Winwin hanya bisa menelan ludah saja, ketika mendengarkan sindiran halus dari perkataan adiknya. Disisi lain, ia juga bisa memahami bagaimana rasanya patah hati kepada orang tua sendiri yang sudah menghancurkan masa kanak-kanak mereka.
Dan sekali lagi Winwin terperangkap dalam diamnya, bukannya ia tak bisa berkata-kata tetapi ia merasa bingung untuk memberikan jawaban respon yang bagaimana atas ucapan Renjun sebelumnya.
Untungnya Renjun menyadari kegelisahan Winwin, ia buru-buru mengganti topik obrolan secara acak sesaat melihat kedua mata Winwin yang tak berhenti bergerak kesana-kemari dengan pandangan yang tak fokus dikarenakan sibuk untuk menyusun kata yang tepat untuk adiknya itu.
"Hyung!" panggil Renjun yang membuyarkan lamunan Winwin, ia mengangkat sebelah alisnya sebagai bentuk respon kepada panggilan Renjun.
"Kalau nanti aku sembuh, mungkin kau bisa mengajakku jalan-jalan mengelilingi kota ini." Renjun mulai beralih memegang botol infus dengan tangan kiri setelah sebelumnya menggunakan tangan kanan.
"Memangnya kau selama ini gak jalan-jalan dengan orang tuamu?" tanya Winwin.
Renjun menggelengkan kepalanya, "Aku terlalu sibuk mengurung diri dikamar gara-gara kepikiran sama sikapmu yang memberikan kesan pertemuan pertama yang jelek.
"Jadi apa kau masih mempermasalahkan hal itu sekarang?" tanya Winwin.
"Tidak, lagian hubungan kita kan sudah baik-baik saja sekarang. Memangnya aku anak kecil masih mengungkit masalah kayak gitu." Renjun menyipitkan sebelah matanya yang membuat Winwin geram dan mengacak-acak rambut Renjun.
"Hyung, kau boleh mengacak-acak rambutku sepuasnya. Soalnya nanti setelah kemoterapi, kepalaku akan botak dan kau pasti bakal merindukannya." Renjun tersenyum selayaknya adik kecil yang selalu meluluhkan hati Winwin.
"Kalau gitu aku akan cari metode lain untuk melampiaskan kegeramanku padamu, gimana?" tanya Winwin yang dibalas anggukan setuju oleh Renjun.
"Dan kalau kau sembuh, aku akan membawamu mengelilingi kota ini!" Winwin menimpali perkataannya lagi.
Jelas saja Renjun seperti ketiban durian runtuh saat mendengarkan dua kabar bahagia dari kakak laki-lakinya, pastilah semua adik akan merasa senang saat keinginannya dituruti oleh kakaknya sendiri.
Tapi sepertinya kesenangan diwajah Renjun mulai pupus tatkala saat ia melihat ada bekas lebam yang masih terlihat diwajah Winwin, ia sebenarnya ragu ingin bertanya tapi karena kepribadiannya yang agak julid maka ia memberanikan diri mempertanyakan hal tersebut demi memuaskan rasa penasaran dan kekhawatirannya.
"Bagaimana keadaan Hyung sekarang? Apa Papa masih menyiksa Hyung?" tanya Renjun.
Winwin hanya membuang muka saja dan terdiam selama beberapa saat, lalu ia tersenyum sambil meminta Renjun agar tidak mengkhawatirkan apapun yang terjadi saat ini selain mengkhawatirkan Kesehatan dirinya sendiri.
"Jangan bahas Papa lagi ya, aku mohon samamu!" pinta Winwin untuk kali pertama, Renjun sampai merasa bersalah dibuatnya.
"Maaf ya, Hyung."
"Tidak apa-apa," Winwin menepuk pelan bahu Renjun, " Jangan keseringan meminta maaf, aku sudah lelah mendengarkannya."
Renjun tersenyum, "Aku akan berhenti meminta maaf, tapi Hyung juga harus bilang aku menyayangimu adikku dan berhenti ngomong sarkas lagi!"
Winwin yang mendengarkan permintaan Renjun langsung berpura-pura muntah, tetapi sepertinya tindakannya itu malah membuat Renjun tertawa bahagia sampai terpingkal-pingkal. Sepertinya Winwin masih tahu cara membuat Renjun tertawa, padahal Renjun bukanlah orang yang mudah tertawa lagi sejak hari itu dan Winwin juga bukanlah tipe orang yang humoris.
Dan ditengah tawa canda tersebut, tak sengaja pandangan Renjun pada seorang anak laki-laki yang sedang duduk di kursi roda dengan rambut yang setengah membotak dan wajah memucat. Anak itu tampak lemas di atas kursi yang sedang didorong ibunya, tapi tak sekalipun senyuman diwajahnya menghilang sepanjang jalan.
Renjun benar-benar tak biaa mengalihkan pandangannya dari anak itu, bukan karena ia kasihan pada anak itu melainkan ia cukup kagum bagaimana anak itu tersenyum dan tampak kuat melewati penyakit yang mematikan tersebut.
Dari kejauhan saja, Renjun bisa menyadari kalau anak itu menderita kanker dan baru saja usai melewati kemoterapi yang membuat rambutnya berguguran.
"Ada apa?" tanya Winwin.
Renjun menunjuk kearah anak itu, "Aku dulu seusianya, Hyung. Apa menurut Hyung kalau anak itu bakal sembuh?" tanya Renjun.
"Aku tidak bisa menjami jawaban yang tepat untukmu, tapi mungkin saja dia jauh lebih kuat darimu. Jadi berhentilah mengkhawatirkan orang lain dan anggap saja dia memotivasimu buat sembuh," celoteh Winwin yang lagi-lagi menasehati Renjun.
Renjun hanya bisa mengangguk saja, sebab memang apa yang dikatakan Winwin itu ada benarnya juga jadi dia gak punya argumen untuk membantah Winwin.
"Aku akan mengobrol dengannya," ucap Renjun yang langsung pergi menghampiri anak itu, sementara itu Winwin terpaksa mengajak ibunya sang anak untuk sedikit menjauh dari sana dengan niat memberikan Renjun privasi untuk bisa mengobrol dengan anak itu.
Untungnya si ibu juga peka dan menerima ajakan Winwin, ia juga tampak senang melihat anaknya bisa mengobrol leluasa dengan Renjun.
"Hai, aku Renjun aksandra. Nama kamu siapa?" tanya Renjun.
Anak itu tersenyum ramah, ia tampak senang melihat Renjun yang mengajaknya berbicara duluan seperti orang yang sudah terlalu lama kesepian dirumah sakit.
"Namaku Miko," jawabnya riang.
"Salam kenal, Miko."
"Salam kenal juga. Oh iya, apa yang Hyung lakukan disini? Hyung juga sakit kayak aku?" tanya Miko.
"Iya, Hyung juga sakit kayak kamu. Tapi pas Hyung lihat kamu, Hyung merasa tersentuh melihat kamu yang udah berjuang keras sampai detik ini." Renjun menggenggam erat jemari tangannya yang lemah dan tak berdaging.
"Semua ini karena Miko udah ikhlas atas semua yang menimpa Miko, kalaupun nanti tuhan ingin mengambil Miko juga gak apa-apa. Lagian ibu dan Bapak saja gak pernah ada Waktu jenguk Miko, mereka gak menginginkan Miko jadi Miko gak punya alasan lagi buat berharap bisa sembuh," ucap Miko, tanpa menunggu waktu lama perasaan Renjun langsung remuk, ia tak habis pikir bagaimana rasanya memiliki kehidupan seperti Miko ini. Dia kini bisa melihat ada berjuta kekecewaan dibalik wajah Miko, benar pula kata Winwin kalau anak ini benar-benar anak yang kuat darinya.
"Jadi, wanita yang bersama Miko tadi siapa?" tanya Renjun yang kini sudah tidak sanggup lagi tersenyum.
"Itu adalah bibi, dialah yang merawat Miko selama ini karena Ibu dan Bapak sibuk bekerja. Kalaupun datang pasti mereka mengeluh terus karena Miko cuman jadi beban yang habisin uang bapa dan Ibu doang, makanya Miko sekarang belajar buat ikhlas karena Miko gak mau terus-menerus jadi beban Bapa dan Ibu." Miko tersenyum puas, ia seperti lega mengatakan semuanya pada Renjun yang baru dikenalnya beberapa detik yang lalu.
"Terus kenapa Miko masih tetap tersenyum?"
"Karena Miko lelah menangis terus, " jawab Miko yang semakin membuat Hati Renjun tersayat-sayat, makanya Renjun langsung pergi dari sana karena sudah tak sanggup lagi berbincang dengan Miko.
Kepergian Renjun secara tiba-tiba mengundang kebingungan bagi Winwin, jelas saja Winwin langsung mengejar Renjun saat itu juga tanpa tahu apa yang terjadi pada adiknya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER (FANFICTION RENJUN)
Fanfiction(UPDATE SETIAP HARI) Season 1 : Chapter 1-53 ( Season pertama hanya bagian perkenalan karakter dan hubungan antara kakak beradik ) Season 2 : Chapter 54 - selesai. ( Season 2 pada Cerita ini akan lebih mendalami mengenai kenakalan remaja akibat Ke...