KARMA ITU ADA

195 23 2
                                    

Di rumah Yulia.

Katirah mengusap air mata Yulia dan memilih membiarkan air matanya sendiri jatuh berlinang.

"Aku turut prihatin," ucap Katirah pelan, sementara itu di sampingnya Jatayu sudah meringkuk dalam hangat selimut.

Rumah kecil ini tak menggambarkan kebahagiaan keluarga kecil yang Katirah bayangkan atas Yulia. Terlihat sepi mengiris hati ditambah cerita Yulia tadi.

"Aku dituduh gabuk, Rah. Hu hu hu."

"Sejak saat itu rumah tanggaku tak lagi bahagia. Orang tua Mas Gibran sering menyudutkanku, terlebih masalah momongan."

"Semudah itu mereka menyimpulkan kalau kamu gabuk, Yul?"

"Awalnya aku pikir memang masalah itu."

"Maksudmu?"

"Mas Gibran tak pernah mencintaiku, Rah."

"Astagfirullah!" pekik Katirah.

"Perkara gabuk itu hanya tuduhan. Hu hu hu." Yulia menangis di hadapan Katirah.

"Semua baru kalian jalani, bahkan doaku masih lekat di hati untuk kalian berdua agar selalu bahagia, Yul."

"Maafkan aku, Rah."

"Ke mana sekarang Mas Gibran?"

"Oh, hu hu hu." Dibalas tangis oleh Yulia.

"Kalian tak bercerai, 'kan?"

Yulia mengangguk.

"Kalian bercerai?"

Yulia kembali mengangguk.

"Lalu?"

"Dia tetap dengan keinginannya, keinginan untuk poligami, Rah."

"Astagfirullah!"

"Semua hanya alasan baginya untuk menikah lagi, Rah. Menikah lagi. Hu hu hu."

"Yang lebih menyakitkan, istri keduanya adalah Dewi. Sahabatku sendiri, Rah."

Katirah tak bisa berkata-kata lagi. Dulu dia pernah ada di posisi Yulia saat ini.

"Aku tak menyangka, Rah. Ternyata Mas Gibran tak lebih hanya lelaki yang tak pernah mau memikirkan perasaanku sebagai istrinya."

"Oh, Yul."

Buhuk! Buhuk! Buhuk!

"Aku tak mau menceritakannya kepadamu untuk masalah ini. Sekarang kau ada di rumahku dan tak mungkin aku akan menimbun kebohongan ini kalau aku sudah tak lagi serumah dengan Mas Gibran, Rah."

Katirah terus terbatuk-batuk.

"Semua kini telah berbalik kepadaku. Maafkan aku, Rah. Aku baru tahu kini bagaimana sakitnya hatimu kala itu. Hu hu hu."

Buhuk! Buhuk!

Yulia masih terus bercerita tentang rumah tangganya, cerita yang memaksanya tertunduk jua di hadapan Katirah.

"Aku tak tahu harus berkata apa kepadamu, Rah. Aku hanya bisa minta maaf. Aku minta maaf kepadamu, Rah."

"Untuk apa, Yul." 

Buhuk! Buhuk!

"Aku sudah serahkan ini semua kepada Allah. Mungkin ini yang telah digariskan untukku. Andai Kang Inyik tak mengacaukan khitbah malam itu, ini juga yang akan aku terima. Bukan aku ingin menyalahkan kedudukanmu sekarang, Yul."

"Tidak, Rah. Aku bahkan tak akan rela bila kau sekarang ada di posisiku. Awalnya aku kira Mas Gibran adalah lelaki sempurna untuk menjadi Imam di keluarga. Sikapnya yang lemah lembut, ucapannya yang santun, ternyata telah berubah. Aku malah jadi tak mengerti mengapa itu semua berbanding terbalik setelah aku sah menjadi istrinya. Hu hu hu."

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang