"Nah, sekarang gantian giliranku yang bercerita." Heechan tersenyum, ia melepaskan rangkulannya dari Chenle .
"Jadi, aku ini sebenarnya terlahir dari hasil perselingkuhan." Heechan masih tetap tersenyum, ia bahkan tak ragu membalas tatapan teman-temannya yang menatap iba kepadanya.
"Belum lagi aku ceritakan kisah hidupku, kalian udah kasihan gitu. Aduh, aku jadi terharu deh." Heechan berbicara dengan suara manjanya yang membuat teman-temannya merasa geli dan tak jadi iba, Heechan benar-benar seorang mood booster didalam kelompok itu.
"Udah lanjutkan aja kisah hidupmu, malas banget dengar kau kepedean kayak gini."
Heechan, mulai berhenti tersenyum, "Semenjak meninggalnya ibu kandungku saat melahirkanku, Papa dan istri pertamanya kembali rujuk dan aku diasuh oleh Mama. Tapi, sepertinya mama masih belum bisa menerima kehadiranku dan sangat membenciku. Dan setiapkali mereka selesai bertengkar, biasanya Papa gak pulang beberapa hari kerumah dan Mama selalu melampiaskan kekesalannya padaku." Heechan membuka kancing seragam sekolahnya dan memperlihatkan seluruh badannya yang memiliki belas kulit melepuh seperti pernah disiram oleh air mendidih.
"Salah satu contohnya luka di bagian tubuhku ini, aku mendapatkannya saat berusia 6 tahun dimana Mama melampiaskan kemarahannya kepadaku saat Papa berencana mengajakku berziarah kemakam Mama Kandungku, tapi entah kenapa sampai detik ini aku tidak pernah bisa membenci Mama. Aku malahan selalu merasa bersalah," ucap Heechan seraya menggaruk hidungnya yang terasa gatal.
"Kalian pasti tahulah kalau di dunia ini gak bakal ada anak yang mau dilahirkan dari hasil perselingkuhan, tapi mau bagaimana lagi coba? Aku juga gak pernah minta kok dilahirkan seperti itu, tapi aku juga gak bisa menolak kenyataan kalau aku harus menanggung semua dosa yang telah diperbuat mamaku untuk selama-lamanya. Dna satu-satunya harapanku sampai detik ini cuman satu, aku hanya ingin dipeluk oleh Mama sebagai anaknya bukan sebagai anak perselingkuhan dari seorang wanita yang merusak rumah tangganya." Heechan mampu membuat seluruh teman-temannya terbungkam, tak ada lagi yang berani menegakkan kepalanya untuk menatap Heechan saat ini. Mereka seolah-olah tak menyangka anak yang sangat hiperaktif seperti Heechan memiliki kehidupan yang suram dan terasa sesak.
"Aku pikir bagusan kita hentikan saja semua ini, aku benar-benar gak mau lagi membuat kalian bercerita hanya untuk memenuhi egoku, karena aku paham kok tidak seharusnya aku menggoreskan luka yang lebih lebar lagi dari ingatan pahit yang kalian miliki. Aku tidak mau jadi penjahat yang memaksa kalian membunuh diri sendiri," lugas Renjun yang mulai merasa muak dan tak sanggup lagi untuk membiarkan teman-temannya bercerita, tapi sepertinya pendapatnya ini tidak disetujui oleh Mark.
"Tidak apa-apa kok, Renjun. Justru sudah seharusnya kita saling terbuka satu sama lain, aku malah merasa lega telah berterus-terang kepada kalian. Bukannya sahabat itu harus selalu ada ya dalam suka maupun duka?" tanya Mark yang mulai mencairkan suasana yang suram dalam lingkaran pertemanan itu.
"Benar, Aku setuju sama apa yang dibilang Mark. Kau tidak perlu merasa bersalah pada kami, Renjun." Heechan menimpali.
Lalu Mark menepuk bahu Renjun, "Bahkan aku sendiri juga berasal dari keluarga berantakan seperti mereka, aku punya Ayah yang suka berselingkuh dan tak pernah sedikitpun absen membawa wanita lain untuk bermalam didalam rumah kami. Bukan hanya itu saja sih, aku juga punya seorang Ibu yang selalu berusaha mengakhiri hidupnya karena tak sanggup dengan pengkhianatan Ayahku, makanya aku sering banget izin sama kalian soalnya aku harus berusaha menahan ibuku agar tidak bunuh diri."
"Kenapa gak coba pisah saja? Kasihan ibumu dan dirimu harus bertahan dengan seorang Ayah yang berperilaku buruk kayak gitu," ucap Jisung.
"Aku sih maunya gitu, tapi ibuku selalu menolak karena ia sangat mencintai Ayahku dan ia juga tak mau membiarkanku menjadi anak yang broken home."
Jeno yang mulai memahami apa yang terjadi pada kehidupan Mark mulai merasa bersalah, "Aku minta maaf sudah berburuk sangka padamu waktu itu."
"Tidak masalah," ucap Mark seraya tersenyum ramah pada Jeno.
Lalu Jeno melirik pada Jaemin untuk bergantian bercerita, Jaemin awalnya cukup ragu untuk berterus-terang makanya ia langsung balik menatap Renjun.
"Tidak apa-apa, kau bisa mempercayai mereka seperti kau mempercayaiku." Renjun tersenyum yang sedikit membuat Jaemin mulai menepis perasaan ragunya terkait masalah kehidupan personalnya.
"Aku... Selama ini aku hanyalah boneka yang dilahirkan untuk mewujudkan semua impian kedua orang tuaku, aku merasa sangat tertekan karena dipaksa untuk menjadi anak yang sempurna dimata semua orang. Kadang aku selalu mengutuk kehidupanku dengan perandai-andaian yang rasanya sangat menyiksa. Dimana hampir setiap saat aku selalu bertanya-tanya, kenapa sih kakak Perempuanku harus menjadi orang yang gagal? Kalau saja kakak bisa menjadi anak yang sempurna, pasti aku gak perlu menjadi pelampiasan kedua orang tuaku. Tapi kenyataannya, kakakku malah gagal memenuhi impian mereka dan harus dirawat di rumah sakit jiwa selama beberapa tahun ini. Dan bisa saja aku nantinya bakal menyusul kakakku, bila waktu itu aku tidak mengenal Renjun dan kalian di kehidupanku." Renjun mulai menangis, lalu ia menatap sendu kepada Jeno.
"Bahkan, aku harus rela berhenti bergaul dengan Jeno dan mengalami kesendirian selama setahun belakangan ini karena tidak memiliki waktu untuk berteman selain belajar." Renjun menghela nafas panjang dan memberikan isyarat untuk tidak melanjutkan kembali curahan hatinya.
"Dan hari ini Jaemin Hyung harus menelan kekecewaan, soalnya tante dan Om merasa malu kepada Jaemin hanya karena Jaemin Hyung memperoleh nilai B dipelajaran olahraga. Asli sih, rasanya muak banget melihat tingkah Om dan Tante yang berlebihan kayak gitu." Jisung tersenyum muak bila mengingat wajah paman dan bibinya itu, ia merasa penuh amarah bila melihat kedua sepupunya itu harus mengalami kehidupan yang perih seperti ini.
"Sudahlah, Jisung." Jaemin langsung menghentikan Jisung, ia tak mau menceritakan apapun lagi saat ini ditambah lagi ia juga tak mau menjelekkan kedua orang tuanya dihadapan teman-temannya itu.
Sementara itu, Jeno yang mulai mengetahui alasan dibalik sikap Jaemin kepadanya hanya bisa merasa iba saja.
"Intinya, aku benar-benar minta maaf pada Jeno. Aku tidak bermaksud menjauhimu atau mengucilkanmu waktu itu," ucap Jaemin yang merasa sangat bersalah dengan ucapan maaf yang penuh ketulusan.
"Tidak apa-apa kok, aku malaj bersyukur kalau kau tidak pernah membenciku selama ini." Jeno dan Jaemin saling tersenyum atau sama lain, sepertinya tak ada lagi yang perlu mereka sembunyikan satu sama lain walau sedikit ada perasaan canggung untuk mereka kembali akrab seperti dahulu.
"Lalu, bagaimana denganmu Jisung?" tanya Heechan yang langsung diberikan tatapan tercengang oleh Jisung. Ia langsung menggelengkan kepalanya saat melihat semua mata tertuju padanya.
"Aku tidak punya curahan hati apapun, syukurnya aku berasal dari keluarga yang baik-baik saja kok."
"Beneran?" tanya Heechan curiga yang dibalas anggukan berulangkali dari Jisung sampai membuat semua orang yang ada disana tertawa geli melihat keimutan dari seorang Jisung.
"Baiklah Kalau begitu, kita bisa serahkan semuanya kembali kepada Renjun." Heechan mendaratkan tatapannya kepada Renjun yang membuat Jisung tersenyum lega, sepertinya ia belum terbiasa berada di lingkaran pertemanan para senior itu. Apalagi ia merasa kasihan dan tidak enak hati bila berkata kasar kepada para seniornya ini yang memiliki kehidupan tidak seberuntung dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER (FANFICTION RENJUN)
Fanfiction(UPDATE SETIAP HARI) Season 1 : Chapter 1-53 ( Season pertama hanya bagian perkenalan karakter dan hubungan antara kakak beradik ) Season 2 : Chapter 54 - selesai. ( Season 2 pada Cerita ini akan lebih mendalami mengenai kenakalan remaja akibat Ke...