PENCARI ARANG

150 18 0
                                    

Sepekan berselang setelah kejadian malam itu.

Cakar besi terus terlihat mengais dan menerbangkan debu dari tanah sisa bakaran. 

Dengan ditemani Jatayu, Katirah terus mengorek dan memasukkan sisa sebongkah arang.

Jatayu yang bersikukuh untuk memegang karung dengan terus mengekor di belakangnya. Kedua pipi serta dahinya sudah terlihat hitam oleh bekas arang yang dia pegang tadi.

Dengan terus memegangi sisi ujung, Jatayu berjongkok dan membiarkan bagian atas terbuka untuk memudahkan Katirah untuk memasukkan hasil dari garuk cakar.

Setelah dua hari dia tak tahu harus bekerja apa, tetapi bermodal cerita dari seorang perempuan yang dia temui di warung, Katirah tergerak untuk leles arang.

****

Waktu itu.

"Leles itu tidak pakai modal. Ya, hanya modal cakar sama karung. Kita bisa mengumpulkan atau kalau memang sudah banyak bisa langsung menjualnya."

Katirah terdiam. Ada secercah harap mendengar cerita perempuan jangkung mengenakan daster yang juga mengais sisa tobong.

"Jualnya?" tanya Katirah lirih. Penampung arang yang terkenal itu seketika mengubah mimik wajahnya.

"Banyak. Tidak harus dengan Juragan Porno. Sekarang sudah banyak pengepul kecil kecilan yang menerima arang leles." Perempuan itu menyerahkan uang dari barang plastik yang ada di tangannya.

"Hitung-hitung bisa buat tambah uang belanja," imbuhnya.

****

"Mak!" Jatayu membuyarkan bayangan saat awal niat itu datang.

"Mak!" Jatayu menunjukkan bongkah besar sisa kayu yang dibakar. Katirah segera berpindah ke sisa pembakaran arang.

Crak!

Katirah terus mengayunkan cakar besi.

Crak!

Dalam satu kali tarik, terlihat beberapa arang yang tertinggal di bagian ujung bekas tobong.

Angin berembus menerbangkan dedaunan kering sisa ranting dari batang-batang yang ditumpuk dan diuruk tanah, mengarah ke barat, menyapu sekumpulan bunga, menerbangkannya pula bak kapas.

Sesekali Katirah meringis. Sakit di perutnya semakin sering terjadi sejak kejadian malam itu, malam terlaknat yang pernah dia alami.

"Biar Jatayu yang menariknya, Mak." Jatayu berusaha menggantikan Katirah.

Sebenarnya tak tega baginya, tetapi perutnya mendadak semakin sakit. Dengan memegang perut dia mengangguk.

Crak!

Crak!

Jatayu terus mengais tanah gundukan hitam oleh bakar untuk mengeluarkan sisa arang. Biasanya sengaja tak diambil oleh pemilik tobong karena bukan arang inti dengan kualitas bagus.

Debu membumbung dari tanah gosong bersamaan dengan datangnya angin. Cepat Jatayu menutup wajahnya. Mungkin dia pikir akan selamat dari debu hitam saat menerpa wajahnya.

Katirah hanya mengelus dada dalam duduk saat Jatayu menurunkan tangan dan wajah bocah kecil itu semakin hitam oleh sisa debu di tangan.

"Le, sini minum dulu!" Botol air minum Katirah keluarkan dari dalam jarit yang dia bawa tadi.

Tanpa diminta kedua kali, Jatayu meletakkan gagang cakar. Dengan sedikit mengangkat ujung celana panjangnya, langkah tanpa sandal itu menghampiri Katirah.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang