku baru sadar, selama ini aku gak cukup kenal kamu. Suami aku sendiri bisa kurung aku, bagaimana—"

"Ayah yang kamu banggakan hampir membunuh ibu kamu, apa kamu percaya?" Potong Sean. "Kalo saja aku gak berhasil bawa ibu kamu kabur, jangankan jasadnya, kuburnya pun gak akan bisa kamu lihat."

"GILA! KAMU—GILA!!" Sanggana berteriak penuh emosi. Darahnya seperti bergejolak, ayahnya tidak sebrengsek itu.

Suaminya mulai bangkit dan mendekat kearah Sanggana. "Ayah kamu yang sudah membunuh kakek kamu sendiri, kamu percaya?" Suara Sean menjadi lebih kecil di setiap Kalimatnya dan Sanggana semakin diam, isi kepalanya menolak itu semua.

"Ayah kamu yang sempat menghancurkan perusahaan keluargaku dan ayah kamu datang sebagai penyelamat yang diam-diam mengikat keluarga ku dalam hutang."
Keduanya saling beradu tatap, menajam dan begitu menusuk.

"Apa kamu percaya kalo pernikahan kita yang gagal juga ulah ayah kamu? Kamu percaya kalo selama tiga tahun tanpa kamu aku berjuang melawan ayah kamu? Dan alasan, Hendra tetap tenang tidak bertemu kamu selama 3 tahun itu padahal dia sangat protect sama kamu?"

"Apa kamu juga percaya kalo ayah kamu melakukan pencucian uang? Dan sekarang, dia buron—"

Sanggana menggelengkan kepalanya, ia menutup kedua telinganya, menolak semua yang di ucapkan sang suami. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Sean di tolak mentah-mentah. Hatinya seperti di remas habis setiap Kali Sean mengatakan hal buruk tentang ayahnya.

Sempat menghentikan sejenak ucapannya melihat reaksi Sanggana, Sanggana pikir Sean sudah selesai menyakiti perasaannya, tapi ternyata belum.

"Kamu fikir siapa yang lebih tulus sama kamu selain aku? Bahkan Zelda, sahabat yang kamu percaya juga orang suruhan Hendra. Semua yang terjadi selama ini rekayasa."

Telapaknya semakin erat menekan telinga, airmatanya mengalir sangat deras,  Sean membanjiri Sanggana dengan semua hal yang Sanggana bilang, "BOHONG!"

PRANGG


Berbarengan dengan itu, sebuah guci kaca terlempar bebas ke udara membentur tembok. Sanggana murka. "Jangan pernah menjelek-jelekkan ayah!! Dia orang yang paling tulus, paling baik, dia pelindung aku, ayah kebahagiaan aku, dan kamu! gak jauh lebih baik dari ayah!"

Sean tertawa keras dan lebih keras, kepalanya mengangguk mendengar semua pembelaan Sanggana. "Topeng, dari sebuah kebusukan"

Plakk

Entahlah kekuatan dari mana, tetapi tamparan itu begitu keras menghantam pipi Sean hingga memerah. Sean meringis saat menyentuh pipinya, mungkin karena emosi yang ia tahan tersalur lewat jemarinya.

"Sanggana bahkan belum tau semuanya, tetapi dia sudah terlihat begitu hancur" Gumam Sean.

Sanggana menangis tersedu-sedu di ujung ranjang, memeluk kedua lututnya dan menutup telinganya rapat-rapat. Sanggana tampak berantakan, ada begitu banyak pembelaan yang siap ia utarakan untuk membantah semua tuduhan Sean. Tapi isaknya menahan semua kata, menyembunyikan semua suara di balik isi kepalanya.

Kini dunianya berayun ke segala arah, membuat Sanggana sendiri terombang ambing dalam. Ia tak ingin mempercayai suaminya, tapi setengah hatinya ikut bertanya "benarkah ayah sejahat itu?"
Sanggana memang tidak tahu-menahu di sini, yang ia tahu Sean menyakiti hatinya dengan perilaku dan ucapannya.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang