BERTEMU DI SURAU

163 21 2
                                    

Setelah meninggalkan kabupaten dengan ibukota Tulang Bawang, Katirah telah sampai di Kota Madya Metro.

Teduh langit memayungi mobil yang menurunkannya di sebuah pertigaan jalan.

Bising kendaraan yang lalu lalang di pertigaan Taman Asri menambah panas suasana meski matahari sudah lepas dari titik lurus ubun-ubun sejak empat setengah jam tadi.

Katirah duduk masih berdiri dengan menggandeng Jatayu, menanti mikrolet dari arah Metro untuk membawanya menuju Bumi Ayu, Taman Sari.

"Haus," kata Jatayu seraya mengusap leher.

Buru-buru Katirah membuka tas dan meraih botol dengan airnya yang sudah separuh.

"Ini. Kamu minum, Le."

"Masih jauh ya, Mak? Jatayu sudah kangen dengan bapak." Lalu meletakkan bibir botol ke mulut.

"Kamu sabar ya, Le. Kita tinggal menunggu mobil saja. Setelahnya kita akan sampai di kampung simbah."

Jatayu mengangguk dengan kembali menyerahkan botol.

Satu mobil truk melintas, menyisakan kepulan asap hitam.

Buhuk! Buhuk!

Katirah mengajak Jatayu untuk sedikit menyisi dari pinggir jalan.

"Probolinggo! Probolinggo!" Suara teriak orang berkalung handuk putih lalu turun dari mobil dengan menurunkan beberapa penumpang.

Bergegas Katirah meraih tangan Jatayu saat tak lama kemudian mobil mendekat dengan lampu sen mengedip pada sisi kiri.

"Taman Sari?"

Katirah mengangguk.

"Ayo!"

Jatayu dibantu dengan diangkat untuk segera naik ke dalam mobil. Mengambil duduk depan pintu dengan dipangku Katirah.

Mobil melaju meninggalkan pertigaan yang menahan sejenak kangen Jatayu untuk lekas bertemu Wangsit.

Satu batang sawo yang ada di sisi ledeng bergerak seakan melambai pada mobil kuning yang membawa Katirah dan Jatayu menuju Taman Sari.

****

"Ongkos," pinta kernet kepada Katirah.

"Turun di depan cas aki, Mas," balasnya seraya menyerahkan sejumlah uang untuk rute yang ditempuh.

"Cas aki Pak Suryo?"

Katirah mengangguk.

Tak ada yang indah di hadapan Jatayu, hanya beberapa penumpang yang duduk mematung dengan wajah penat.

"Mau ke mana, Cah bagus." Satu perempuan menepuk pelan paha Jatayu.

Jatayu menjawabnya dengan mendongak pada Katirah.

"Bumi Ayu, Mbokde." Katirah yang menjawabnya seraya mengelus rambut Jatayu.

"Oalah. Bumi Ayu toh?" Perempuan itu menyerahkan sebutir jeruk kepada Jatayu.

"Loh? Ambil. Ini untukmu. Ayo, ambil!" sambungnya setelah Jatayu membalas pemberiannya dengan geleng kepala.

"Ambil, Le," pinta Katirah.

"Bilang apa?" tambahnya setelah akhirnya Jatayu mau menerima sebutir jeruk.

"Terima kasih, Mbokde."

"Sama-sama, Cah bagus. Oh, iya. Apa kalian turun di Pasar Templek?"

"Tidak, Mbak. Kami turun sebelumnya."

"Oalah? Kalau rumahku di Belimbing Indah. Pernah ke sana?"

Katirah menggeleng meski dia tak asing dengan nama tempat itu, tempat di mana sering didatangi artis dari Jakarta untuk menggelar pertunjukan dengan karcis setelah lebaran.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang