8 : Tangan Ajaib Aksa

921 124 0
                                    

Eira melotot, tangannya sampai gemetar membaca satu chat dari orang yang selama ini ia kagumi diam-diam— Aksa.





'Gue jemput'


Anjir.

Mau jemput katanya?




Eira gak tau harus berfikir bagaimana lagi, antara kesel atau mau bilang makasih sama Bayu karena tiba-tiba menyuruhnya jalan kaki demi menjemput Misya, karena dengan begitulah satu chat penting yang seakan dapat mengalihkan dunianya itu muncul.

Aksa akan menjemputnya.




Sudah sedari lama gadis itu mengagumi sosok Aksa, pemuda pendiam yang hampir tidak pernah berbicara itu.

Kekagumannya muncul ketika Eira sering melihat Aksa duduk diam dibangku taman dekat perumahan tempat gadis itu tinggal, Aksa selalu muncul dijam saat senja mulai tiba, ketika langit mulai menunjukan warna indah meronanya dan saat matahari dengan malunya kembali keperaduan.

Eira tidak tahu apa yang Aksa pikirkan ketika pemuda itu hanya diam menatap senja tanpa ekspresi sambil memangku satu buku gambar dengan pensil 2B yang ia pegang.

Aksa pandai menggambar.

Pernah sekali ia melihat seorang anak kecil yang berdecak kagum kala kanvas yang anak itu bawa ia berikan pada Aksa agar pemuda itu menyulapnya menjadi lukisan indah.

Tepat setelah Aksa pergi meninggalkan si anak dengan seutas senyum puas yang dia perlihatkan, Eira langsung menghampiri anak itu, melihat lukisan indah apa yang sudah Aksa buat, matanya membulat dengan bibir yang reflek berdecak kagum saat melihatnya, lukisan bertema orange dengan dua pasang muda-mudi duduk dihadapan senja.

Sungguh, Aksa punya tangan ajaib.






Ting


Aksa
Gue didepan






Eira melotot, fikiran melayangnya yang sedari tadi memikirkan Aksa sepertinya terlalu lama, gadis itu kaget bukan main saat ia menyibakkan gorden kamarnya, dan benar saja sebuah BMW putih bertengger indah didepan teras rumahnya.

Itu mobil Aksa.

Gadis itu meneguk ludah, berjalan tergesa menuruni tangga menuju lantai satu kemudian dengan cekatan langsung mengunci pintu rumah.

"Maaf ya, lo nunggu lama?" ucapnya basa basi.

Aksa menggeleng, "Baru dateng" jawabnya.

"Oh oke" Eira membuka pintu penumpang, jantungnya benar-benar tidak mau berkompromi, detakan syahdu berirama cepat itu terlalu menyiksa untuknya.

Eira takut terdengar oleh Aksa disebelahnya.

"Ra"

Eira menoleh pada Aksa yang ternyata sedang menatapnya, gadis itu meneguk ludah, lagi.

"Kenapa, Sa?"

"Selfbelt" ucapnya singkat kemudian langsung mengalihkan tatapan kembali kedepan.

"O–oke"

Aksa mulai menjalankan mobilnya setelah Eira selesai memakai sabuk pengaman, pemuda itu santai menatap kedepan berbeda dengan Eira yang sudah ketar-ketir.

Kalo tahu bakal segugup ini mah mending tadi Eira maksa Bayu aja buat tetep nebengin dia, kan bisa bawa mobil biar sekalian jemput Misya.—eh bentar, iya juga ya? kenapa dari tadi Eira gak kefikiran?

"Sa"

"Ra"

Barengan guys.

"Lo dulu" kata Eira.

Aksa mengangguk, "Lo sendirian dirumah?"

Eira menghela nafas sejenak sebelum menjawab, "Sama Bi Inah, asisten rumah tangga yang ngurus gue dari kecil" jawabnya.

Aksa mengangguk, "Oh, pantes sepi"

"Ibu udah meninggal saat gue masih umur sembilan tahun"

Aksa tersentak, belum sempat pemuda itu merespon, Eira sudah kembali melanjutkan cerita.

"Ayah stress sampai ngebuat dia jadi gila kerja kayak sekarang, dia susah ngelupain ibu makanya dia nyiksa diri dia sendiri buat terus kerja sebagai pengalihan rasa sakit karena ditinggal ibu" katanya kemudian diam, menunduk menatap sepatu yang ia kenakan.

"Gue kangen ayah" ucapnya, tapi setelahnya kembali mengangkat kepala, raut wajah gadis itu kembali ceria.

"Oh iya, lo kan yang tiap sore ketaman depan sambil mangku buku gambar?" tanyanya antusias, padahal sudah tau tapi kan apa salahnya basa-basi?

Aksa mengangguk, "Gue suka senja"

Eira mengiyakan, karena ia pun menyukai hal yang sama, senja.

Dua mata cantiknya menerawang jauh, jeda beberapa saat sampai ia kembali berucap, "Senja ngajarin kita bahwa keindahan enggak selalu datang diawal"

"Tapi senja juga ngajarin kita arti perpisahan sebenarnya" lanjut Aksa.








—2A1—

















Tangerang, 12 Mei 2022





2A1 √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang