HUJAN DAN KESALAHPAHAMAN

212 31 1
                                    

Renjun masih terus berjalan menjauh, entah sejauh apa dia melarikan diri yang jelas dirinya merasa sangat malu terhadap kehidupan Miko. Dia juga mulai merasa ragu apakah memang sudah seharusnya dia belajar untuk ikhlas terhadap rasa sakit yang kini dirasakannya ataukah ia masih tetap berteguh keras bertahan untuk tetap hidup demi mempertahankan sejuta Senyuman di wajah orang tua dan orang terdekatnya.

"Kau kenapa sih, Njun?" tanya Winwin yang langsung menarik lengan baju Renjun untuk menghentikan langkahnya.

Renjun tidak menjawab, ia beberapa kali mengambil nafas panjang dan mencoba menenangkan dirinya sendiri. Tak boleh ada yang tahu apa yang dirasakannya saat ini, bahkan Winwin pun tak layak memikul semua beban kekhawatiran Renjun. Tidak untuk saat ini ataupun tidak lagi mulai detik ini usai hatinya terasa berdenyut tatkala bila ia membandingkan kehidupannya dengan Miko.

"Tak boleh ada lagi yang menanggung beban yang kurasakan, cukup aku sendiri saja yang harus melewati penderitaan ini. Memangnya harus setiap saat aku mengeluh kepada mereka, apa pantas mereka ikut menderita bersamaku?" gumam Renjun dalam hati yang masih terperangkap dalam lamunannya.

"Njun? Kau melamun ya?" tanya Winwin yang langsung membuyarkan lamunan Renjun.

"Ah, iya kenapa? Maaf, aku...aku cuman -" Renjun terjeda sejenak, ia seperti tengah mencari alasan lain untuk menghindari pertanyaan Winwin.

"Cuman apa?" tanya Winwin.

"Aku cuman mau mandi hujan sekarang!" pungkas Renjun asal bicara tatlala melihat rintihan Hujan yang mengembuni kaca jendela rumah sakit.

"Gak bisa," tolak Winwin tegas.

"Karena aku sakit? Itu bukanlah alasan buat melarangku, Hyung. Lagian kalau memang bisa mandi hujan sekarang, kenapa harus menunggu saat sembuh?" tanyanya.

"Tidak," tolak Winwin untuk kali kedua.

"Tapi kita dulu sering mandi hujan pas kecil, jadi kita bisa mengulangi kenangan masa kecil kita sekarang!" tawar Renjun.

Namun sekali lagi Winwin menolak dengan tegas, "Gak boleh, nanti kita bisa demam. Lagian kondisi kesehatanmu sedang tidak baik!"

"Hyung, bukannya kau kesini buat menemaniku kan? Kau pengen memperbaiki hubungan persaudaraan kita dan kau ingin menghiburku kan? Harusnya kali ini kau mengabulkan keinginanku dong, Hyung."

"Aku tahu, tapi bukan berarti aku harus mengizinkanmu berman hujan dengan keadaan seperti ini. Memangnya kau mau semakin parah?" tanya Winwin yang tak keberatan diajak debat oleh Renjun selama ia rasa kalau apa yang dipertahankannya itu memang benar.

Renjun yang sudah tahu kalau dirinya bakal kalah, ia tak kehabisan akal untuk menyerah. Dia memperlihatkan wajah sedihnya dihadapi Winwin, "Aku benar-benar merindukan Hyung yang penurut dan mau mengabulkan semua keinginan adiknya, tapi Hyung yang selama ini kurindukan sudah berubah menjadi Hyung yang pemberontak dan kasar!" keluhnya yang membuat Winwin tersindir.

Jelas saja Winwin hanya bisa mengalah saja sekarang, ia memang tak pernah tega menyakiti perasaan adiknya walaupun sebenarnya ia pernah beberapa kali berusaha menyakiti perasaan adiknya dengan semua perkataan kasarnya. Namun tidak lagi mulai hari ini, ia tidak mau ada penyesalan yang belum terbayarkan sama sekali dan Dia pun tak tahu bagaimana nantinya sang takdir mempermainkan kehidupan mereka.

"Baiklah, kau boleh mandi hujan dan aku akan mengawasimu dari pintu masuk." Winwin mulai menyerah kepada egonya, sebaliknya Renjun tampak riang dan langsung berlari keluar pintu sambil memegang botol infus yang berguncang.

Renjun tampak bahagia menikmati setiap tetesan air yang mulai membasahi sekujur tubuhnya, ia tak lagi memperdulikan beberapa pasang mata melihatnya. Renjun benar-benar ingin merasai bagaimana dinginnya air hujan untuk kali terakhir, lagian hujan juga bisa meredakan berjuta api kemarahan didalam lubuk hatinya.

Cukup lama Renjun berdiam diri dibawah tetesan hujan, melirik sesekali kepada Winwin yang masih terus mengawasi di depan pintu dan memang tak niat untuk bergabung.

Sementara itu mereka tidak sadar kalau Wendy dan Chanyeol melihat aksi mereka, jelas saja Wendy langsung naik pitam dan berlari cepat kesana untuk menarik Renjun masuk kembali kedalam Rumah Sakit.

"Apa-apaan kau ini, Winwin! Kau mau buat adikmu sakit?" bentak Wendy yang sudah tak mampu lagi mengontrol amarahnya karena kekhawatirannya pada Renjun.

"Kau itu gak seharusnya membiarkan adikmu bermain hujan dengan keadaan sakit seperti ini, apalagi besok adikmu bakal di kemoterapi dan kau seenaknya berbuat sesuka hati. Kalau kau memang gak perduli padanya, kau gak berhak juga membuatnya tambah sakit! Apa kau sengaja mau buat adikmu tambah parah?" bentak Wendy lagi, tak ada jawaban yang bisa keluar dari bibir Winwin selain raut muka emosi.

Bahkan tanpa bisa dikontrol olehnya, ia tak sadar kalau kepalan tangannya hampir saja mendarat di pipi sang ibu bila saja Renjun gak menggantikannya dimana Renjun secara spontan berdiri tepat dihadapan Wendy sampai membuat hidungnya berdarah.

"Kau memang keterlaluan, Winwin! Kau mau mencelakai Mami? Kau ini memang mirip sama Papamu, kau ini anak yang kasar! Aku benar-benar nyesal melahirkanmu," bentak Wendy yang semakin lepas berekspresi.

Lalu Wendy langsung menarik tangan Renjun menjauhi Winwin dan membiarkan anak pertamanya itu tertegun saat itu juga. Chanyeol yang berada disana pun juga tak tahu mau berbuat apa lagi selain memberikan payung yang tadi sempat dibawanya kepada Winwin.

"Kau bisa pulang sekarang, biar aku yang bantu jelaskan pada mamimu!" pinta Chanyeol.

Tetapi payung pemberian Chanyeol langsung ditolak halus oleh Winwin, lalu ia berjalan pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Winwin berjalan pergi meninggalkan rumah sakit di derasnya hujan, berjalan tanpa tahu arah dengan kedua tangan yang mulai gemetaran hebat. Sepertinya ia benar-benar ketakutan saat ini, hatinya hancur berkeping-keping seolah Dunia ini terasa ingin runtuh.

Matanya mulai berkaca-kaca dan perlahan air matanya mulai bersatu dengan tetesan hujan yang membasahi wajah, bibirnya tak sanggup bergerak sama sekali.

Bajunya kini benar-benar basah kuyup, langkahnya juga sudah menjauh dari Rumah Sakit tetapi tak ada sekalipun ia berniat meneduh sejenak. Sepertinya ia sedang menghukum dirinya untuk berdiri ditengah hujan yang selama ini dibencinya, benar sekali kalau kenyataannya Winwin adalah satu dari berjuta manusia yang sangat membenci Hujan.

Bahkan saat kecilpun, ia terpaksa belajar mencintai hujan demi adiknya yang bisa tertawa lepas dan kali ini ia harus menghukum dirinya kembali di bawah tetesan hujan.

"Kau harusnya gak perlu melahirkanku, kalau kau sendiri gak pernah memberikanku kehidupan yang layak!" gumamnya yang masih bisa mengingat jelas ucapan Wendy sambil memegang dadanya yang terasa remuk ibarat dicabik-cabik oleh binatang buas.

Lalu tanpa kesadaran penuh, ia membiarkan kakinya melangkah menyebrangi jalan raya secara sembrono sampai tak menyadari kalau ada sebuah mobil hitam melaju kearahnya di derasnya hujan.

"Untuk apa sebenarnya aku hidup? Apa yang sebenarnya saat ini kulindungi?" gumamnya lagi, sebelum akhirnya ia terpental jauh Beberapa meter dan mendaratkan wajahnya tepat diaspal jalan, kini tubunya benar-benar terbaring lemas tak berdaya.

Tetesan hujan juga sudah mulai menyatu dengan darah yang mengalir dari anggota tubuhnya, ia bisa mendengarkan sayup-sayup suara yang berteriak histeris dan beberapa orang yang menontonnya.

Lalu dengan rasa sakit yang tak lagi dapat teratasi, Winwin tersenyum puas menggambarkan perasaan putus asanya tersebut.

Entah apa yang sedang dirasakannya saat itu, tapi yang jelas senyuman diwajahnya itu tak lagi memudar bahkan saat matanya mulai terpejam dan kedua tangannya berhenti bergerak. Senyuman itu menjadi saksi bisu seberapa hancurnya hati lembut dari sosok keras seperti Winwin.

MY BROTHER (FANFICTION RENJUN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang