38 : Rumah Sakit

683 102 3
                                    

"Mereka berhasil" kata Stella menoleh pada teman-temannya yang sedari tadi menunggu dengan tegang.

"Tapi keadaan keduanya jauh dari kata baik-baik aja"

Clara yang sudah banjir oleh air mata itu menangis semakin histeris saat mendengar lanjutan kalimat penuh luka dari Stella.

Clara menggeleng kuat, "Enggak! Enggak mungkin!" Eira disebelah gadis itu kembali memeluknya menenangkan, Clara sudah banyak menangis bahkan sedari pertama Yoan dikabarkan menghilang.

Yuna menoleh pada Ana yang sedang menunduk menahan tangis, "Yoshi udah ngabarin?"

Ana mengangguk kemudian berdiri, "Kita kerumah sakit sekarang"










—•—







Setibanya dirumah sakit, Clara berlari langsung menghampiri Haksa yang paling dekat dengan posisinya saat ini.

"Gimana Sa? mereka gak papa kan? mereka baik-baik aja kan? mereka kuat kan?, mereka—" ucapannya terpotong oleh tangisan saat Haksa hanya menunduk tak membalas, pemuda itu menyesal sebab lama membiarkan dua temannya dikurung disana.

Andai saja Haksa cepat menghubungi Ana, pasti mereka akan cepat ditemukan.

Yoshi mendekat, mengelus lembut rambut Clara yang kini berjongkok sambil menangis histeris.

"Cla, enggak papa, mereka kuat kok! abis ini pasti bisa langsung ngakakin lo nih, kuprut banget nangis gini" katanya menenangkan, Yoshi menghapus air mata menggenang dipipi gadis itu kemudian menoleh pada Ana yang paham langsung mendekat.

Gadis itu menarik Clara kedalam pelukannya, menghapus sisa-sisa air mata yang kembali keluar dari mata segarisnya, Ana tak tega, ia juga mengkhawatirkan Jidan yang jelas sahabatnya tapi disatu sisi ia juga merasa bersalah sebab keadaan mengenaskan Jidan adalah karena sepupunya.

Eira menoleh saat dua pemuda yang sedari tadi ia tunggu kehadirannya datang mendekat membawa seplastik minuman.

Gadis itu reflek berlari mendekat, kemudian memegang pipi pemuda yang baru datang itu dengan kedua tangannya, "Lo gak papa kan? enggak luk—eh ini kenapa biru gini?" tanyanya khawatir.

Dia, Aksa. Tertegun sesaat namun reflek mengaduh saat Eira memencet lebam disudut bibirnya.

"Enggak papa Ra, cuma kena tonjok dikit doang" katanya santai.

Han disamping Bayu menepuk pundak pemuda itu, "Sakit ya?" ucapnya.

Bayu mendelik, langsung menggeplak Han tak santai, "Moncong lu sini gue tarik biar panjang"

"Orang yang lagi cemburu kalo ngomong gak santai ya" sahut Kai disebelah Han yang tentu mendapat delikan tajam dari Bayu.

Orangtua Yoan tiba bersamaan dengan orangtua Jidan tak lupa adik perempuannya berjalan tergesa menghampiri.

Kembali, Haksa yang ditanyai.

Pemuda itu jujur saja sedang tak ingin berbicara barang sedikit pun, penyesalan besar membuat dadanya sesak.

"Haksa, gimana keadaan Jidan? anak ibu enggak papa kan?" tanya ibu Jidan memegang lengan Haksa penuh harap.

Haksa menggeleng, "Mereka berdua belum sadar"

Shaka yang melihatnya langsung mendekat, pemuda itu dengan tenang menjelaskan, "Mereka berdua dehidrasi, disekap tiga hari tanpa dikasih makan minum, untuk saat ini hanya doa yang bisa kita lakuin, tunggu sampai dokter ngasih kabar baik, Shaka yakin mereka kuat"

Dua ibu itu tak bisa menahan tangis, sama-sama tak menyangka jika putra mereka telah disiksa dengan sedemikian rupa, ibu Jidan bahkan sampai lemas hampir terjatuh jika tak ditangkap oleh Justin yang berada dibelakangnya.

"Jidan... Ya Allah nak" lirih pilu sang ibu yang membuat semua orang disana ikut merasakan sakitnya.

Adik perempuan Jidan dipeluk Yuna, sedangkan ibunda Yoan kini terduduk lemas dibangku tunggu rumah sakit.

Tiga orang datang dengan tergesa yang tentu menarik atensi seluruh orang disana, Han langsung menghampiri, pemuda itu melotot tak santai sudah hendak menendang Nino yang berjalan pincang kini berdiri didepannya.

"Goblok lu ngapainnnnn????!!!"

"Jidan gak papa kan?" tanya Nino.

"Fikirin diri lo dulu, jalan aja masih pincang!"

"Han!"

Han menghela nafas kasar, "Jidan belum sadar, tap—eh Gita?" Han menoleh pada satu gadis disisi Alma yang sudah banjir oleh air mata—Gita.

"Lo—"

"Kamu, Gita kan? pacarnya Jidan?" ibu Jidan menghampiri, Gita mengangguk kemudian kembali mengeluarkan tangis saat ibu Jidan memeluknya sambil berkata, "Hari dimana Jidan menghilang, siang itu dia senyum lebar terus ngasih tau ibu kalo dihati dia ada nomor dua setelah ibu, katanya namanya Gita, Anggita Gisella"





—2A1—








Ji, lu official tapi ngapa ketauannya pas lu gak sadar si, jadi kan gabisa minta pj—Bayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ji, lu official tapi ngapa ketauannya pas lu gak sadar si, jadi kan gabisa minta pj
—Bayu.








Tangerang, 10 Juni 2022











2A1 √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang