SEKOLAH

130 21 0
                                    

Hari berikutnya.

"Jangan lama-lama mandinya, Le!" teriak Katirah dengan terus memasukkan bungkusan keripik ke dalam kantong plastik besar.

Katirah menguap. Rasa kantuk itu masih ada, tetapi dia harus segera berangkat berjualan di sekolah. Wajah-wajah pembeli cilik berseragam itu sudah terbayang menyodorkan uang logam.

Memang semua harus ditempuh meski untungnya tak seberapa. Paling tidak, dia tak dilecehkan lagi.

"Sudah belum! Ayo, sebentar lagi kita berangkat!"

Tanpa handuk, Jatayu keluar dengan badan kuyup, berlari menuju rumah.

"Ayo, ambil handukmu lalu pakai kaus yang sudah mamak siapkan."

"Kalau sudah besar, Tayu boleh sekolah, Mak?" tanya Jatayu dari dalam kamar.

"Ya, boleh toh. Kalau tidak sekolah mau jadi apa?" Katirah dengan terus menyusun jajanan ke dalam bakul.

"Bapak kapan pulang, Mak?"

Katirah hanya mengembuskan napas panjang.

"Bapak apa sudah tidak sayang dengan kita?"

Katirah melangkah ke kamar dan membantu Jatayu menaikkan celana.

"Tidak boleh bicara seperti itu. Bapak sayang dengan kita. Bapak sedang ikhtiar. Cari uang buat kita." Ucapan bohong buat Jatayu juga buat dirinya. Katirah bahkan tak tahu apa yang diperbuat suaminya sekarang.

"Kamu mau sarapan dulu apa mamak bawakan nasi?"

"Akan tetapi, Tayu belum lapar, Mak."

"Itu artinya, kita makan di sana saja, ya?" Katirah membalikkan badan Jatayu kemudian menyisir rambutnya.

Penerang jagat belum muncul, hanya semburat kuning tua sudah terlihat di kaki langit. Embun masih lekat di lembar daun, juga merindu sinar yang mungkin sebentar lagi muncul bersama hangat.

Bus!

Api di ujung sumbu seketika padam. Katirah kemudian meletakkan damar ke atas meja.

"Kamu bawa ini. Kuat tidak?"

Dengan tersenyum Jatayu mengangguk dan menerima buntalan kain berisi nasi liwet serta telur ceplok.

"Ayo, kita berangkat!"

"Ayo, Mak."

****

Dalam teduh alam mereka berdua menyusuri jalan.

Katirah harus tiba lebih awal, sebab jajanan miliknya harus digelar di atas tikar begitu langkah-langkah riang pembeli cilik itu menuju ke arahnya.

****

Di halaman sekolah.

Jatayu masih begitu, duduk bersila di samping Katirah seraya terus memegangi stoples yang berisi uang logam. Matanya tak lepas memandang senyum-senyum riang yang ada di hadapannya.

Kelitik!

Kembali uang logam Katirah masukkan ke dalam stoples yang dipegang Jatayu.

Kelitik!

Katirah dengan sabar mengambilkan setiap keinginan jari yang menunjuk jajan.

"Mbokde, yang itu!"

"Saya mau ini, Mbokde."

"Mbokde, saya mau opak."

"Sabar, ya?"

Kelitik!

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang