BERJUALAN

143 20 2
                                    

Hari pertama bagi Katirah berjualan di sekolah. 

Sekolah pembantu yang didirikan dari geribik dengan atap genteng.

Dengan menggelar tikar, tak jauh dari halaman sekolah, di bawah batang waru yang mulai mengeluarkan kuncup kemerahan, Katirah memulai usaha barunya.

Jatayu hanya duduk bersila menghadap satu stoples.

Kelitik!

Uang logam masuk ke dalam stoples ketika ada satu anak tanpa sepatu berbaju putih membeli marning yang sudah Katirah rendam dengan air suruh lalu digoreng hanya berbumbu taburan garam.

Dua anak perempuan juga terlihat berlari menuju sisi halaman seiring bunyi lonceng terdengar tanda waktu istirahat belajar.

Teng! Teng!

"Mbokde, saya mau yang ini." Satu anak perempuan mengambil keripik singkong yang terlihat menggoda dengan bertabur sambal kemerahan.

Uang logam kembali masuk ke dalam stoples yang ada di hadapan Jatayu.

Kelitik!

Ramai kini pembeli cilik berseragam merah putih. 

****

Jatayu tertunduk malu saat beberapa mata menatapnya. Sesekali dia memperhatikan tangan-tangan yang memilih jajanan kering terbungkus plastik dengan lem dari nyala api yang menyatukan hingga rekat.

Kelitik!

"Opak. Saya mau opak, Mbokde."

"Mbokde, keripiknya dua, ya."

"Aku mau marning ini, Mbokde."

Katirah mulai kewalahan dengan para pembeli ciliknya. "Sebentar, ya. Sabar?"

"Mbokde, aku mau ini."

"Aku yang ini."

Riuh pembeli makin terdengar ramai mengerubungi Katirah yang sibuk memilih jajanan yang ditunjuk pembeli kecilnya.

Satu bunga jatuh melayang dari daun berbentuk hati. Sama seperti benda kuning yang kemarin Katirah jual untuk modal usaha berdagang di halaman sekolah.

Sungguh dia tak tega sebenarnya, tetapi kabar suaminya yang tak kunjung pulang membuat Katirah terpaksa harus merelakan benda pemberian Wangsit dengan menjualnya.

Sementara Jatayu hanya menatap tangan-tangan saling pilih jajanan yang dibawa ibunya. Meski tak ramai seperti tadi, tetapi beberapa anak masih jongkok seraya memegang jajanan dan menunggu uang kembalian.

Kelitik!

Uang logam kembali dimasukkan ke dalam stoples.

Kelitik!


****

Menjelang siang.

Satu kali kesempatan bagi Katirah untuk diserbu anak-anak sebelum akhirnya dia menunggu sekolah benar-benar sepi setelah semuanya pulang.

"Kamu kenapa diam saja, Tayu?" kata Katirah seraya memberesi jajanan yang terserak di tikar.

Jatayu menggeleng lalu menekuk lutut, menyembunyikan wajah, tubuhnya bergetar.

"Kamu kenapa, Le?"

Katirah bergeser lalu mencoba mengangkat wajah Jatayu.

"Kamu kenapa menangis?"

Jatayu menggeleng dengan pipi basah.

"Kamu kenapa menangis? Coba cerita. Ada apa, ha?"

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang