Part 33 : Si Kecil Yana

91 15 1
                                    

Ada kalanya kita harus berhati-hati dalam berucap, tak ada yang tidak mungkin saat ucapan kita melukai hati dan persaan orang lain. Mas Guntur sudah bersiap untuk pergi menemani pak Wiranto menemui rekan bisnisnya. Tak berselang lama pak Wiranto pun datang dengan mobil berwarna hitam.
“Dek aku berangkat dulu ya , kamu hati-hati dirumah”
“Iya mas” Mas Guntur pun pergi bersama pak Wiranto

Sudut pandang Mas Guntur

Selama hampir tiga puluh menit kami hanya saling diam dan menatap kearah jalan. Aku mencoba memecah ketegangan diantara kami, dengan membuka obrolan terlebih dahulu.
“Bagaimana pak keadaan Yana?”
“Ehhh maaf mas, itu alhamdullah Yana sudah lebih tenang dari sebelumnya”
“Alhamdullah kalau gitu pak”
“I-iya mas” Hanya sebatas itu obrolan kami, karena aku merasakan pak Wiranto sedang tidak nyaman.
Sebelumnya pak Wiranto sudah menghubungi rekan bisnisnya untuk bertemu dan beliau menyetujui permintaan pak Wiranto, namun beliau ingin ditemui dirumahnya.

Setelah sampai dirumahnya aku bisa merasakan kegelisahan dan ketakutan yang dirasakan pak Wiranto. Rumah yang lebih besar dari rumah pak Wiranto namun ada satu hal yang membuatku sedikit tidak nyaman. Rumah ini bukan rumah orang biasa, rumah ini banyak dijaga oleh dedemit. Aku memasang pelindung untuk kami berdua, karena aku tidak yakin mampu jika harus melawan semua demit yang dimiliki rekan bisnis pak Wiranto.

Kami dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu yang cukup besar, di setiap dindingnya terdapat lukisan-lukisan abstrak. Tidak, setelah kuamati sekali lagi lukisan itu berbentuk seperti butho(raksasa dalam pewayangan).

Mataku terkesiap saat seseorang berjalan kearah kami, dengan tangan digendong kebelakang serta baju bescape dan jarik kainnya.
“Aku rak nyono nek awakmu nganti teko ning gubug ku “(Aku tidak menyangka jika kamu sampai datang ke rumahku)
“Mas Karjo aku…”
“Uwes-uwes nyante ndisik aku wes ngerti maksudmu teko mrene. Lha iki sopo?”(Sudah-sudah santai dulu aku sudah tau maksud kedatanganmu. Ini siapa?”
“Oh iya ini keponakan sahabatku, namanya Guntur”
“Emmm, aku tidak menyangka kamu punya kenalan orang sehebat dia” Entah mengapa semakin lama aku semakin merasa tidak nyaman berada di dekat pak Karjo. Aku merasakan ada benturan energiku dan energi yang di munculkan dari pak Karjo.

“Tenan mas ndak usah tegang begitu, sesame orang yang memiliki kemampuan sudah pasti hal ini akan terjadi” Ucap pak Karjo padaku dan aku pun hanya membalasnya dengan anggukan.
“Wira, apa yang ingin kau tanyakan padaku? Apa soal putrimu?” Pak Wiranto mengangguk
“Benar dugaanku, jadi kau menuduhku?”
“Bukan begitu mas, aku hanya...i-ingin memastikan kalau bukan jenengan pelakunya”
“Itu sama saja kau menuduhku Wira” Pak Karjo berkata dengan nada membentak hingga membuat aku dan pak Wiranto terkejut.

“Maafkan aku mas”
“Lagi pula orang yang kau bawa dihadapanku sekarang ini tidak ada apa-apanya untukku” Seketika aku tersentak mendengar ucapannya, rupanya dibalik kewibawaan pak Karjo tersirat keangkuhan dari perangainya.
“Maaf pak kedatangan kami disini bermaksud baik, kami hanya ingin mencari tau pengirim makhluk yang sekarang ada ditubuh Yana”
“Untuk apa?”
“Mas tolong mas lepaskan putriku mas, kau pun seorang ayah kau pasti tau apa yang aku rasakan sekarang” Pak Wiranto melipat tangannya memohon dihadapan pak Karjo
“Karena aku seorang ayah jadi aku tak akan melakukan hal se keji itu Wira”
“Ma-maksud mas?”
“Apa kau berfikir jika makhluk itu adalah aku yang mengirimnya?” Pak Wiranto mengangguk
“Aku memang merasa terhina saat kau menolak bekerjasama denganku, tapi aku tidak akan menyerang gadis kecil itu”
“Sudah lama kita saling mengenal, tidak kah kau mengenali perangaiku Wira??”

“Ayahhh” Gadis kecil berlari kearah pak Karjo, pak Karjo pun menyambutnya dengan hangat dan kecupan di kening gadis kecil itu.
“Oh ada om Wira, Yana mana om?” Gadis kecil itu menyalami tangan pak Wiranto dan tentunya tanganku sembari memperkenalkan namanya.
“Yana sedang sakit Ajeng”
“Ayah besok kita jengukin Yana ya kasian Yana, kemarin waktu Ajeng sakit Yana jengukin Ajeng bawain buah-buahan juga”
“Iya saying, sekarang kamu masuk dulu ya ayah masih ingin bicara dengan om Wira” Gadis kecil itu mengangguk dan berlari masuk kedalam dengan langkah cerianya.

“Kau lihat kan Wira, bagaimana Ajeng menyayangi Yana? Apakah aku tega melukainya?” Aku dan pak Wiranto hanya terdiam, aku pun tak menemukan kebohongan dari sorot mata pak Karjo.
“Ini hanya soal bisnis Wira, penolakanmu kuanggap hinaan untukku tapi aku tak akan melakukan hal yang kau tuduhkan padaku”
“Maafkan aku mas, aku sudah salah besar padamu”

Karena tak mendapatkan petunjuk, akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang. Pikiranku ikut kalud dengan permasalahan ini, adakah musuh lain yang tengah mengincar keluarga pak Wiranto atau apa yang dikatakan pak Karjo adalah kebohongan semata.

Pertanyaan itu timbul satu persatu di dalam otakku, tapi tetap saja berakhir dengan kebuntuan.
“Mas mau langsung saya antar pulang?” Tanya pak Wiranto yang mengagetkanku.
“Kalau boleh saya ingin bertemu Yana pak”
“Boleh mas, maaf ya mas saya malah merepotkan mas Guntur”
“Ahh saya belum membantu apa-apa pak. Tapi kalau boleh tau apakah ada yang bermasalah dengan bapak akhir-akhir ini selain pak Karjo”
“Sebenarnya ada mas, putra sulung saya Pangestu kami sempat cek cok beberapa hari lalu. Tapi gak mungkin kalau Pangestu tega menyakiti adiknya sendiri” Aku pun mulai berfikir lagi, karena tak ingin kejadian seperti tadi terulang kembali.

“Dari awal saya memang ragu mas kalau mas Karjo pelakunya, Meskipun mas Karjo seperti itu tapi kalau sudah berurusan dengan anak kecil semua kesangarannya hilang begitu saja”
“Kok bisa pak?” Tanya ku penasaran
“Jadi mas Karjo itu sejak dulu suka sekali dengan anak kecil, saat tahu istrinya hamil ia sangat senang sekali sampai-sampai ia mengadakan pesta sebulan penuh. Namun takdir berkata lain, ia harus kehilangan anak dan istrinya sekaligus saat rumahnya dimasuki perampok” Rasa penasaranku pun terjawab mengapa rumah pak Karjo banyak sekali penjaganya.
“Lalu Ajeng?”
“Setelah kejadian itu, mas Karjo menikah lagi namun ternyata takdir tak berpihak lagi padanya istri keduanya mandul. Ajeng adalah anak dari buah cintanya dari istrinya yang kedua belas hahaha banyak bukan?” Aku pun tercengang mendengar cerita pak Wiranto.

“Walaupun Karjo tak segan menghancurkan lawan bisnisnya atau musuhnya tapi ia takan teka menyakiti anak kecil” Dari sini aku semakin merubah pikiran burukku mengenai pak Karjo. Mungkin apa yang menjadi pelindungnya tidak bisa dijadikan acuan kalu dia adalah pelakunya. Lalu siapa sebenarnya dalang dibalik semua ini?Apakah Yana bisa diselamatkan dan terlepas dari makhluk mengerikan itu.



CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang