JATAYU

279 27 2
                                    

"Kakang harus mengantarkannya pulang," pinta Katirah yang memangku Jatayu.

"Bapaknya nanti yang ambil," jawab Inyik lalu mengembuskan asap dari mulutnya.

"Bapaknya? Tirah jadi tidak paham apa maksudmu, Kakang. Siapa bapaknya?"

"Halah! Tidak usah banyak tanya. Bapaknya menitipkan bocah itu denganku."

"Kakang ini bagaimana toh. Anak ini anaknya siapa? Kalau Kakang tidak mau mengantar pulang biar aku saja yang mengantar ke rumahnya."

"Tidak usah banyak tanya! Urus itu bocah!" Inyik lalu meninggalkan Katirah.

"Anake sopo, Nyik?" (Anaknya siapa, Nyik?), tanya Mbah Dilah dengan mengenakan rukuh keluar dari kamar.

"Anake kancaku, Mbok. Jane ngopo to do masalahne bocah iku, he?" (Anaknya temanku, Mbok. Sebenarnya ada masalah apa dengan bocah itu, he?).

"Bukan mempermasalahkannya, Kang, tetapi ini anak siapa? Kalau memang orang tuanya kita kenal apa tidak sebaiknya kita antar pulang," timpal Katirah.

"Goblok! Kalau mau aku sudah antar dia pulang!" maki Inyik.

"Turokne njero kono, Rah!" (Tidurkan di dalam sana, Rah!). Mbah Dilah meminta Katirah untuk membawa bocah itu masuk.

Katirah segera membopong Jatayu ke dalam kamar.

"Teman main?" lanjut Mbah Dilah kepada Inyik.

"Iya," jawab Inyik singkat.

"Duh, Gusti. Kok menambah masalah saja kamu ini, Le." Mbah Dilah duduk di hadapan Inyik dengan berseberangan meja.

"Kok iso-isone mbok gowo rene, he? Ngopo ora mbok terno neng omahe ae kono." (Kok bisa-bisanya kamu bawa ke sini, he? Apa tidak sebaiknya kamu antar ke rumahnya saja sana).

"Simbok tahu apa, ha? Sudahlah, Mbok! Tidak usah banyak tanya!"

"Edalah. Kalau ada apa-apa dengan bocah itu bagaimana, ha?"

"Dia itu anak temanku, Mbok? Dia baru saja cerai dengan istrinya."

"Bapaknya main kartu. Terus kamu yang bawa dia ke sini, ha? Katirah kamu suruh mengasuhnya? Begitu maksudmu, he?"

"Opo susahnya toh dititipi anak. Katirah, 'kan bisa momong!" balas Inyik.

"Bukan masalah momong, Le. Bocah itu masih punya orang tua. Apa tidak sebaiknya ...."

"Sudah toh, Mbok! Sudah! Budek kupingku! Budek!" bentak Inyik. Bergegas dia meninggalkan ibunya.

"Arep metu neh, Le?" (Mau keluar lagi, Le?).

"Sumpek neng omah!" (Sesak di rumah!). Inyik menjawab tanpa menoleh ibunya.

****

"Bagaimana, Mbok?"

"Entah, Nduk. Tidak berubah watak kakangmu." Mbah Dilah duduk di tepi tempat tidur. Dipandangnya Jatayu yang lelap di sisi Katirah.

"Terus bagaimana ini, Mbok?"

"Yo, kepiye meneh. Openono sek karo ngenteni wong tuone teko." (Ya, bagaimana lagi. Asuh dulu seraya menunggu orang tuanya datang).

Katirah menghembuskan napas panjang dan setuju akan pendapat itu.

Anak seumur Jatayu sering dia lihat di Surau sekadar membuat ramai suasana selepas magrib setelah belajar mengaji. Tidak aneh bagi Katirah. Dia sudah terbiasa dengan anak kecil, tetapi kedatangan Jatayu yang dibawa Inyik menyisakan tanya. Apa sebenarnya yang terjadi.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang