Rafa
Sa, masih digreja?Haksa
Iya, kenapa?Rafa
Sama misya?Haksa
Enggak lah anjir
belom dapet restuRafa
Bisa bantu gue gak?Haksa
Kenapa lu?Rafa
Kesenggol motor,
Kaki gue bedarah-darah
enggak bisa digerakinHaksa
Sianjir dimana lo?Rafa
Arah mau ke greja, deket pohon asem
Sepi banget jir dari tadi
engga ada yang lewatHaksa
Diem disitu, gue kesana.
Jangan kemana-mana.
-•-
Haksa tiba ditempat hanya dalam waktu dua menit, jiwa pembalap yang ada pada dirinya menyertai, setelah menutup chat dan menghunungi Shaka, pemuda itu langsung tancap gas menuju lokasi.
Hatinya tak tenang memikirkan keadaan Rafa saat ini.
Lokasi Rafa dengan greja tempat ia beribadah memang tak jauh, karena itu Haksa bisa dengan cepat berada dihadapan Rafa yang berselonjor dengan kaki terhimpit badan motor besarnya.
Haksa mendecak, mulutnya benar-benar gatal ingin mengomel tapi tangannya cekatan langsung mengangkat motor dari kaki Rafa kemudian menstandarkannya.
"Ngapain sih lo? ini kronologinya gimana bisa sampe gini?" tanya Haksa kini berjongkok didepan Rafa memeriksa keadaan pemuda itu.
"Gue gak tau, tiba-tiba kepental gitu aja"
"Ya terus kalo kepental kenapa motor lo bisa sampe nindih kaki lo?" tanyanya heran.
"Ya motornya mental juga kena pohon asem terus balik mental ke gue"
"Ada yang nabrak lo? gak mungkin kan kehempas angin sampe mental gitu aja"
"Hooh, orangnya kabur"
Kembali Haksa mendecak, tak lama setelahnya Shaka muncul bersama satu temannya diboncengan, pemuda itu berteriak heboh melihat banyaknya darah yang keluar dari kaki Rafa.
"INI KENAPA ANJIR KOK BISA?!"
"Udah pending dulu ngebacotnya, ini gimana kaki gue sakit ya setan" kesal Rafa karena sedari tadi terus ditanyai Haksa, bahkan setelah Shaka datang pun pemuda itu sudah hendak kembali mengintrogasinya.
"Ke RS terdekat aja, kalo gak salah deket sini ada kan?" tanya Seno—teman yang dibawa Shaka.
Haksa mengangguk, "Sen, lo bawa motor Rafa, biar ni monyet sama gue" katanya yang tentu mendapat delikan tajam dari Rafa.
Empat pemuda itu sampai dengan cepat di rumah sakit yang kini menangani Rafa, Haksa sedari tadi benar-benar menahan diri untuk bertanya lebih lanjut pada Rafa yang sedang menahan sakit.
Tangannya mengepal kuat berdiri mondar-mandir menunggu dokter yang menangani.
"Bisa diem gak nyet? risih banget gue liatnya" kesal Shaka yang sedari tadi mendelik kesal melihat Haksa yang mondar-mandir.
Haksa tak merespon kekesalan yang Shaka ungkapkan, pemuda itu mendecak berkali-kali kemudian dengan gerakan cepat mengotak-atik ponsel menghubungin seseorang.
"Nelpon siapa lo?" tanya Shaka kembali mengernyit menatap Haksa.
"Jidan"
Shaka diam memersilahkan, pemuda itu kemudian bersandar pada dinding dengan kedua mata memejam, ia mungkin terlihat tenang, tapi bagaimana pun Rafa adalah temannya.
Jika bukan Rafa, siapa yang akan menemaninya bermain game?
Dari game keduanya bisa dekat.
Shaka jelas melihat raut menahan sakit yang Rafa tunjukan tadi, ia juga melihat seberapa parah luka yang Rafa dapat.
Agak aneh sebenarnya, Rafa yang tidak pernah mau mengendarai motor karena sifat magernya tiba-tiba saja menghubungi jika ia terjatuh dari motor.
Helaan nafas terdengar dari Haksa setelah pemuda itu selesai menghubungi Jidan.
Ia menatap Shaka dan Seno bergantian kemudian mengeluarkan satu benda dari kantung jaketnya, sebuah gantungan dengan boneka panda yang ia temukan ditempat Rafa tadi.
Shaka dan Seno mengernyit tak paham sebelum akhirnya Seno yang lebih dulu mengerti.
"Silas lagi?"
Haksa mengangguk.
"Tapi gantungan ini gak asing deh, gue tau kayak pernah liat" kali ini Shaka yang berucap.
Kembali, Haksa mengangguk.
"Punya Misya"
-2A1-
Tangerang, 02 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
2A1 √
Fiksi RemajaKetika para visual line sekolah berotak einstein disatukan dalam satu kelas, gimana jadinya? Saat para penyumbang piala olimpiade dengan berbagai kisah yang mereka miliki terungkap secara perlahan. Kata Jidan, sebenernya ini tuh kisah persahabatan t...