Part 31 : Si Kecil Yana

100 14 0
                                    

Aku menanyakan perihal selendang ke pada mas Guntur, alih-alih mas menjawab pertanyaanku mas Guntur malah fokus dengan pusaka-pusakanya.
“Mas aku tuh lagi ngomong lho mas” Gerutuku kesal karena sedari tadi mas Guntur tak memeperdulikanku.
“Kalau kamu ndak suka kasih saja sama orang yang lebih membutuhkan” Jawab mas Guntur datar yang membuatku bertambah kesal.
“Bukan itu mas, tapi orang yang ngasih ini kenal dengan sampean” Mas Guntur menatapku sembari mengerutkan dahinya, lalu ia mengambil selendang itu dari tanganku. Mas Guntur menarik nafas panjang dan memejamkan matanya.

“Ini hanya selendang biasa, dan mas juga tidak kenal dengan wanita itu mungkin saja ia hanya ingin memberikan hadiah untuk pernikahan kita”
“Tapi kan ndak mungkin to mas, orang tidak kenal kok tiba-tiba ngasih hadiah. Lagian to mas wanita itu pakaiannya juga aneh seperti ratu kerajaan gitu” Taka da reaksi apapun dari wajah mas Guntur, aku menyerah mencari tahu perihal selendang ini pada mas Guntur, mungkin esok kutanyakan pada paman.

“Mas mu ini laper lho dek, kamu ndak ada niatan buat masakin mas apa?” Aku tersenyum, aku benar-benar lupa kalau aku sudah menjadi seorang istri artinya ada seseorang yang menunggu kubuatkan makanan. Ibuk juga sedang tidak dirumah, sejak pagi ibu pamit pergi kerumah teman lamanya dikota sebelah.

Aku segera menuju dapur untuk memasak. Tak butuh waktu lama aktivitasku didapur selesai. Niat hati ingin memanggil suamiku karena makanannya sudah siap, namun kuurungkan karena rupanya mas Guntur sedang ada tamu.

Aku pun kembali kedapur untuk membuatkan kopi dan sepiring pisang goreng. Aku bisa melihat wajah tegang mas Guntur saat mendengar tamunya bercerita. Namun ekspresi itu hilang saat aku datang dengan nampan ditanganku.

“Monggo pak diminum”(Silahkan pak diminum)
“Kenalin dek ini beliau ini namanya pak Warsito, beliau ini salah satu kenalan paman”
“Cabdramaya pak” Aku memperkenalkan diriku singkat
“Wallah pantes aja mas Guntur kesemsem lha wong ayune koyok widodari”(Pantas saja mas Guntur jatuh hati cantiknya seperti bidadari” Aku dan mas Guntur pun saling senyum karena malu mendengar pujian dari pak Warsito.

“Tapi maaf ya mbak Maya, kedatangan saya kesini akan merepotkan mas Guntur dan mbak Maya” Kulihat wajah pak Warsito sangat risau, entah apa masalah apa yang tengah beliau alami, aku hanya membalasnya dengan senyuman karena tak etis jika aku bertanya masalah keluarganya.

Setelah berbincang ngalor-ngidul cukup lama, akhirnya pak Warsito pamit pulang.
“Aduhhh”
“Ehhh kenapa mas?”
“Luwe dek hehehe” (Lapar Desk)
“Ihhh bikin kaget aja”

Selesai menyantap makanan yang kumasak, aku dan mas Guntur menunaikan sholat dzuhur,
“Mas, apa mas akan pergi?”
“Hmmmm kamu ndak apa-apa kan kalau mas tinggal sebentar?”
“Ya mau gimana lagi mas aku halangipun mas akan tetap pergi kan?”
“Maafin mas ya kalau gak bisa menemani kamu”
“Gak apa-apa mas, aku ngerti kok. Kalau aku boleh tahu memangnya ada apa mas dengan pak Warsito?”

“Bukan pak Warsito tapi anaknya”
“Kenapa mas anaknya?”
“Pak Warsito itu salah satu pengusaha yang sukses, bisnisnya berkembang pesat dan beliau sudah mempunyai banyak kariyawan jadi gak heran kalau ada saja orang yang iri atau tidak suka”
“Lalu?”
“Tempo hari saat pak Warsito dan seluruh penghuni rumahnya tengah tertidur tiba-tiba saja dikagetkan dengan putri bungsunya yang berteriak hingga seluruh penghuni rumah panik”
“Saat pak Warsito dan istrinya mengecek kamar putri bungsunya yang masih berusia delapan tahun. Pak Warsito dan yang lain shock melihat putrinya sedang merayap di langit-langit rumah. Dengan darah menetes dari mulutnya, dan juga ditemukan bangkai kucing kesayanan anaknya sudah mati dengan leher terkoyak”
“Sudah berbagai cara pak Warsito lakukan agar putrinya kembali seperti semula namun semuanya nihil, putrinya terus mengamuk dan tak mau makan layaknya manusia normal”
“Dengan terpaksa setiap hari pak Warsito menyiapkan ayam hidup untuk makanan anaknya”

“Kasihan ya mas, kenapa bisa anak pak Warsito yang seperti itu?”
“Mas juga belum tahu pastinya, lusa mas akan kesana untuk melihat kondisi anak pak Warsito”
“Mas hati-hati ya”

Sehari sebelum keberangkatan mas Guntur ke rumah pak Warsito aku melihat mas Guntur tengah membereskan perlengkapannya.
“Loh sejak kapan kalian berdua disini?”
“Sejak kapan Bim?” Tanya Aryo
“Kami baru kok mbak”
“Mas mau pergi sekarang? Bukannya besok ya mas?”
“Maaf dek, ternyata masalah ini gak semudah yang mas bayangkan. Mas takut tubuh anak pak Warsito gak kuat untuk menahan makhluk yang bersarang ditubuhnya”
“Tenang aja mbak, mas Guntur nya Aryo jagain”
“Kamu gak apa-apa kan mas tinggal dulu”
“Iya mas, hati-hati ya. Kalian semua juga hati-hati”
“Siap mbak Maya”
“Assallammualaikum”
“Waallaikumsalam”

Sudut pandang mas Guntur

Butuh waktu sekitar tiga jam untuk sampai kerumah pak Warsito, sebelumnya aku sudah pernah kerumah beliau bersama paman. Sesampainya dirumah lantai dua dengan nuansa putih dan pelataran yang cukup luas. Aku memandang kearah rumah yang dulunya sangat nyaman sekarang berubah menjadi mengerikan, puluhan pocong berbagai bentuk manatap tajam ke rumah pak Warsito sembari menggoyang-goyangkan kepalanya.

“Astagfirullah, mas kok akeh banget”
“Kalian jangan lupa baca doa pelindung diri, tetap fokus jangan lengah jika pocong itu meludah kearah kalian akan menimbulkan luka yang parah”
“Apa kita harus mengusir pocong-pocong itu mas?”
“Kita masuk dulu saja, jangan lengah” Kami membaca doa pelindung diri, dengan basmallah kami melangkah melewati pelataran rumah pak Warsito dengan barisan pocong yang sudah bersiap menyerang kami. Namun doa yang telah kami rapalkan sebelumnya mampu menahan niat jahat dari makhluk itu.
“Mas, perutku udah ndak kuat baunya busuk” Ucap Aryo
Walaupun kami bertiga sudah menutup hidung kami namun bau busuk dari makhluk pertali itu tetap saja tercium.

Dari banyaknya makhluk bertali itu, ada satu yang membuatku sedikit gentar ukurannya yang besar dengan tinggi dua kali poci biasa serta warnanya yang hitam pekat seolah menandakan bahwa dia adalah pemimpinnya.

“Hati-hati kalian, tetap fokus dan terus berdoa” Namun sialnya aku lengah saat salah satu poci itu meludah kearahku untunglah aku masih bisa menghindar namun cipratannya mengenai punggung tanganku. Seketika rasa gatal dan perih menusuk dagingku yang terkena cipratan ludahnya.

“Percepat langkah kalian” Teriakku, sembari menahan tanganku yang kurasa melepuh
“Mas tanganmu?”
“Ada yang bawa air?”
“Duh gak bawa mas” Terpaksa aku menahan perih dan gatal tanganku, aku mengetuk pintu rumah pak Warsito, tak butuh waktu lama pintu itu terbuka dan menampakkan sosok pak Warsito dengan penampilan yang lesu tak seperti pak Warsito biasanya.

“Mas Guntur, mari masuk” Saat masuk ke dalam rumahnya aku merasakan atmosfer yang berbeda dari diluar udara di dalam benar-benar panas. Pak Warsito memanggil istrinya untuk membuatkan kami minum.
“Maaf pak kalau boleh saya ijin ke belakang”
“Oh iya mas silahkan, itu tanganya kenapa mas?”
“Oh ini gak sengaja tadi jatuh”

Aku segera membersihkan lukaku, dan mengikat sekenanya.
“Apa perlu obat mas untuk lukanya”
“Terimakasih pak ini sudah lebih baik”
“Silahkan mas diminum”
“Terimakasih pak, kalau boleh saya ingin segera melihat putri bapak”
“Boleh mas, mari” Kami mengikuti langkah pak Warsito menuju sebuah kamar. Miris sangat miris saat kami melihat seorang gadis kecil tengah terbaring diatas kasur dengan tangan dan kakinya terikat dimasing-masing tiang penyangga tempat tidur.

Aku bisa merasakan kesedihan yang terpancar dari wajah pak Warsito dan istrinya. Betapa mengenaskannya kondisi anak bungsunya, tubuhnya sangat kurus dengan kulit yang membungkus tulang-tulangnya yang sebagian nampak menonjol. Sesekali gadis itu merintih, hatiku bergetar saat melihat penderitaan yang dialami gadis sekecil ini.

“Kami terpaksa mas mengikat Yana, karena semakin hari perilakunya sangat mengkhawatirkan” Ucap pak Warsito
“Iya mas tempo hari Yana melukai tetangga kami hingga harus dilarikan kerumah sakit” Tambah istri pak Warsito yang mulai terisak melihat putrinya.

Aku mencoba membacakan doa pelindung, agar tak ada lagi gangguan yang masuk. Aku belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi pada Yana. Ini berbeda dengan santet yang kutemui sebelumnya, ini lebih seperti entah makhluk apa yang sengaja di tanam ditubuh Yana.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang