Part 2 : Dendam

213 22 6
                                    

Berbulan-bulan setelah kematian bu Rumi yang menggemparkan desaku, keberadaan mengenai Toha juga belum ada satu warga pun yang tahu. Ada yang bilang bahwa Toha sudah mati dan jasadnya dibuang dan ada juga yang bilang bahwa Toha dikurung dirumah Tuan Rogo.

Tahun berlalu kini usiaku sudah dua puluh tahun, seperti biasa aku pergi keladang untuk mengirim bekal makan siang bapak.
“Bapak, makan dulu ini Maya bawakan sayur lodeh dan gereh petek” Teriakku pada bapak yang masih sibuk di ladang.
“Siapin dulu sebentar lagi bapak selesai” Aku segera menyiapkan nasi keatas piring lengkap dengan sayur lodeh dan gereh petek kesukaan bapak dan menuangkan segelas air untuk minum bapak.

“Pak itu kok yang disebelah sayurannya pada mati?”
“Iya Maya, sepertinya desa kita sedang disambangi paceklik.Banyak ladang yang gagal panen, beruntung tumbuhan diladang kita masih dapat bertahan ya walaupun tidak sebagus tahun lalu setidaknya masih bisa dipanen”
“Alhamdullah ya pak” Saat aku dan bapak sedang menikmati makan siang yang aku bawa di gubug yang bapak buat untuk berteduh tiba-tiba saja Tuan Rogo dan anak buahnya datang menghampiri kami.

“Pak Mahdi”
“Iya Tuan, ada apa?”
“Rupanya ladang pak Mahditidak gagal panen seperti ladang-ladang milikku”
“Alhamdullah Tuan”
“Begung, keluarkan” Tuan Rogo memberikan tiga gepok uang kepada bapak
“Ini maksudnya apa, Tuan?”
“Kurang? Tambah lagi Begung”
“Cukup, cukup Tuan. Tapi mohon maaf saya tidak berniat untuk menjual ladang milik saya, ini ladang satu-satunya yang saya punya Tuan”
“Mahdi..Mahdi kamu bisa bekerja dengan saya, saya akan kasih upah kamu lebih dari buruh yang lain”
“Maaf Tuan, tapi saya tidak akan pernah menjual ladang ini kepada siapapun”
“Berani sekali kamu menolakku, selama ini aku masih menghargaimu karena jasa kakek tua itu tapi kali ini kesabaranku sudah habis, Begung, Jajang habisi dia”
“Siap Tuan”

Kedua anak buah Tuan Rogo menyeret bapak dan memukuli bapak .
“Bapak..” Aku berlari mencoba menolong bapak namun Tuang Rogo mencengkeram tanganku dengan kuat.
“Lepaskan aku, Bapak.. jangan sakiti bapak, lepaskan” Semua orang yang ada diladang hanya bisa menonton kami tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku terus berteriak dan meronta, namun cengkeraman Tuan Rogo semakin erat mencengkeram tanganku.

“Lepaskan mereka” Suara berat dari seorang laki-laki yang kepalanya terikat kain jarik yang sudah lusuh membuat anak buah Tuan Rogo menghentikan aktivitas mereka. Dengan kesempatan itu aku menggigit tangan Tuan Rogo dan berlari kearah bapak.
“Akhhhhh, gadis sialan” Teriak Tuan Rogo kesakitan karena gigitanku
“Hehhh bocah,siapa kau beraninya kamu melawan Rogo ”
“Tak penting siapa diriku yang jelas ini akhir dari kekuasaanmu Rogo”
“Lancang sekali kau, menyebut namaku. Begung Jajang habisi nyawanya dan berikan kepalanya padaku”
“Baik Tuan” Kedua anak buah Tuan Rogo berlari kearah pemuda itu, namun belum sampai mereka menyentuh tubuh pemuda itu kedua anak buah Tuan Rogo terhempas ke tanah.
“Hahaha..haha, Rupanya kau bukan orang sembarangan. Akhirnya aku mendapatkan lawan yang tidak lemah seperti bandot-bandot itu”

Tuan Rogo mengeluarkan keris yang selalu ia bawa, keris itu membuat kilatan petir disiang bolong.
“Hadapi keris Rogotnyowoku jika kau mampu menghadapinya”
Tiba-tiba langit berubah menjadi gelap, dan ribuan demit berbagai rupa muncul dibelakang pemuda itu seoalah siap menerima perintah.
“Demit alas tuo, bocah edan” Melihat hal itu Tuan Rogo terlihat gentar dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
“Kali ini aku tidak akan melawanmu, tapi kupastikan kau akan mati ditanganku” Ucap Tuan Rogo yang mundur dari medan pertempuran.

Seketika langit cerah kembali dan sosok demit-demit itu satu persatu menghilang diikuti perginya pemuda itu. Aku menatap punggung pemuda itu yang mulai menjauh dari pandanganku, seperti aku mengenal punggung itu.
“Bangun, pak” Aku membantu bapak untuk kembali kerumah.

“Ibu..bu”
“Astagfirullah, apa yang terjadi sama bapak Maya kenapa bapak bisa babak belur begini?” Tanya ibu yang panic melihat kondisi bapak
“Nanti Maya ceritain bu, bantu Maya bawa bapak masuk dulu”

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang