Part 6 : Bahu Lawean

147 19 0
                                    

Aku kaget saat kembali kerumah aku melihat Lita sedang menangis di pelukan ibuku.
“Bu, Lita kenapa?”
“Lita gak apa-apa kamu ganti baju dulu nanti ibu ceritain”
Aku mengganti pakaian kerjaku, dan membuat segelas teh untuk Lita yang masih di tenangankan oleh ibu. Aku masih heran dengan keberadaan Lita dirumahku, selama ini Lita sangat tertutup bahkan dengan orangtuanya sendiri.

“Budhe, Lita boleh ndak kalo tidur disini?”
“Boleh, tapi budhe pamitin dulu ya sama ibumu biar dia gak khawatir” Lita mengangguk
“Lita ini di minum tehnya”
“Suwun mbak”
“Yasudah Lita disini dulu ya sama mbak Maya, biar budhe kerumah kamu”
“Ibu hati-hati ya”

Aku mencoba menenangkan Lita yang terlihat masih shock, aku bingung harus memulai pembicaraan dengan anak pendiam seperti Lita.
“Lita, sudah makan?”
Lita menggeleng
“Mbak Maya ambilin makan ya?” Saat aku hendak pergi ke dapur tiba-tiba Lita melemparkan pertanyaan yang membuatku tercengang.

“Apa mbak Maya ndak tau soal perselingkuhan bapak dengan bosnya?” Aku berbalik badan dan menatap kearah Lita.
“Kamu ini bicara apa to?”
“Bapak selingkuh mbak, sama pemilik pabrik kayu namanya bu Anggoro” Air mata Lita mulai menetes lagi
“Kamu tau dari mana?”

“Bapak itu awalnya cuma buruh biasa dipabrik, bertahun-tahun kami hidup miskin dan tinggal dirumah ini (rumah yang ditinggali Maya), tapi semua dengan sekejap mata berubah. Saat itu Ibu dan Lita gak sedikitpun curiga dengan kedekatan bapak dan bu Anggoro. Bu Anggoro sering mampir kerumah kami, membawakan peralatan sekolah Lita, bahan makanan dan banyak lagi. Sampai akhirnya bapak diangkat jadi mandor di pabrik kayu. Bahkan rumah yang Lita dan ibu tinggali sekarang adalah pemberian bu Anggoro. Sejak itu kehidupan kami menjadi lebih baik, sampai Lita bisa kuliah di kedokteran. Tapi lama-lama sikap bapak berubah pada kami, bapak jadi sering pulang malam, suka bentak-bentak ibu. Setiap malam Lita selalu mengurung diri dikamar, karena Lita gak tega Liat ibu nangis. Sampai akhirnya Lita mergokin bapak dan bu Anggoro sedang bermesraan. Bukannya merasa bersalah tapi bapak malah memukul Lita dan mengurung Lita. Yang bikin Lita lebih sakit lagi, ternyata ibu sudah tahu kalau bapak ada main dengan bu Anggoro, tapi ibu tidak mau jika Lita tau makanya selama ini ibu pendam sendiri”

Mendengar cerita Lita aku hanya bisa menenangkan Lita, apa yang diceritakan putri ternyata semuanya benar. Malam ini Lita tidur dirumahku, bersama aku dan ibu. Karena besok hari libur aku meminta Aryo dan Bimo datang kerumah dan menceritakan permasalahan yang sedang menimpa Lita.

Aku bertanya lagi kepada Aryo dan Bima mengenai bu Anggoro adalah seorang bahu lawean. Apa itu yang menjadikan paklek dan bu Anggoro menjalin hubungan secara diam-diam. Tapi pendapatku berbeda dengan pendapat Aryo dan Bima.

“Cerita tentang bu Anggoro seorang bahu lawean memang sudah bukan rahasia umum lagi mbak, menurut penglihatan saya pak Roni sendiri yang menginginkan bu Anggoro”
“Maksunya Bim?”
“Jadi, bukan bu Anggoro yang mengikat pak Roni tapi sebaliknya pak Ronilah yang mengikat bu Anggoro”

“Ya, Lita pernah liat bapak mengubur sesuatu disamping rumah”
“Sesuatu apa Lita?”
“Lita gak liat jelas mbak, seingat Lita bentuknya seperti gentong kecil yang ditutup kain berwarna merah”
“Kalau benar apa yang dikatakan Lita, kita harus mendapatkan benda itu dan memusnahkannya”

Malam ini aku,Lita,Aryo dan Bima berniat mengambil benda tersebut. Beruntungnya, malam ini paklek tidak pulang kerumah jadi kami leluasa untuk mencari keberadaan benda tersebut. Kami menggali tempat dimana Lita sempat melihat paklek mengubur barang tersebut, setelah mendapatkan barang tersebut aku meminta Lita untuk tidur dirumah dan menjaga bulek.

“Benda apa itu Maya?”
“Maya juga gak tau buk”
“Kita gak bisa memusnahkan benda ini sendiri mbak, ilmu Aryo dan Bima belum sampai ke tahap ini”
“Terus kita harus gimana?”
“Tapi Bima dan Aryo sudah memikirkan hal ini, malam ini juga Bima dan Aryo akan pergi kerumah seseorang yang pastinya bisa membantu kita”
“Lebih tepatnya beliau adalah guru kami”
“Apa aku perlu ikut?”
“Tidak usah mbak, mbak Maya disini saja nemenin ibu dan Lita kalau ada apa-apa langsung kabarin kita”
“Iya mbak ini mbak Maya pegang handphone Aryo biar kalau ada apa-apa mbak Maya bisa langsung ngabarin kami”
“Bima juga udah kirim pesan ke Lita untuk sementara waktu Lita, ibu dan adek-adeknya untuk tinggal bersama ibu dan mbak Maya dulu”
“Paling sebentar lagi Lita sampai, tadi katanya udah dijalan”

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang