SEASON 2 DIA MASIH HIDUP

139 12 0
                                    

Pasangan Winwin dan Allysa disambut dengan baik kedatangannya oleh para bawahan sang Direktur. Bahkan mereka langsung diantar kedalam sebuah Mobil yang sudah disediakan saat tiba di Indonesia.

Jelas saja hal ini memperjelas bahwa posisi kedudukan Keduanya sangatlah berkuasa sampai dihormati segala, bahkan Winwin sendiri merasa sangat bersyukur atas semua usahanya yang bisa melangkah jauh Sampai diposisi sekarang. Tanpa sekalipun ia merasa pada temannya yang telah dikhianati olehnya.

"Maafkan aku, tapi aku punya urusan lain. Kau bisa menungguku di hotel, kita akan malam malam nantinya." Winwin memeluk hangat Allysa, lalu ia antarkan tunangannya itu kedalam mobil. Dia benar-benar memberikan pelayanan yang sangat istimewa bagi Allysa, seolah-olah Allysa menjadi yakin bahwa dirinya adalah ratu yang paling beruntung di dalam dunia Winwin. Tanpa ia pernah mempertanyakan masa lalu Winwin sama sekali. Padahal kenyataannya tahta tertinggi bagi seorang Winwin adalah Renjun, adik laki-laki yang paling disayanginya di dunia ini.

"Sampai jumpa," teriak Allysa yang melambaikan tangannya dari kaca mobil, Winwin Hanya tersenyum saja dengan tetap menatap mobil itu sampai benar-benar menghilangkan dari pandangannya.

Dan begitu ia yakin bahwa Mobil itu telah pergi bersama para anak buahnya, ia langsung memasuki sebuah Taksi secara acak.

"Antarkan saya ke Rumah Sakit ini!" perintah Winwin yang langsung menyerahkan kertas berisi alamat Rumah Sakit yang dulu menjadi tempat Renjun dirawat, bisa dikatakan bahwa itu adalah lokasi terakhir kalinya ia berada di Indonesia sebelum pergi ke negeri asing.

Dengan menyandarkan kepalanya di kursi mobil, ia melirik sekilas jam tangannya sambil menggenggam erat ponselnya yang dalam keadaan nonaktif. Dia sengaja melakukannya Karena tak ingin siapapun akan melacak keberadaannya saat ini, baginya hal ini adalah privasi yang harus disembunyikan dari orang terdekatnya saat ini. Baginya mereka hanyalah barisan orang asing yang selalu siap menjebaknya, seperti yang dulu dilakukannya kepada sang teman.

Hingga saat ia memejamkan mata, ia mulai meneteskan air mata yang tidak sepantasnya keluar saat itu. Dan tak beberapa lama kemudian, ia mulai tersenyum geli sampai membuat supir taksi itu agak merinding melihat tingkah aneh Winwin.

"Anda tidak apa-apa, nak?" tanya Supir Taksi yang usianya jauh lebih tua dibandingkan Winwin, bisa dipastikan kalau usia Pak Taksi setara dengan usia dari Ayahnya Winwin.

"Aku tidak apa-apa, Pak. Aku hanya baru teringat bahwa selama lima tahun ini aku belum sempat untuk berduka sama sekali," jawabnya yang masih tetap memejamkan mata.

"Berduka?" tanya sang supir taksi, memang biasanya supir taksi suka kepo sendiri.

"Ya, aku pernah kehilangan seseorang. Namun belum sempat berduka untuknya, bahkan aku sudah lupa bagaimana sosok wajahnya. Dan hak bodoh lainnya, aku tidak pernah tahu dimana harusnya aku berziarah untuknya." Winwin membuka mata, ia tersenyum puas seraya melirik sang supir dari spion tengah.

"Saya tidak tahu apa yang sedang kami bicarakan, tapi yang jelas kamu harus tetap kuat ya nak. Kehilangan seseorang memang menyakitkan, saya juga pernah sedih saat kehilangan istri saya." Pak supir tampaknya bisa memahami bagaimana rasanya kesedihan atas kehilangan seseorang.

"Benar sekali, saya sampai tidak mampu lagi membedakan yang namanya kesedihan dan kesenangan. Semuanya terasa sama bagi saya, bahkan menyiksa orang lain saja rasanya menyenangkan. Bagaimanapun itu menyenangkan, " gumam Winwin yang masih bisa didengar oleh Pak Supir. Dan membuat sang supir merinding tak karuan dan langsung membelokkan taksinya kedalam pengisian bahan bakar minyak.

"Saya isi bahan bakar dulu ya, Pak." Sang supir mengambil dompetnya dari laci mobil, tapi buru-buru ditahan oleh Winwin.

"Saya tahu apa yang anda pikirkan setelah mendengarkan ucapan saya barusan, tapi berhentilah bertindak gegabah atau anda takkan pernah bisa melihat keluarga anda lagi. Tolong camkan itu," ancam Winwin yang merasa tidak senang, padahal ia baru saja mencurahkan semua perasaannya pada orang lain. Tapi nyatanya, tak ada satupun telinga yang bersedia mendengarkan keluh kesahnya saat ini.

Ia merasa muak dan mencampakkan sejumlah uang merah kepada sang supir, lalu turun dari sana dengan penuh kekesalan dibalik wajah tenangnya.

Dan perlahan-lahan ia berjalan meninggalkan Pom bensin dengan niat untuk mencari Taksi lain saja. Hingga seolah takdir mengajaknya bermain-main, sebab entah bagaimana ia berpapasan secara langsung Dengan Yangyang yang berniat mengisi bensin.

Dengan spontan, Yangyang langsung menghentikan motornya dan mencoba memperhatikan Winwin lebih dekat. Winwin merasa tidak nyaman, sebab tak ada juga alasan baginya untuk berhubungan lagi dengan mereka yang telah gagal untuk menjaga adiknya. Mereka adalah pembunuh sebenarnya yang pantas disalahkan sampai kapanpun, tanpa ia sadari bahwa sebenarnya Renjun masih hidup didalam penjagaan ketat teman-temannya itu.

"Kau itu Winwin, kan?" tanya Yangyang yang mulai turun dari motor.

Winwin berusaha tersenyum tenang, lalu ia menggelengkan kepalanya. "Maaf, saya bukan orang yang anda maksud. Sepertinya anda salah orang," ucapnya.

"Tidak mungkin aku salah orang, kau itu Winwin! Tapi, kenapa kau masih hidup? Bukannya kau sudah meninggal karena kecelakaan itu," tukas Yangyang yang mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri dengan apa yang saat ini dilihatnya.

"Saya harus pergi sekarang," ucap Winwin yang berniat ingin pergi, tapi buru-buru ditahan oleh Yangyang. Dia merasa yakin kalau orang yang ada didekatnya saat ini adalah temannya yang selama ini disangka meninggal oleh mereka.

"Apa maksud semua ini, Win? Bagaimana kau bisa hidup dan tidak kembali selama ini? Kau hampir membuat kami menderita kehilanganmu," keluh Yangyang.

Winwin melepaskan tangannya dari Yangyang, lalu ia menghela nafas panjang. Sekarang ia tidak perlu lagi berpura-pura tidak saling mengenal, "Tidak ada alasan bagiku untuk memberitahu kalian, aku juga tak peduli dengan penderitaan kalian."

"Kau benar, tak masalah bagi kami untuk tetap menderita atas kehilangannya. Kau pasti masih sangat membenci kami, itulah yang selama ini disampaikan Doyoung berulangkali. Kau takkan pernah bisa memaafkan kami, baik itu di dunia maupun dialam sana."

"Ya, aku takkan pernah memaafkan kalian yang sudah membunuh adikku. Harusnya tidak sekalipun kupercayakan dirinya pada kalian," ketus Winwin sambil menunjuk-nunjuk pada Yangyang.

Yangyang malah tampak bingung, ia sendiri merasa terkejut oleh perkataan Winwin. Dengan tatapan bingung, ia menatap Winwin.

"Apa Doyoung dan Lukas belum menyampaikan apapun padamu? Harusnya malam itu kau mengetahui rencana kami," beritahunya.

"Rencana melarikan diri sudah disampaikannya, bahkan ia sampai membawa-bawa nama adikku untuk membuatku pergi menyelamatkan diri dari sana. Dan sekarang aku tidak pernah sekalipun punya kesempatan untuk mengantarkan kepergiannya, makamnya saja aku tidak tahu sama sekali." Winwin tersenyum lagi, ia memang lebih sering tersenyum selama lima tahun belakangan ini.

"Adikmu sama sekali tidak pernah mati, ia hanya kami pindahkan saja malam itu karena kondisinya yang kritis dan rumah sakit yang mulai curiga pada kami." Yangyang memberitahu Winwin tanpa ragu, suatu tindakan yang disesali oleh Doyoung dan Lukas yang telat untuk dilakukan saat itu.

"Jangan pernah bercanda padaku, sial!" bentak Winwin yang langsung menarik leher baju Yangyang penuh kemarahan.

"Aku tidak bercanda, dia masih hidup. Dan malahan, ia adalah satu-satunya orang yang terluka karena kabar tentang kematianmu."

Winwin melepaskan cengkeramannya dari Yangyang, matanya terlihat penuh harapan dan rasa syukur yang sulit untuk disampaikan.

"Dimana dia sekarang?" tanya Winwin yang mulai terlihat penuh pengharapan.

MY BROTHER (FANFICTION RENJUN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang