POLAH INYIK

223 22 1
                                    

"Tidak bisa, Mbok! Bukan kali ini saja anakmu itu menipuku!"

Suara itu membuat Katirah melambatkan langkah sewaktu sampai di depan pintu.

"Assalamualaikum."

"Alaikum salam," jawab Mbah Dilah dengan wajah pucat dibalut mukena.

"Ada apa, Mbok?" tanya Katirah.

"Tidak usah pura-pura! Mana Inyik!"

"Kang Inyik belum pulang, Pak," jawab Katirah tertunduk.

"Tayu, masuk, ya. Katanya haus," ucap Katirah mempersilakan Jatayu untuk menjauh dari Pak Sodom yang sepertinya terbakar emosi.

Jatayu menggeleng dan terus bergelayut di kaki Katirah. Menyembunyikan separuh wajah saat Pak Sodom menatapnya.

"Kalau Inyik tak juga pulang. Aku minta jaminan sebagai gantinya!"

"Jaminan apa, Pak? Kami bukan orang punya bahkan kami hidup dari godong gedang!" balas Mbah Dilah.

"Surat tanah mana? Surat tanah rumah ini!"

"Ya Allah, Gusti. Mbok ya sabar toh, Pak. Nanti pasti akan saya sampaikan kepada Inyik kalau dia sudah pulang."

"Halah! Mana mungkin dia berani pulang. Uangku sudah dia hambur-hambur dengan Purel bayaran yang biasa mereka panggil."

"Astagfirullah! Mana mungkin Kang Inyik melakukan hal yang Pak Sodom tuduhkan," bela Katirah.

"He, Tirah! Kamu tahu apa tentang kelakuan kakangmu yang bajingan itu, ha!"

Katirah hanya bisa mengelus dada mendengarnya.

"Mana, Mbok! Suratnya biar saya pegang. Saya akan serahkan kembali kalau Inyik ke rumahku bawa uangnya!"

"Apa tidak bisa sabar dulu toh, Pak. Sampai Kang Inyik pulang?"

"Kapan!" bentak Pak Sodom kepada Katirah.

Tak ada yang bisa menjawab. Katirah dan Mbah Dilah bungkam.

"Saya mau sekarang, Mbok! Cepat ambil!"

"Bagaimana, Nduk?" Mbah Dilah minta pendapat Katirah.

"Sudah sana, Mbok. Ambil!" gertak Pak Sodom setengah mendorong Mbah Dilah.

"Pak Sodom, jangan bersikap kasar terhadap orang tua!" seru Katirah.

"Oh, kasar? Kasar katamu!"

Satu jotosan tangan Pak Sodom tepat menghajar dinding geribik.

Brak!

"Kamu tahu, ha! Kambing itu punya Pak Awi. Aku menggado darinya! Bagaimana kalau Pak Awi tahu bandotnya tak di kandangku, ha! Apa yang akan aku serahkan kepadanya! Atas kesepakatannya pula aku menjual kambing itu! Semua tak akan menjadi begini andai aku tak tertipu mulut manis kakangmu itu!"

"Sudahlah, Nduk," kata Mbah Dilah berlalu.

"Cepat, Mbok!" Lagi, Pak Sodom berteriak lalu menatap Katirah yang tertunduk di sisinya.

"He, Tirah. Kamu, 'kan guru mengaji? Diceramahi itu Inyik! Bagaimana mungkin anak-anak kampung sini diajar mengaji sama keluarga penipu! Heran saya sama kalian! Sudah miskin, kerjanya menipu saja! Mana mungkin hidup kalian berkah kalau begitu! Pantas istriku tak pernah setuju kalau anakku mengaji di Surau. Manusia-manusia munafik kalian semua!"

Mendengar Pak Sodom memaki begitu Jatayu segera menyembunyikan wajahnya di bokong Katirah.

"Kami memang orang miskin, kami tak punya harta benda, tetapi kami punya niat berbagi ilmu yang mungkin bisa berguna bagi anak-anak di kampung ini. Kami tak pernah mengajarkan untuk menipu." Bibir Katirah bergetar menahan tangis.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang