Part 30 : Pernikahanku

95 14 0
                                    

Aku baru sampai kerumah setelah selesai mengantar Fara pindahan di kos yang baru. Walaupun kos bu Danastri sudah aman namun Fara tetap kekeh untuk pindah, keputusan Fara memang ada benarnya lagi pula mengantisipasi apa salahnya.

“Paman?” Aku kaget karena melihat paman tak lupa aku pun menyalaminya membuat paman menaroh kembali gelas kopi yang akan beliau minum
“Kapan datang?”
“Baru saja” Paman menerima uluran tanganku, ada sesuatu yang aneh disini lima pasang mata menatap kearahku sembari tersenyum, aku jadi salah tingkah sendiri.

“Ada apa to kok ngeliatin Maya sampe sebegitunya” Protesku
“Kenapa mbak sampean salting to di liatin cowok ganteng” Sahut Aryo
“Sopo sing ganteng?”(Siapa yang ganteng?)
“Sudah ndok kamu bersihin diri kamu dulu ada yang kepingin pamanmu sampaikan” ucap ibu
“cieeee cieee hahaha” Ledekan Aryo semakin membuatku penasaran dan bertambah malu, entah aku malu karena apa tapi aku malu saja. Mas Guntur pun sedari tadi hanya terdiam, namun sesekali mencuri pandang melihatku sembari tersenyum. Aku mencoba menunjukkan ekspresi wajah bertanya pada nya apa yang sebenarnya terjadi, namun mas Guntur malah menunjukkan eksprei yang membuatku semakin dipermainkan. Aku yang kesal memutuskan untuk bebersih dan mengganti pakaianku yang sudah bau terik matahari.

Selesai dengan aktifitasku aku kembali keruang tamu menemui yang lain yang tengah asik mengobrol.
“Sini ndok duduk sini”
“Inggih buk” Tawa mereka seketika terhenti, hening dan raut wajah mas Guntur berubah menegang. Paman menyesap rokoknya dalam dan menghembuskannya kembali membuat asap melayang-layang diuadara. Paman mulai berbicara dan kami mendengarkan dengan seksama, kulirik sekali lagi wajah mas Guntur yang masih tegang namun ia berusaha menutupinya.

“Paman Cuma mau nyampein apa yang jadi uneg-uneg mas mu ndok”
“Uneg-uneg? Memangnya Maya punya salah to?”
“Dengerin dulu to ndok pamanmu belum selesai bicara” Aku pun mengangguk
“Mas mu sudah ceritain semuanya ke paman dan mas mu punya kepinginan buat melamar kamu, bukan begitu Guntur?”
“Inggih paman” Aku kaget mendengar penuturan paman, aku gak nyangka akan secepat ini. Perasaanku campur aduk antara kaget tapi seneng, seneng karena aku akan menjadi istri mas Guntur sesuatu yang selalu aku bayangkan setiap hari sebelum tidur. Aku menunduk malu, aku yakin wajahku sudah memerah.

“Lho kok ndak dijawab, gimana lamaran mas Guntur diterima apa ndak?” Ucap paman sekali lagi
“Maaf ya dek Maya, mas melamarmu tanpa membawa apapun mas tidak bisa mewujudkan impianmu” Tampak penyesalan diwajah mas Guntur, aku tak memikirkan hal itu aku tau mas Guntur bukan ndak mampu memberikan seserahan layaknya orang lamaran pada umumnya. Mas Guntur pria yang sederhana tanpa itu semua aku yakin dia akan senantiasa bertanggungjawab atas hidupku setelah menikah dengannya.

“Mas hanya bisa memberikan ini untukmu, cincin ini adalah cincin mendiang ibukku yang dulu diberikan oleh mendiang ayahku sebagai bukti cinta ayahku kepada ibukku” Ku yakinkan hatiku bahwa aku siap menjadi istri mas Guntur Bismillahirrahmanirrahim ucapku dalam hati dan dengan lantang ku jawab "iya mas aku mau"

"Alhamdulillah" serentak diucapkan semua yang hadir, semua nampak bahagia aku pun tak kuasa menahan air mata kebahagiaan ku, walaupun aku tau jadi istri mas Guntur tidaklah mudah, karena pasti aku akan sering ditinggal jika mas Guntur sedang menjalankan tugasnya.

Selang sebulan hari yang kunanti tiba, hari dimana janji itu suci mas Guntur ucapkan di depan penghulu. Tak ada yang istimewa dari acara pernikahan ku semua sangat sederhana. Pernikahanku pun tidak dihadiri banyak orang hanya orang-orang terdekatku. Paman menjadi wali mas Guntur sedangkan pak RT menjadi waliku.

Orangtua mas Guntur sudah lama meninggal, ibu mas Guntur meninggal saat melahirkan mas Guntur sedangkan ayahnya meninggal saat membantu sebuah desa dikaki gunung sana.

Alhamdulillah kini aku sudah sah menjadi istri mas Guntur. Kini aku tak lagi tidur bersama ibuk tapi bersama suamiku. Saat tengah malam aku mendengar suara gemerecak seperti sebuah roda dan langkah kaki kuda,  juga musik gamelan. Seperti ada iring-iringan batinku.

Semakin lama suaranya semakin dekat seperti mengarah ke rumahku. Tapi siapa malam-malam begini mengadakan uring-uringan. Rasa penasaran membuatku bangun dan hendak melihat ada apa diluar.

Aku menyibakkan kain penutup jendela, ku edarkan pandanganku kesekeliling jalan tapi tak ada apapun disana, sepi, gelap yang ada.

"Apa perasaanku saja?" Karena tak mendapati apapun disana aku pun berniat kembali ke kamarku, tapi saat aku hendak ke kamarku suara kereta kencana dan gamelan kembali ku dengar.

Aku mengurungkan niatku untuk pergi , kali ini aku membuka pintu namun tetap saja tak ada apapun di luar. Aku pun memutuskan untuk menyudahi rasa penasaran ku namun saat hendak kembali tiba-tiba saja kaki ku terasa berat seperti ada sesuatu yang menahan kakiku. Aku memanggil ibu dan mas Guntur namun tak ada jawaban dari mereka.

Aku terus berusaha memanggil dan menggerakkan tubuhku, namun semua sia-sia. Tubuhku malah semakin terasa kaku dan berat. Aku pun sadar jika dari tadi tak ada suara yang keluar dari mulutku. Aku mulai panik dan ketakutan kulantunkan doa dalam hatiku berkali-kali berharap ini semua hanya mimpi.

Tidak ini bukanlah mimpi aku bisa mendengar dengan dengan jelas suara kereta kencana bahkan sekarang aku melihatnya kereta itu mendekat ke arahku.

Seorang wanita turun dari kereta kencana memakai mahkota dikepalanya bak ratu kerajaan. Wanita itu tersenyum kearah ku, menghempaskan selendangnya kewajahku dan saat itu tubuhku kembali normal.

"Kau kah Candramaya?" Aku mengangguk, suaranya sangat lembut dan menenangkan. Gerakan tubuhnya sangat anggun dan gemulai.

"Ka-kamu siapa?" Tanya ku terbata, entah mengapa auranya membuatku begitu segan padanya.

Salah satu pengawalnya memberikanku sebuah kotak dengan ukiran khas kerajaan.
"A-apa ini?"
"Hadiah untuk pernikahan mu"
"Tidak usah repot-repot, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Wanita itu tersenyum kearah ku
"Tunjukkan selendang itu pada mas Guntur"
"Kau mengenal suamiku?" Tak ada jawaban hanya senyuman yang ia lemparkan padaku dan pergi begitu saja. Aku pun tak berniat untuk mencegahnya.

Aku terbangun saat adzan subuh berkumandang begitu juga mas Guntur yang sudah lebih dulu bangun. Seketika aku teringat kejadian tadi malam.
"Loh kok malah bengong, nanti subuhnya keburu ilang"
"I-iya mas" Aku bergegas kebelakang untuk mengambil air wudhu dan menunaikan tugasku sebagai makhluk ciptaannya.

Aku masih duduk di pinggir kasur, mengingat apa yang terjadi. Apa yang kualami hanya mimpi??? tapi kotak itu?? kotak itu benar adanya. Aku mengambil kotak itu dan membukanya, benar isinya sebuah selendang.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang