Sejak saat itu ku kuatkan imanku, kuteguhkan hatiku serta memohon pengampunan kepada sang pencipta. Hal yang tak kusangka terjadi Gendhis hadir dalam mimpiku, namun ia menunjukkan wujudnya yang cantik. Tapi dibalik wajah cantiknya aku dapat melihat kesedihan yang mendalam. Aku mencoba mengajaknya berkomunikasi.
“Maafkan aku, kehadiranku membuatmu tidak nyaman. Aku hanya ingin minta tolong agar aku bisa pergi dengan tenang”
“Apa yang bisa saya lakukan untuk mbak Gendhis?”
“Tolong sampaikan ke Anggoro permintaan maafku”
“Bukankah mbak Gendhis bisa menyampaikannya sendiri?”
“Aku takut jika Anggoro tidak mau memaafkanku, aku telah mengkhianatinya”
“Aku yakin bu Anggoro akan memaafkan mbak Gendhis, bukan hanya itu mbak, mbak Gendhis juga harus menghaturkan maaf ke ayah mbak Gendhis” Setelah mendengar penuturanku, aku bisa melihat mbak Gendhis menitihkan air matanya. Penyesalan yang membuatnya tertahan didunia yang tak seharusnya ia berada.Aku terbangun dari tidurku, dan tersadar bahwa apa yang kualami barusan hanya mimpi, mimpi yang benar-benar nyata. Aku melirik kearah jam yang terletak dimeja rias Desi, jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Aku berniat untuk mengambil wudhu dan menunaikan dua rakaat. Aku berjalan kearah sumur, menimba air untu wudhu dinginnya air sumur tak memudarkan niatku.
Selesai berwudhu aku kembali ke kamar Desi, namun saat sampai di depan pintu kamar kakek Desi aku seperti mendengar kakek Desi tengah berbicara dengan seseorang. Ahhh mungkin saja ibunya Desi, aku mencoba mengabaikannya namun entah mengapa aku merasa penasaran. Aku membuka sedikit pintu kamar kakek Desi, hanya untuk memastikan kalau yang ada di dalam benar-benar ibunya Desi. Namun aku kaget saat yang ku lihat bukanlah ibu Desi melainkan mbak Gendhis yang sedang bersimpuh dibawah kaki kekek Desi seraya mengucapkan kata maaf berkali-kali. Tak pantas jika aku menguping, aku menutup pintu dan kembali ke kamar Desi untuk menunaikan niatku.
Keesokan paginya aku dan Desi bersiap untuk menemui paman ke kontrakan Aryo dan Bima. Aku sudah merasa siap untuk menyampaikan semua ini kepada bu Anggoro.
“May, kamu yakin kamu udah siap?”
“Insyaallah Des” Tiba-tiba saja Desi mendekap tubuhku
“May, maafin aku ya kamu gak seharusnya terlibat dengan masalah keluargaku” Ucap Desi menahan tangisnya
“Des, ini semua sudah takdir. Mungkin memang aku sudah digariskan untuk menjadi penolong mbak Gendhis. Lagi pula mbak Gendhis orang baik insyaallah bu Anggoro bisa memaafkan semua kekhilafan yang pernah mbak Gendhis lakukan” Kini aku bisa melihat kehadiran mbak Gendhis, tentunya dengan kertas pemberian mang Iduy. Mbak Gendhis tersenyum kearahku, aku yakin percakapan semalam mbak Gendhis dengan ayahnya membuatnya sedikit lebih tegar.
“Amin, yaudah yuk berangkat”Tak lupa aku dan Desi pamit ke orangtua Desi dan juga kakek Desi. Desi melajukan motornya ke kontrakan Aryo. Hanya butuh waktu satu jam untuk kami sampai ke kontrakan Aryo. Paman dan yang lain juga sudah siap karena semalam kami sudah menyusun rencana. Karena masalah kali ini tidak bisa diselesaikan dengan otot tapi dengan perasaan.
Tak ingin berlama-lama kami lanjutkan perjalanan kami kerumah bu Anggoro.
Lagi-lagi kami disambut dengan ramah oleh mbok Sari dan langsung mempersilahkan kami duduk. Namun ada yang aneh dari tatapan mata mbok Sari yang terus menatap kearahku.
“Gendhis” ucap mbok Sari Lirih
“Maaf mbok”
“Ehhh ndak monggo pinarak”(Ehhh enggak silahkan duduk)Jika tidak salah dengar aku mendengar mbok Sari menyebut nama Gendhis, apa mungkin mbok Sari bisa melihat roh Gendhis yang sudah paman masukkan kedalam ragaku. Aku masih bisa menguasai sepenuhnya kesadaranku sampai kedatangan bu Anggoro membuat mbak Gendhis benar-benar mengambil alih tubuhku serta kesadaranku. Aku berlari kearah bu Anggoro dan bersimpuh dibawah kakinya.
“Ndok cah ayu, pangapura aku kang wis dadi pengkhianat lan ngancurake keluargamu, aku bener-bener ngrasa bersalah” (maafkan aku yang sudah menjadi pengkhianat dan menghancurkan keluargamu, aku benar-benar merasa bersalah).“aku wis ngerti sakabehe malah kowe njalin sesambungan karo suamiku dhuwur dhasar remen padha-padha remen. aku tidah sakebake salahmu mas wijaya uga salah jero bab iki. aku ora tau berfikir menawa kowe kabeh arep saadoh iki tekan janin iku ana sajroning weteng mu. nanging rupane tresna mas wijaya luwih gedhe ning aku dibandhingake kesetiaane”( aku sudah tahu semuanya bahkan kau menjalin hubungan dengan suamiku atas dasar suka saling suka. Aku tidah sepenuhnya kesalahanmu mas wijaya juga salah dalam hal ini. Aku tidak pernah berfikir jika kalian akan sejauh ini sampai janin itu ada di dalam perut mu. Tapi rupanya cinta mas wijaya lebih besar padaku dibanding kesetiaannya)
“manungsa diwenehi hawa nepsu dadi cobaan, ujian sarta kenikmatan. tinggal endi kang dipilih, dene kowe lan mas wijaya milih iku dadi kenikmatan kang rampung dadi ujian lan cobaan. nanging aku ora nyana menawa mas wijaya tega mateni getih daginge dhewe” (Manusia diberi hawa nafsu sebagai cobaan, ujian serta kenikmatan. Tinggal mana yang dipilih, sedangkan kamu dan mas wijaya memilih itu sebagai kenikmatan yang berakhir menjadi ujian dan cobaan. Tapi aku tidak menyangka jika mas wijaya tega membunuh darah dagingnya sendiri).
“Tetaunan aku mendhem raos sakitku dhewe, nambani saben jerone tatu kang kowe kabeh toreh kan. nanging aku mung manungsa kulina anakalane aku nesu karo pegawean kang kowe kabeh tindakake”
( Bertahun-tahun aku memendam rasa sakitku sendiri, mengobati setiap dalamnya luka yang kalian toreh kan. Namun aku hanya manusia biasa adakalanya aku marah dengan perbuatan yang kalian lakukan)
“apa kang kudu aku tindakake dek, ben kowe bisa ngapura aku , ben aku bisa tenang dikehidupanku terusane karo njalani ukuman dhuwur kabehing salahku” (Apa yang harus aku lakukan dek, agar kamu bisa memaafkan aku , agar aku bisa tenang dikehidupanku selanjutnya dengan menjalani hukuman atas semua kesalahanku). Hanya air mata dan serta kata maaf yang diucapkan mba Gendhis.“bangunlah mbak gendhis ora pantes menawa kowe ngasorake awakmu serendah iku ing ngarep ku. sejujure aku wis ngapura kowe, dhuwuring pengampunan saka ku muga-muga kowe tenang ing kana” (Bangunlah mbak Gendhis tak pantas jika kau merendahkan dirimu serendah itu di hadapan ku. Sejujurnya aku sudah memaafkanmu, atas pengampunan dari ku semoga kau tenang di sana. Bulir air mata yang sudah lama bu Anggoro pendam akhirnya tumpah bersamaan dengan itu roh mbak Gendhis keluar dari tubuhku dan aku pun kehilangan kesadaranku.
Aku tersadar disebuah kamar dan ada Desi serta mbok Sari disampingku, mbok Sari melaburkan minyak urut ketubuhku. Sembari bercerita sedikit mengenai masa kecil bu Anggoro dan mbak Gendhis.
“dhisik wayah isih cilik ndoro roro (anggoro) lan gendhis menyang ndi-ndi tansah bareng, yen dipisahake mesthi dheweke kabeh nangis. ndoro roro bocah kang apik berbudi luhur, dheweke tansah berbagi apa wae kang dheweke nduwe marang gendhis. simbok uga ndak nyana yen gendhis tega milara ndoro roro, nanging saiki simbok lega amarga masalah iki wis rampung. wis enakan awake?”( Dulu waktu masih kecil ndoro Roro (Anggoro) dan Gendhis kemana-mana selalu bersama, kalau dipisahkan pasti mereka menangis. Ndoro Roro anak yang baik berbudi luhur, dia selalu berbagi apa saja yang dia punya kepada Gendhis. Simbok juga ndak menyangka kalau Gendhis tega menyakiti ndoro Roro, tapi sekarang simbok lega karena masalah ini sudah selesai. Sudah enakan badannya?).
“Sampun mbok matursuwun”(Sudah mbok Terimakasih)
“Sami-sami cah ayu”Keesokan harinya aku dan lain serta keluarga Desi datang kesebuah makam. Dan ternyata disana sudah ada bu Anggoro dan mbok Sari. Rupanya jenazah mbak Gendhis sudah dimakamnya dengan layak dan disampingnya juga ada makam pak Wijaya. Kami mengirim doa untuk mereka yang sudah lebih dulu pergi dan disaat itu juga kakek Desi menghembuskan nafas terakhirnya. Tapi semua sudah ikhlas akan kepergiannya karena semua masalah sudah selesai dan bu Anggoro sudah dengan ikhlas memaafkan mbak Gendhis. Sesuai keinginan kakek Desi ia dimakamkan disamping makam mbak Gendhis.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRAMAYA STORY
Mystery / ThrillerApa yang tertulis di cerita ini adalah kumpulan cerita atau pengalaman dari seorang wanita bernama Candramaya.