IKATAN

315 31 0
                                    

"Tenanglah, Win!" tukas Lukas yang merasa risih melihat Winwin tidak berhenti berjalan kesana-kemari seperti orang kebingungan, bahkan sudah hampir setengah jam lamanya dia tidak mendudukkan diri dikursi tunggu yang berada disebelah ruangan Renjun.

"Aku sudah tenang!" bentaknya kesal, tetapi semua kalimat yang dilontarkannya itu berbanding terbalik dengan tindakannya saat ini.

Lukas yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum geli saja, ia sepertinya telah memaklumi kepribadian Winwin yang memang seperti itu. Bahkan saat Lukas memerlukan biaya untuk rumah kontrakannya saja , Winwin adalah orang yang paling cemas dan selalu membantu Lukas mengumpulkan biaya dibalik kepribadian diamnya dan sikap tidak perduli yang diperlihatkannya.

"Aku sudah menghubungi orang tuanya, nanti juga mereka bakal datang." Doyoung langsung menyerahkan handphone milik Renjun kepada Winwin seusai menghubungi Wendy dan Chanyeol.

"Bagus dong, kalau gitu bagusan kau obatin dulu lukamu deh. Biar kami yang bakal jagain adikmu disini, Win!" saran Lukas yang sama sekali tidak digubris oleh Winwin, ia masih saja bersembunyi dalam diamnya.

Jelas saja sikap acuh Winwin ini membuat Doyoung kesal dan spontan memukul kepala Winwin dengan candaan, niatnya sih agar Winwin membalas candaan Doyoung itu kembali tetapi kenyataannya Winwin sama sekali tidak perduli dan masih terus berdiri menyandar di dinding seolah-olah ia tengah berpikir keras saat ini.

Tak ada yang tahu apa yang dipikirkan Winwin saat ini, tetapi tidak menutup kemungkinan bila ia sedang mengkhawatirkan keadaan adiknya dan mungkin saja ia sedang menimbang ulang keinginan Renjun yang berharap penuh padanya.

"Kau harusnya gak perlu khawatir, aku yakin kalau Renjun adalah orang yang kuat dan dia bakal baik-baik aja." Doyoung menepuk pelan bahu Winwin, ia bisa merasakan ketakutan yang sengaja disembunyikan Winwin dalam tubuh rapuhnya yang kerap selalu berpura-pura kuat. Dan Doyoung juga sebenarnya sudah pernah merasakan berada di posisi Winwin saat ini, ia pernah merasakan ketakutan yang sangat besar atas kehilangan seseorang yang sangat berharga dihidupnya. Seseorang yang selalu menjadi alasannya untuk menjadi Orang yang kuat  dan seseorang yang juga membuatnya hancur berkeping-keping tanpa tersisa sedikitpun, hingga kehadiran Winwin dan teman-temannyalah yang membuat Doyoung bangkit kembali seperti sediakala makanya ia bisa berada disini saat ini untuk menyemangati Winwin.

"Kalau kau memang ingin menangis, keluarkan aja sih air matamu itu. Kau gak harus berpura-pura kuat seperti sekarang, karena hatimu itu gak terbuat dari batu."

"Aku juga setuju samamu , Doyoung. Lagian menurutku juga, Air mata  adalah satu-satunya cara melampiaskan semua rasa takut kita, jadi berhentilah menahan Air matamu hanya demi terlihat kuat dihadapan orang lain." Lukas menyambung perkataan Doyoung.

"Kami juga tahu kok, kalau kau sangat takut kehilangannya. Tapi jangan biarkan rasa takutmu itu malah menghancurkanmu sendiri, kau gak seharusnya menyiksa dirimu sendiri dengan rasa takut itu." Doyoung tersenyum puas, ia seperti sedang menceramahi dirinya dimasa lalu yang sempat hancur atas kehilangan adiknya sendiri, ia masih ingat jelas saat itu ada beberapa kali mencoba bunuh diri karena rasa traumanya yang melihat kepergian sang adik dihadapannya sendiri.

"Makasih ya atas nasihat kalian, aku...aku hanya takut kehilangannya lagi."  Winwin hanya mengangguk berulang-ulang, kali ini ia tidak lagi menyembunyikan kesedihannya dan mulai membiarkan tetesan air mata itu mengalir di pipinya dan membiarkan dirinya terduduk lemas dilantai sambil menyembunyikan wajahnya dengan menggunakan telapak tangan.

"Sabar ya, kau harus banyak berdoa dan bersabar kepada tuhan agar adikmu bisa sembuh." Lukas mulai duduk disebelah Winwin, mencoba menyemangati sahabatnya itu.

"Kau juga harus belajar membuka diri kembali, Win. Kau gak boleh lagi membuang kesempatan ini untuk memperbaiki hubungan persaudaraan kalian, kau pasti gak mau kan ada penyesalan dalam dirimu dan pastinya kau harus tunjukkan kepadanya kalau kau sangat menyayanginya." Doyoung juga ikut duduk disebelah Winwin.

Winwin yang bisa merasakan kebaikan hati kedua temannya itu hanya bisa membalas dengan senyuman saja, baginya terlalu sulit untuk membiarkan kalimat keluar dari mulutnya selain hanya sudut bibir yang melengkung puas.

Ditengah suasana sendu itu pula, tiba-tiba pintu Ruangan kamar Renjun terbuka dan memperlihatkan para tenaga medis yang keluar dengan seragam putihnya. Winwin sontak berdiri dan mendekat penasaran.

"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Winwin yang juga disusul oleh kedua temannya.

"Maaf, kalian siapa pasien ya? Kalau boleh tahu orang tua pasien apa sudah datang?" tanya Dokter dengan senyuman ramah.

"Saya Hyungnya, Dok. Tapi sebentar lagi Mami bakal datang kok," jawab Winwin.

"Yasudah kalau begitu nanti bilang sama orang tua pasien buat datangi saya ke ruangan saya ya," beritahu Dokter.

"Baik, Dok." Winwin tidak memaksa Pak Dokter untuk menjelaskan keadaan Renjun padanya, ia hanya menurut saja dan lagipula tidak mengetahui keadaan Renjun bisa saja jauh lebih baik baginya.

Pak Dokter tersenyum, "Kalau begitu saya pergi dulu ya, kamu juga harus obatin luka-luka di wajah kamu."

Winwin hanya kembali mengangguk saja dan membiarkan Para tenaga medis itu pergi dari hadapannya, barulah ia mulai mengacuhkan nasihat Pak Dokter dan malah memutuskan masuk kedalam Ruangan tanpa berniat mengobati lukanya terlebih dahulu.

Didalam ruangan berukuran petak itu, ia bisa melihat Renjun yang sedang diinfus dalam keadaan berbaring di atas Ranjang sambil tersenyum bahagia padanya.

Wajahnya pucat dan matanya sedikit sayu, tetapi tak ada yang bisa mengalahkan senyuman termanis yang dipancarkan Renjun saat menyambut kehadiran Winwin. Bahkan ia rela memaksa dirinya untuk duduk di ranjang meski keadaannya masih lemas, Winwin sendiri saat ini tidaklah ingin menghalangi adiknya sama sekali, ia berusaha untuk bersikap tidak egois dan mencoba membangunkan kembali dirinya yang dulu.

Winwin hanya berdiri saja di sebelah Ranjang Renjun saat ini, ia juga berusaha tetap tenang tetapi ketenangannya kali ini lebih melonggar dibandingkan sebelumnya. Matanya seperti memperlihatkan keramahan yang selama ini disembunyikan Winwin dari Renjun.

"Gimana kabarmu?" tanya Winwin.

"Baik," jawab Renjun singkat yang dibalas anggukan oleh Winwin.

"Kalau gitu, Mari kita bersikap sebagai seorang adik dan Kakak seperti kayak dulu, gimana menurutmu?" tanya Winwin.

Renjun yang memang sudah lama menginginkan hak tersebut tampak senang untuk menyetujuinya, ia sudah lama mengharapkan tawaran ini yang kerap ditolak mentah-mentah oleh Winwin.

"Tapi ada syaratnya, kau tidak boleh menyerah pada penyakitmu. Kalau kau menyerah, aku tidak akan pernah memaafkanmu!" tukas Winwin.

"Tidak masalah, aku terima syaratmu itu Hyung." Renjun mengatakannya penuh percaya diri yang membuat Winwin tersenyum lega seraya mengacak-acak rambut Renjun seperti biasanya selama beberapa saat.

"Jadi, apa kau masih suka menulis puisi seperti waktu kecil?" tanya Winwin mencoba membuka percakapan diantara mereka untuk kali pertama, dimana topik obrolan kali ini membahas mengenai masa lalu keduanya.

"Ya, aku biasanya menulis puisi saat merasa bosan." jawab Renjun dengan penuh ekspresif.

"Bagus dong, kalau bisa kau coba terbitkan karyamu agar dibukukan."

Renjun yang mendengarkan pujian dari seorang Winwin merasa sangat tersanjung, bayangkan aja ini adalah pertama kalinya Winwin memujinya dan menanyakan hobi yang selama ini dibanggakannya dihadapan Winwin dan sepertinya usaha Winwin mulai sedikit berjalan lancar.

****
LALU BAGAIMANA KEADAAN RENJUN SELANJUTNYA, APA YANG TERJADI BILA WINWIN BERTEMU DENGAN MAMINYA? Ditunggu selanjutnya ya guys

MY BROTHER (FANFICTION RENJUN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang