Part 43 : Desa Sendangmulyo

66 13 0
                                    

Malam itu mas Guntur meminta Nyi Dasimah untuk menemaniku, aku sebenarnya sangat-sangat tidak setuju dengan keputusan mas Guntur tapi aku tau bagaimana sifat suamiku.
“Mas, kamu yakin mau ke sendang sendirian?”
“Mas gak mau membahayakan orang lain, mas berjanji padamu tidak aka nada hal buruk yang terjadi, mas butuh doa terbaik dari mu”
Aku hanya bisa mengangguk pasrah, aku tau niat mas Guntur baik demi menyelamatkan warga desa.

“Maaf ya nyi sekali lagi merepotkan”
“Jangan khawatir istrimu akan baik-baik saja kamu juga harus berhati-hati. Oh ya bawa ini”
“Apa ini nyi?”
“Ini tusuk konden pemberian mendiang suamiku, aku yakin roh nya masih ada di tempat itu, tolong berikan tusuk konde itu padanya”
“Baik nyi”

Mas Guntur menapaki jalan setapak menuju sendang yang mulai ditumbuhi semak belukar. Dengan hati-hati mas Guntur berjalan semakin masuk ke dalam hutan di mana sendang itu berada. Mas Guntur merasakan sepasang mata merah menyala mengawasi setiap langkah mas Guntur dari balik pohon.

Semakin dalam mas Guntur merasakan tak ada lagi angin yang berhembus, sunyi sepi bahkan suara hewan-hewan malam pun tak terdengar suaranya. Seolah sesuatu yang mengerikan membuat penghuni hutan enggan untuk bersuara.

Dibawah sinar rembulan yang mulai tertutup awan hitam mas Guntur merasakan ada suara langkah kaki.
“Srekkk—srekkk—srekkk”
Dengan sigap mas Guntur bersembunyi di balik pohon. Namun dengan jarak mas Guntur saat ini , ia tak dapat melihat siapa orang itu terlebih orang itu mengenakan penutup kepala. Hanya bau amis bercampur busuk yang tercium.

Dengan hati-hati mas Guntur mengikuti orang tersebut, benar saja tujuan orang itu adalah sendang mulyo. Sesampainya di sebuah sendang yang air nya begitu tenang, orang itu menangis sejadinya, suara tangisan yang begitu menyayat hati.
“Kau tau, kebodohanku telah mempercai iblis sepertimu” Teriak orang itu sembari menangis tersedu.
“Sekarang kau ambil bayi tanpa dosa ini, dasar iblis keparat” Orang it uterus mengumpat di bibir sendang, sampai akhirnya sesuatu muncul dari dalam sendang.
Seorang wanita nan cantik keluar dari dalam sendang berjalan dengan anggunnya kearah pemuda itu. Tubuh pemuda itu bergetar, amarah yang tadi menggebu-gebu seolah sirna begitu saja setelah kehadiran sosok cantik dari dalam sendang.

“Tenggelamkan bayimu ke dalam sendang dan kau akan menerima imbalan dari apa yang kau korbankan” Ucap wanita penunggu sendang.
Seolah terkena sihir pria itu pun berjalan kea rah sendang dan perlahan ia menenggelamkan bayinya ke dalam sendang, aku rasa itu adalah jasad bayi pemuda itu.

“Kemarilah” Ucap wanita penunggu sendang
Pria itu pun berjalan kearah wanita penunggu sendang itu dengan tatapan mata yang berbeda tak ada lagi kesedihan dan penyesalan. Wanita itu pun membelai wajah pria itu, dan mereka berdua bercumbu layaknya suami istri. Mas Guntur membuang muka saat pemandangan menjijikkan itu terpampang nyata di hadapannya.

Mas Guntur mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah yang sudah menggebu.Tapi ia tidak boleh gegabah, mas Guntur belum mendapatkan petunjuk apapun. Saat pandangan mas Guntur kembali kea rah sendang sosok wanita dan pria itu sudah tidak ada disana.
“Sial, aku kecolongan”

Mas Guntur berjalan kea rah sendang namun seseorang menahan bahunya.
“Hentikan niat mu” Ucap orang itu
“Kakek ini siapa?”
“Berikan tusuk konde yang kau bawa” Pinta kekek itu
Mas Guntur menatap heran kearah kakek itu
“Nama ku Jumono, aku adalah suami nyai Dasimah”
“Jadi kakek ini suami nyai Dasimah” Kakek itu mengangguk
“Panggil saja mbah Jumo”
“Ini mbah” Mas Guntur memberikan tusuk konde yang dititipkan nyi Dasimah.

Saat menerima tusuk konde itu mas Guntur melihat senyum simpul di bibir mbah Jumo. Bahkan ia tak hentinya mengelus tusuk konde milik nyi Dasimah. Aku yakin tusuk konde itu mampu mengobati rasa rindu mbah Jumo terhadap istri tercintanya.

“Maaf mbah kalau saya boleh tau apa yang sebenarnya terjadi, dan bukankah mbah sudah meninggal”
“Raga ku memang sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu tapi tidak dengan sukmaku”
“Aku berusaha menjaga sendang ini agar apa yang dulu pernah terjadi tidak terulang lagi, namun sifat manusia yang serakah dan tamak menarik sisi negative dari sendang ini hidup kembali”

“Apa ini ada hubungannya dengan orang-orang yang meninggal secara tiba-tiba mbah?”
Mbah Jumo mengangguk.
“Dulu nya sendang ini adalah mata air yang digunakan masyarakat desa untuk kebutuhan sehari-hari, air nya yang jernih dan segar menjadi tempat untuk melepas penat saat kami warga desa sehabis bekerja di lading”.

“Tapi petaka itu terjadi saat adik ku yang bernama Sumadi menjalin hubungan terlarang dengan penunggu sendang ini”
“Aku sudah menasehatinya agar menghentikan kebodohannya hingga akhirnya ia menghabisi nyawanya sendiri di sendang ini”
“Tau jika aku menentang hubungan mereka, penunggu sendang pun marah dan mengamuk dengan membantai warga desa Sendangmulyo. Dengan banyaknya warga desa yang mati aku merasa harus melakukan sesuatu”

“Hingga perjanjian itu pun kusetujui”
“Perjanjian apa mbah?”
“Aku merasa berdosa karena telah mengkhianati cinta nyai Dasimah kesetiaannya kepadaku ku nodai dengan pengkhianatan”
“Maksudnya mbah?”

“Aku menyetujui syarat yang diberikan wanita itu untuk bersetubuh dengannya demi menyelamatkan warga desa terutama nyawa nyai Dasimah satu-satunya wanita yang aku cintai. Dan saat itu aku terlalu terbuai dengan nafsuku hingga aku lengah dan jasadku mengapung di sendang ini”

“Tak ada satu pun yang tau akan kisah ini nyai Dasimah sekali pun, bahkan hingga sekarang aku belum siap untuk mengatakan kebenaran ini kepadanya, itu lah alasan ku masih berada di sendang ini”

Mendengar kisah mbah Jono membuat mas Guntur tak dapat berkata-kata, ia tidak bisa membayangkan jika ini terjadi padaku.
“Penungguh sendang itu iblis licik, yang kau perlukan untuk melawannya hanyalah iman yang kuat”
“Temui aku lagi jika kau sudah siap, jangan sampai kau menyesal seperti ku”
“Baik mbah”
“Sampaikan maafku pada nyai Dasimah” Perlahan wujud sukma mbah Jumo perlahan menghilang. Malam itu mas Guntur memilih untuk kembali ke rumah.
Sepertinya apa yang disampaikan mbah Jumo sangat-sangat berguna bagi mas Guntur untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi penunggu sendang. Karena kali ini bukan ilmu bela diri yang mas Guntur perlukan tapi iamn dan ketakwaannya yang di uji.

Sekuat apapun laki-laki jika dihadapkan dengan hawa nafsu akan melemah. Jadi mas Guntur tidak mau mengulangi kesalahan mbah Jumo untuk yang kedua kalinya.

“Mas, kenapa sih tumben peluk-peluk”
“Lho ndak boleh to, peluk istri sendiri?”
“Ya boleh sih Cuma ya kok aneh aja”
Mas Guntur mencubit gemas hidungku “ Aneh gimana to, wong lagi pengen peluk kok ndak boleh”
“Yawes-yawes sak karepmu” (Yasudah-yasudah terserah kamu).

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang