MARK

279 30 0
                                    

Didalam sebuah ruangan kamar yang sedikit berantakan, Mark masih terus setia menunggu Mamanya sadar dari pingsan. Dan sepertinya , sudah ada dua jam lamanya ia menunggu disana sambil menggenggam jemari ibunya yang mulai mengerut.

Walaupun rasa kantuk kini mulai menyerangnya, ia masih tetap berusaha terjaga karena merasa gundah dan gelisah. Saat ini yang ada dipikiran Mark hanyalah sang ibu, ia benar-benar takut kalau ibunya takkan bangun lagi. Mark ingin sekali menangis dan mengutuk ayahnya saat ini yang telah memberikan tekanan dan luka pada sang ibu, tetapi semakin ia berusaha membenci ayahnya malahan hatinya semakin tergores bak seperti hati yang tersayat - sayat secara berulang.

"Mark?" lirih ibunya Mark, begitu membuka mata .

Mark langsung mendekati ibunya, matanya tidak bisa menyembunyikan pantulan mata keputusaan.

Namun sepertinya sang ibu tidak terlalu memperdulikan rasa cemas Mark, matanya sibuk menoleh kesana-kemari seperti sedang mencari orang lain.

Dan selang tak beberapa lama, ia langsung histeris saat menyadari Papanya Mark tidak ada disana.

"Mana Papamu? Mana?" tanya ibunya panik, Mark sampai harus bergerak untuk menenangkan ibunya.

"Dimana, Papamu? Papamu loh Mark, dimana?"

Mark menggenggam erat jemari ibunya, " Udahlah Ma, mendingan kita tenang dulu ya!" perintah Mark yang mulai kesal karena ibunya lebih khawatir pada sang Ayah dibandingkan dirinya sendiri.

"Enggak Mark, tadi mama buat salah. Mama gak mau Papa kamu lebih milih dia dibandingkan Mama, kamu harusnya ngerti dong Mark!" bentak Mamanya Mark yang sama sekali enggan menatap wajah anaknya, malahan ia berusaha bangkit dengan tubuhnya yang masih lemas.

"Ma!" teriak Mark, matanya hampir berkaca-kaca, tetapi air mata itu terasa sulit untuk menetes keluar.

Dengan erat, Mark menggenggam bahu mamanya yang sudah duduk tetapi keburu terdiam tatkala mendengarkan Mark berteriak sebelumnya.

"Ma, tolong berhentilah! Mark mohon sekali aja," lirih Mark yang sebenarnya juga merasakan perasaan hancur berkeping-keping, pastilah anak mana sih yang tidak kecewa melihat Ayahnya selalu bergonta-ganti wanita setiapsaat dan kejamnya lagi malah seenaknya saja membawa gadis itu ke rumah mereka.

Tetapi setiapkali pikiran jahat menyelimuti Mark, entah kenapa ia langsung terbayang akan air mata ibunya. Dia benar-benar tidak bisa membayangi betapa hancurnya hati sang ibu bila sampai pikiran buruk itu terjadi.

"Mark, mohon apa sama mama?" tanya Ibunya yang mulai menyadari kegelisahan Mark.

Dan benar saja, kegelisahan dan kemarahan itu langsung melunak menjadi tetesan air mata tatkala mendengarkan suara sendu ibunya saat itu. Kini air mata itu mulai menggenangi wajah Mark, padahal sebelumnya ia kesulitan untuk menangis.

Ternyata benar saja kata semua orang, seorang anak akan menjadi lemah saat dihadapkan pada ibunya yang mana salah satunya adalah Mark.

"Jangan terluka lagi, Ma. Aku mohon!" pinta Mark yang mulai melepaskan genggaman tangannya dari bahu sang ibu.

"Maafin Mama ya udah buat Mark terluka," Mamanya Mark membelai pipi anak tunggalnya itu, ia bisa merasakan tangan keriputnya menggenggam buah hatinya yang teramat dicintainya sampai kapanpun.

"Mari kita berhenti sama di sini, Ma. Memangnya Mama gak lelah harus bertahan dirumah yang sejak awal udah gak menginginkan kehadiran kita lagi?" tanya Mark.

Mamanya Mark hanya tersenyum saja sambil membelai Mark, sepertinya ia sudah lebih tenang sejak melihat air mata Mark .

"Mama gak bisa pergi kemana-mana, Mark."

"Kenapa, Ma?"

"Mama kan sudah pernah bilang sama kamu, Mama gak mau kamu harus kehilangan sosok Ayah diusia muda jadi mama gak mau ikut-ikutan egois kagak Papa kamu." Mark cuman bisa tertegun, ia tidak bisa mengerti mengapa Mamanya terus-menerus bertahan pada prinsip bodoh itu.

"Tapi nyatanya aku sama sekali gak pernah dapatkan sosok Ayah sedikitpun darinya, Ma."

"Mark percaya sama Mama, kelak Papa kamu bakal berubah." Mark bisa melihat tatapan yakin mamanya.

Tetapi untuk kali ini, sepertinya Mark mulai berhenti mempercayai perkataan ibunya lagi, ia langsung berdiri saat itu juga.

"Orang brengsek sepertinya sampai kapanpun gak bakal pernah berubah, Ma. Maaf ya ma, kali ini Mark berhenti mempercayai Mama lagi!" tegas Mark yang langsung pergi dari sana dan membuat bunyi keras saat menutup pintu .

Sepertinya ia terlalu lelah untuk meyakinkan ibunya, ia benar-benar tidak tahu lagi cara untuk membujuk ibunya dan disini lain juga tidak mungkin Mark meninggalkan sang ibu disini.

Walau pada akhirnya anak Mark sendirilah yang akan hancur berkeping-keping, tetapi ia tetap akan setia menemani sang ibu yang saat ini masih terjebak pada kefanaan harapan yang sampai kapanpun tidak akan menjadi nyata.

*Guys maaf ya kalau agak pendek, nanti dipart selanjutnya bakal dipanjangin lagi deh.Btw, kira-kira diantara member NCT itu bias kalian siapa nih?

MY BROTHER (FANFICTION RENJUN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang