MENUJU KAMPUNG HALAMAN

154 22 2
                                    

"Ayo, habiskan makannya!" Pak Ukiran yang duduk di samping Jatayu.

"Mau lagi Le? Tempe?" tawar Mbok Tum.

Jatayu mengangguk.

"Kami sungguh merepotkan saja, Mbok."

"Jangan bilang seperti itu, Nduk. Kami sangat senang dengan adanya kalian berdua di sini." Seraya meletakkan irisan tempe goreng ke piring Jatayu.

"Kamu juga makan yang banyak, ya? Tidak usah sungkan. Seperti ini adanya." Kepada Katirah.

"Terima kasih, Mbok."

Pak Ukiran tampak menuang air ke gelas untuk Jatayu, sementara Mbok Tum hanya memandang Katirah yang masih belum menyentuh makanan di hadapannya.

"Apalagi yang kamu pikirkan, he?"

"Ah." Katirah hanya bisa mendesah. "Pak, Mbok, aku sudah memutuskan untuk mengikuti nasihat kalian. Aku dan Jatayu akan pulang ke kampung saja."

Pak Ukiran mendengarnya langsung terdiam.

"Maafkan kami, Nduk."

"Tidak apa-apa, Mbok. Aku pikir memang sebaiknya begitu. Aku juga minta tolong. Bila Kang Wangsit kembali, tolong sampaikan kepadanya kalau kami ada di kampung."

"Kapan rencananya, Nduk?" tanya Pak Ukiran.

"Insya Allah hari ini juga, Pak."

"Sungguh kami tak bisa berbuat apa-apa untukmu, Nduk. Maafkan bapak."

"Tidak, Pak. Bahkan aku tak bisa membalas kebaikan kalian berdua, Pak, Mbok."

"Mak, Jatayu mau pipis."

"Sini. Ayo, sama Mbok Tum!" ajak Mbok Tum.

"Bukan maksud bapak mengusirmu, tetapi ...."

"Tidak, Pak. Aku bahkan mengucapkan terima kasih banyak. Andai saya memiliki sesuatu."

"Sudah. Kami ikhlas membantu kalian. Ya, meski hanya begini, Nduk."

"Apa kamu mau kembali dulu ke rumah?"

"Ada beberapa pakaian yang sebenarnya mau saya ambil, Pak, tetapi saya masih takut untuk kembali ke sana."

"Ya, sudah. Biar nanti Mbok Tum yang menemanimu ke sana."

Terhenti sejenak saat Jatayu dan Mbok Tum kembali.

"Bu, nanti kamu temani Katirah untuk mengambil beberapa baju, ya?"

****

Di rumah Katirah.

Lembar-lembar kartu remi masih terlihat di lantai tanah saat Katirah dan Mbok Tum masuk.

"Kita tidak akan lama, Mbok," ucap Katirah segera menuju lemari kayu. Memilih beberapa pakaian untuk Jatayu yang tadi merengek ikut, tetapi akhirnya lebih memilih ikut Pak Ukiran setelah dibujuk.

"Bila Sampean kembali, temui kami di kampung, Kang," kata hati Katirah yang masih terpaku.

Katirah menguatkan hati agar tak jatuh titik hangat yang nyaris tumpah. Rumah yang masih berdiri tegak meski rumah tangga belum sepenuhnya dibangun. Di sini semua baru dimulai, dimulai dari Katirah yang mencoba untuk membuka hati bagi Wangsit, melupakan sakit hati terhadap keputusan Gibran, melupakan mimpi saat ibunya meninggal dalam pelukannya, bahkan baru saja dimulai lembar dari kelakuan Pak Porno.

"Nduk, kamu baik-baik saja toh?"

"Eh. Iya, Mbok." Katirah segera meletakkan beberapa kaus milik Jatayu.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang