TAMU

201 24 1
                                    

"Kuat toh jalan, Le?"

Jatayu mengangguk.

"Mamak tutup pintu dulu. Nanti gendong belakang, ya. Eh, tetapi apa kuat, ya?" Katirah melempar helai sisi kerudungnya ke belakang.

Setelah menutup pintu Katirah jongkok. Jatayu berpegang kuat pada leher, sementara kedua tangan Katirah menjadi topang bagi bokong Jatayu yang sudah menyatu di punggung.

"Pegangan, Le."

Belum lima langkah Katirah berjalan, langkahnya terhenti saat mendengar pintu dihempas.

Brak!

Benaknya langsung menerka itu ulah Inyik. Katirah memilih membiarkannya.

Katirah memutar badan, menatap sejenak pintu belakang yang tadi sudah dia kunci dengan melilitkan seutas tali pada sebuah paku.

****

Di kebun pisang belakang rumah.

Katirah hanya bisa melempar senyum saat Jatayu duduk beralaskan daun pisang dengan menekuk lutut. Kedua tangan dia gunakan sebagai alas dagu. Tak seperti kemarin, Jatayu lebih banyak diam.

"Kasihan ya, Mbok." Katirah menarik pisau bagong, melempar pelepah yang tak lagi berdaun.

"Dia seharusnya tak bersama kita di kebun ini." Mbah Dilah menoleh ke arah Jatayu.

Setelah meletakkan pisau ke dalam tenggok, Katirah melangkah mendekati Jatayu.

"Tayu, masih merasa tidak enak badan?" Katirah mengambil tempat di sisi Jatayu. Dia duduk serta menempelkan telapak tangan ke dahi Jatayu.

Mimik wajah tak berubah. Sayu Jatayu memandang Katirah.

"Coba katakan apa yang Tayu rasakan?"

Jatayu menarik tatap, melemparnya ke arah Mbah Dilah yang sibuk melipat daun.

Tak ada jawaban setelah ditunggu, Katirah lantas memeluknya.

"Kalau Tayu sedih begini. Mamak juga jadi ikut sedih." Katirah mencium kening Jatayu.

"Tayu, masih ingat wajah bapak?"

Jatayu kembali menoleh lalu mengangguk.

"Kalau mamaknya Jatayu?"

Jatayu juga mengangguk.

"Tayu, tahu jalan menuju rumah?"

Kini Jatayu menggeleng.

"Tayu diajak bapak. Rumah Tayu banyak orang. Mamak mengenakan baju bagus. Putih."

Katirah mengerutkan dahi mendengarnya.

"Terus?"

"Tayu tidak pulang. Tayu ikut bapak," imbuh Jatayu.

Katirah masih mencoba menerka cerita polos Jatayu.

"Ah," desah Katirah lalu mendekap erat Jatayu.

"Nduk, wes iki!" (Nduk, ini sudah selesai!). Teriakan Mbah Dilah membuat Katirah menoleh.

****

Katirah menyandarkan punggung. Di hadapannya tenggok sudah penuh oleh daun pisang. Wajahnya mendongak lalu memejamkan mata seraya mengusap kening yang berkeringat.

"Sudah, Le?" ucapnya ketika Jatayu muncul dari samping rumah seraya membetulkan kancing celana.

****

Sementara itu di dalam rumah.

"Dari mana kamu dapat uang secepat ini, Le?" Mbah Dilah terlihat menggeleng.

𝗡𝗚𝗔𝗪𝗨𝗟𝗢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang