AKAD

187 22 0
                                    

Ahad itu tiba.

"Memang kita mau ke mana?" Jatayu hanya bisa berdiri pasrah saat Katirah memakaikan baju dan celana. Penuh sayang Katirah menyisir rambut hitam pemilik mata bening itu.

Dengan gamis cokelat panjang dibalut kerudung kuning gading, Katirah hanya bisa tersenyum mendengar pertanyaan itu.

"Ora usah moro." (Tidak usah ke sana). Inyik mendadak di ambang pintu.

Dengan tatap sendu Katirah memandang mata Inyik lalu kembali melanjutkan menyisir rambut Jatayu. Terakhir diraihnya karton yang menyerupai kaleng dengan gambar bayi tengkurap dan menyapukan ke wajah Jatayu tipis-tipis.

****

Bahkan tanpa persiapan sebelumnya, Katirah juga tak sempat menyisihkan uang dari hasil jual godong, memutuskan melangkah pergi menghadiri pernikahan dua sahabatnya. Ya, dua sahabatnya kini.

Dia berusaha tegar setelah semalam air matanya tumpah dalam doa. Tak ada yang tahu hatinya lara. Dia hanya belajar pasrah akan kenyataan yang sudah digariskan.

"Kita mau ke pasar ya, Mak?" Jatayu seraya mendongak dalam genggam tuntun. Katirah tak menjawab lalu membawa Jatayu ke warung biasanya.

****

"Assalamualaikum. Ada sandal untuk anak-anak, Mbok."

"Enek, Nduk," (Ada, Nduk), jawab perempuan tua, lalu mengambil satu sandal baru yang masih terbungkus plastik, sandal jepit berwarna merah.

"Pas toh?"

Katirah hanya tersenyum saat Jatayu mendongak ke arahnya dengan semringah.

"Suka tidak?"

"Suka," jawab Jatayu.

"Mau berangkat ke rumah Pak Sis toh, Nduk?"

"Iya, Mbok," jawab Katirah dengan perasaan getir.

"Aku yo nggumun. Anak siji-sijine, tapi nduwe gawe pisan kok yo ora geden." (Aku juga heran. Anak satu-satunya, tetapi punya hajat kok ya, tidak besar-besaran).

Katirah diam tak menjawab. Mungkin pemilik warung juga hanya mendengar kabar, tak turut diundang.

"Ya, sudah, Mbok."

"Ayo, Le!"

"Terima kasih, Mbok. Assalamualaikum," ajak Katirah setelah menerima uang kembalian.

****

Di halaman rumah Pak Siswanto

Tidak ada banyak janur melengkung yang dipasang. Hanya selembar terpal yang dipasang sebagai tarup. Meski begitu, bangku panjang dengan meja sama panjang pula, dibungkus lembaran koran, sudah penuh dengan para tetangga serta kerabat.

Katirah memperlambat langkah ketika sudah di pinggir jalan. Jatayu mendongak sesaat dengan wajah bingung.

Banyak mata menyambut kedatangan Katirah. Puluhan pasang mata yang mengundang tanya, mempertanyakan kehadiran Katirah, mempertanyakan siapa Jatayu, tak sedikit pula yang memandang penuh iba.

Katirah sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tak berlama-lama di sini. Tak ada kursi pelaminan, selembar karton yang mengucapkan selamat datang, serta tulisan mohon doa restu. Semua biasa saja.

Katirah mengikuti empat orang yang masuk ke dalam.

Ijab kabul telah usai. Pasangan yang telah menjadi suami istri itu berdiri menyambut jabat ucap selamat.

Senyum kebahagiaan terpasang saat menerima ucapan selamat menempuh hidup baru seketika hilang saat keempatnya berlalu dan kembali ke tempat duduk semula.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang