Part 4 : Santet Tanah Kuburan

153 24 0
                                    

Hari pertama warung kami buka, memang belum seramai warung milik bu Warsi tapi setidaknya di hari pertama kami sudah memiliki pelanggan. Memang gak semua lauk masakan ibu terjual habis, tapi setidaknya kami sudah balik modal di hari pertama dan sisanya kami makan sendiri.

“Tuh kan apa Maya bilang masakan ibu enak”
“Alhamdullah ya Maya semoga besok lebih ramai lagi dari hari ini”
“Amin ya bu” Setidaknya dengan usaha kami yang baru aku dan ibu jadi punya kesibukan baru yang bermanfaat.
“Kamu istirahat dulu, ibu mau beresin ini sebentar”
“Iya bu, Maya juga capek banget ibu jangan malam-malam ya tidurnya”

Hari-hari berikutnya warung makan kami semakin ramai pengunjung, bahkan kami sudah memiliki beberapa pelanggan tetap yang mampir kewarung kami setiap jam makan. Aku dan ibu sering kewalahan dengan banyaknya pembeli di warung kami.

Karena hal ini, ibuk sering mengeluh asam uratnya kambuh. Karena khawatir dengan kesehatan ibu aku mengusulkan untuk mempekerjakan satu orang untuk membantu di warung kami. Entah memang kebetulan atau tidak tadi sore ada seorang wanita bernama mbak Eni yang datang kewarung kami menawarkan diri untuk bantu-bantu di warung kami. Karena kebetulan saat itu aku dan ibu masih merasa sanggup kamipun menolak mbak Eni untuk bekerja di warung kami, tapi mungkin ini memang rejeki mba Eni. Cara tuhan memberikan rejeki ke hambanya memang selalu dengan cara yang tidak akan pernah kita tahu.

Aku membuka warung seperti biasanya, karena sudah ada mbak Eni yang membantu di warung ibu hanya fokus memasak di dapur. Sisanya aku dan mbak Eni yang kerjakan.

“Alhamdullah ya bu warung kita semakin ramai yang datang, dan sekarang kita punya karyawan yang bantu kita”
“Iya Maya, ibu juga bersyukur banget”
“Ini udah bulan kelima warung kita lho bu”
“Iya-ya gak kerasa ya , May. Semoga bulan berikutnya warung kita tetap ramai seperti sekarang. Amin”
“Amin”

Rupanya di bulan keenam kami mulai mengalami kejadian-kejadian aneh diwarung. Dari masakan yang cepat sekali basi padahal kami masak di waktu yang sama seperti bulan lalu. Dan masakan ibu selalu bertahan sampai jam makan siang. Tapi sebelum jam makan siang bahkan terbilang masih pagi, baru jam sepuluh pagi sayur dan tumis mulai berbau. Dan kejadian ini berulang setiap hari. Dan semakin lama banyak pelanggan yang komplain karena makanan yang mereka bungkus pas sampai rumah sudah basi dan gak bisa dimakan.

Lama-lama warung kami semakin sepi bahkan tidak ada satupun orang yang mampir ke warung kami. Aku dan ibu pun merasa sedih dengan cobaan yang kami hadapi saat ini. Uang modal kami juga sudah habis untuk menutupi kerugian kami, bahkan sampai harus mengambil uang tabungan kami. Karena keadaan warung yang semakin sepi dengan berat hati, kami memutuskan untuk memberhentikan mbak Eni dan menutup warung kami. Entah apa yang harus aku dan ibu lakukan setelah ini.

Saat aku dan ibu membereskan warung kami dan bermaksud menjual semua perlengkapan yang masih layak untuk dijual tiba-tiba saja ada seorang pemuda yang datang kewarung kami.
“Bu, makan ya bu seperti biasa minumnya teh anget manis”
“Maaf mas, kami sudah gak jualan lagi”
“Loh kenapa mbak Maya, saya sudah pelanggan tetap lho diwarungnya mbak Maya. Mbak Maya ini becandain saya ya ? baru saya tinggal cuti seminggu kok sudah tutup ”
“Beneran mas kami sudah gak jualan lagi, ini kami sedang beres-beres mau ngerongsokin barang warung yang masih layak”
Pemuda itu terlihat berfikir dan memandang sekeliling warung kami.
“Mas, malah bengong”
“Ehhh maaf mbak, tapi kalau nanti pulang kerja saya mampir kerumah mbak Maya dan ibu boleh?”
“Mmmm boleh sih, mas”
“Yasudah kalau begitu saya juga udah telat, nanti sore saya akan datang” Dan pemuda itu pun pergi, aku yang masih bingung pun mencoba mengabaikan dan tak mengambil pusing dengan ucapan pemuda itu.

Benar saja tepat sebelum adzan magrib dua orang pemuda datang kerumahku dan salah satunya adalah pemuda yang tadi pagi datang kewarungku.
“Permisi bu, maaf sebelumnya saya sudah lancang perkenalkan nama saya Aryo dan ini teman saya Bima”
“Iya nak Aryo nak Bima tidak usah sungkan, tapi ya ibu mohon maaf ibu sudah tidak berjualan lagi”
“Maksud kedatangan kami kemari sebenarnya saya dan Aryo sudah mencium ada hal yang aneh dengan warung ibu”
“Iya bu, tapi karena saya ada suatu hal jadi saya harus cuti dan saya tidak menyangka jika hal itu jadi separah ini”
“Maksud kalian berdua apa ya aku tidak mengerti”
“Maaf mbak Maya, kami tidak bisa memberitahukan sekarang insyaallah besok pagi aku dan Bima akan kembali lagi kesini dan kami akan menunjukkan apa yang menyebabkan warung mbak Maya dan bu Santi menjadi sepi”

Tak banyak yang Aryo dan Bima jelaskan kepada kami, dan mereka pun pamit pulang.
Keesokan harinya saat aku sedang menyapu halaman, Aryo dan Bima datang sesuai janjinya kemarin.
“Assallammualaiku”
“Waalaikumsallam, loh kalian berdua gak kerja?”
“Loh mbak Maya iki piye toh ini kan hari minggu mbak” ucap Aryo
“Lah iyo aku kan ndak pekerja kayak kalian makanya ndak ada liburnya”
“Oh ya mbak, udah siap?”
“Sebentar ya mas Bima aku panggil ibu dulu”

Setelahnya aku dan ibu bersama Bima dan Aryo mengecek warungku tepatnya bekas warungku. Hanya tinggal kerangkanya saja karena memang waktu itu Aryo melarangku untuk menjualnya terlebih dahulu karena sesuatu yang mereka maksud masih menempel disana. Entah barang seperti apa yang dimaksud Aryo, aku pun hanya mengiyakan saja apa yang mereka minta.

Setelah hampir satu jam kami mencari, Bima menemukan kain berwarna putih yang diletakkan disela-sela kayu antara tiang penyangga dan tiang yang menopang atap warung. Buntalan kain putih itu lebih mirip seperti kain kafan. Saat Bima membuka buntalan kain itu, aku dan ibu sangat shok melihat isi didalamnya. Tanah kuburan dan beberapa helai rambut yang sepertinya rambut milik ibu. Karena rambut ibu lebih panjang dari rambutku, rambutku hanya sebatas bahu. Sedangkan rambut itu panjangnya dua kali panjang rambutku.

“Apa ini mas Bima?”
“Ini adalah santet Tanah Kuburan bu, seseorang sengaja menaruh buntalan ini di warung ibu tujuannya apalagi jika tidak ingin membuat usaha yang menjadi saingannya bangkrut”
“Astagfirullah, tapi siapa yang tega melakukan ini mas?”
“Kita tunggu saja bu, ba’da magrib nanti akan datang orangnya”

“Monggo mas Bima , mas Aryo teh nya diminum”
“Terimakasih bu, sudah repot-repot”
“Harusnya ibu yang berterimakasih sama kalian berdua udah mau membantu ibu dan Maya”
“Kita sama-sama orang jauh bu, Aryo melihat itu sama seperti ibu melihat almarhum ibu Aryo”
“Kalau nak Aryo mau, nak Aryo boleh kok nganggap ibu sebagai ibu nak Aryo. Pokoknya kapan pun kalian mau datang kerumah ibu akan dengan senang hati membukakan pintu”
“Wah ibu ini bikin kami tersanjung saja”

Ditengah percakapan kami, tiba-tiba mbak Eni datang kerumah. Dengan air mata yang berderai Mbak Eni menceritakan semuanya apa yang telah mbak Eni lakukan. Rupanya mbak Enilah yang menanam santet tanah kuburan itu diwarung kami. Mbak Eni melakukan itu karena disuruh oleh bu Warsi yang merasa tersaingi oleh warung kami.

Aku dan ibu sudah memaafkan mbak Eni, lagi pula ini semua bukan kemauan dari mbak Eni. Walaupun aku dan ibu masih tidak habis pikir bahwa orang yang selama ini kami percaya tega melakukan ini semua kepada kami.
“Lalu apakah ibu akan kembali membuka warung?” Tanya Bima
“Iya bu, nanti kami kelaparan kalau ibu gak jualan lagi” Tambah Aryo
“Maya ikut dengan keputusan ibu”
“Ibu rasa, ibu akan tetap menutup warung ibu gak mau kejadian ini terulang lagi dan membuat masalah baru antara ibu dan bu Warsi”
“Ibu serius? Yahhh bu Aryo kecewa”
“Nak Aryo dan nak Bima tetap bisa kok makan masakan ibu”
“Bener bu? Yasudah kalau begitu setiap Aryo gajian Aryo kasih uang belanja buat ibu”
“Bu, apa kita perlu datang kerumah bu Warsi untuk membicarakan hal ini?”

Setelah keadaan mulai membaik aku dan ibu berniat mendatangi rumah bu Warsi namun kedatangan kami ditolak mentah-mentah oleh bu Warsi dan kami pun diusir oleh bu Warsi. Cacian dan makian bu Warsi lontarkan pada aku dan ibu.

Kita memang tidak bisa memaksa seseorang untuk menyukai kita, setidaknya aku dan ibu berusaha mengikhlaskan semuanya dan tidak menaruh dendam kepada bu Warsi. Sesuatu yang nampak indah dari luar belum tentu dalamnya juga indah, begitu pula sesuatu yang nampak biasa saja atau jelek sekalipun dari luar bisa saja dalamnya sangat indah. Semoga kalian bisa mengambil hal baik dari cerita ini, dan membuang hal negatifnya.


CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang