18. Guardian Angel

106 17 0
                                    

Happy Reading gengs..

••••

Malam tiba dan Sagara masih setia menemani Sanggana di rumah sakit. Meskipun awalnya Sanggana sangat menolak keberadaan Gara, tapi bukan Gara kalau dia tidak keras kepala bahkan jika Sanggana mengusirnya ratusan kali.

Mendengar ponselnya berdering Gara langsung mengangkatnya.

Angga: "anda di mana, kasep? Jam segini belum nongol."

Gara: "kenapa emang?"

Angga: "Ya Allah Gusti, pantesan gak ada keluar juga batang idungnya. Apanan kita mau ada event."

Angga mulai mengeluarkan Logat Sundanya.

Gara: "event? ya ampun Ngga, sorry gue lupa! beneran deh. Gue pengen sih kesana tapi gue lagi di rumah sakit nemenin Gana."

Angga: "loh, siapa yang sakit? Tapi, ya lo izin bentar gak masalah kali."

Gara mengalihkan pandangannya pada Sanggana yang sedang membelakanginya.

Gara: "gue usahain."

Angga: "gue tunggu."

Pip.

"Gimana ya." Gumamnya.

Gara masih memandangi punggung milik Sanggana, menatap ragu apakah ia harus meninggalkannya atau tidak?

"Pergi aja, gue kan udah bilang dari tadi lo gak usah nemenin gue." Seru Sanggana datar.

Ah, ternyata Sanggana belum tidur.

Gara berdiri dari sofa dan menghampiri ranjang Sanggana. "Belum tidur?"

"Udah sana, lagian gue gak butuh lo di sini."

Sanggana masih saja terdengar ketus pada Gara.

"Kalau gue pergi nanti lo sendiri"

Sanggana membalikkan tubuhnya, dan terlihat sisa airmata di mata sembabnya.

"Gue gak masalah, lo punya janji ya tepatin."

Gara berpikir sejenak lalu mengangguk mantap.

"Ok, gue pergi sebentar. Kalau semuanya udah selesai gue bakal balik lagi. Dan satu lagi, ID pendamping pasien gue bawa ya biar kalau nanti gue balik tengah malem masih di izinin masuk." Ucap Gara dengan tersenyum manisnya.

Sanggana menghela nafas, tak tahu lagi harus berkata apa. Sagara Adhitia memang laki-laki paling keras kepala dan menyebalkan, sudah mendapat amukan dan pengusiran masih saja kukuh mendampinginya. Bahkan ID pendamping Pasien sampai ia bawa pergi.

"Terserah lo aja."

Senyum mengembang di wajah Gara, "yaudah gue pamit, jangan lupa istirahat."

Chuuu

Mata Sanggana membola, ia masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Tubuhnya membeku mendapat perlakuan dari Gara seperti tadi.

Bagaimana tidak, Gara baru saja mencium pucuk kepalanya, meskipun hanya di pucuk kepala rasanya tetap saja menjalar setiap aliran darahnya. Hangat dan nyaman, kasih sayang itu yang Sanggana rindu kan.

Dan entah sadar atau tidak wajahnya memerah seperti tomat sekarang.

"Kurang ajar!" Umpat Sanggana, yang terus mencoba mengerutkan bibir dan menarik selimut menutupinya.

****

Sepanjang perjalanan senyum Gara tidak pernah luntur, mengembang dengan sempurna dan itu menambah kadar ketampanan pemuda tinggi tersebut.

GANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang