Setelah kepindahanku ke kota ini kejadian demi kejadian diluar nalar kualami. Aku merenung sambil merebahkan tubuhku diatas kasur kapuk, pandanganku mengarah kelangit-langit atap rumahku. Celah-celah kecil dari lubang genting membuat cahaya siang hari masuk ke dalam rumahku. Lamunanku buyar saat sesosok wajah melintas di pikiranku. Wajah bu Anggoro, bukan melainkan wajah yang sama persis yang ada dilukisan yang kulihat saat dirumah bu Anggoro.
Aku beranjak kedapur untuk mengambil segelas air, saat akan menuang air dari kendi tiba-tiba aku merasakan udara dingin berhembus di sekitar tengkuk leherku. Aku mencoba mengabaikannya dan meminum air yang sudah kutuang dalam gelas. Namun tiba-tiba terdengar benda jatuh yang sontak membuatku tersedak.
Aku memungut gelas yang jatuh, namun aku merasakan sesuatu sedang menatap kearahku. Aku membanca ayat-ayat sebisaku, namun perasaan itu tak kunjung hilang. Entah mengapa rumah ini terasa sangat berbeda, intensitas cahaya yang biasanya menembus celah-celah rumah juga tidak ada. Aku meraih sakelar lampu, tapi saat kunyalakan taka da satu pun lampu rumah yang menyala. Aku kembali ke kamar ku dan mengambil ponselku, ku hubungi Desi untuk menjemputku. Aku menunggu Desi di luar rumah karena jujur saja aku merasa takut.
Sudah hampir satu minggu aku dirumah sendiri karena ibuku pulang kampong untuk menengok rumah dan ladang kami yang ada dikampung. Aku memang tidak ikut karena aku masih bekerja di pabrik kayu. Cukup lama aku menunggu Desi hingga akhirnya Desi sampai.
“May, kamu ngapain nunggu diluar?”
“Gak apa-apa Des,boleh gak aku nginep dirumah mu beberapa hari”
“Emangnya ada apa May?”
“Boleh gak?”
“Boleh kok, ayo naik”Aku mengunci pintu rumahku dan segera naik keatas motor milik Desi. Sepanjang perjalanan perasaanku sangat gelisah. Aku tau sesekali Desi melirikku lewat kaca spion motornya.
“Kenapa Des?” Tanya ku panik tiba-tiba saja Desi mengerem motor Astreanya
“Ada mang Iduy kita makan ketoprak dulu yuk, kebetulan aku laper”
“Ihhh kamu ini kirain kenapa”
“Mang ketopraknya dua ya”
“Iya Neng pedes gak?”
“Pedes semua mang”“May, kamu kenapa sih kayak ketakutan gitu?” Aku mengedarkan pandanganku sebelum mulai bercerita
“Des, aku ngalamin kejadian aneh dirumah waktu aku ngambil air di dapur. Kayak ada yang ngeliatin aku tapi aku gak bisa liat sosoknya”
“Ahhh serius kamu May”
“Kalau aku becanda ngapain aku sampai nginep dirumah kamu segala”
“Ini neng ketopraknya”
“Makasih ya mang”
“Iya sami-sami neng, oiya maaf neng kalo mang Iduy lancang neng yang ini namanya siapa?”
“Saya Candramaya mang, tapi biasanya dipanggil Maya”
“Ohhh neng Maya” Ekspresi wajah mang Iduy terlihat gelisah saat melihat kearahku
“Ada apa mang?”
“Gak apa-apa neng, jangan lupa berdoa ya neng biar gak diganggu. Mangga dimakan ketopraknya” Mang Iduy segera kembali ke gerobaknya, namun aku tahu jika mang Iduy sesekali melihat kearahku.
“Udah May jangan terlalu dipikirin kita makan dulu”Selesai makan kami pun membayar makanan kami dan melanjutkan perjalanan kami kerumah Desi. Tapi lagi-lagi mang Iduy memanggilku.
“Neng Maya”
“Iya mang, uangnya kurang ya?”
“Bukan neng, mamang mau ngasih ini” Mang Iduy menyerahkan lipatan kertas berbentuk segitiga
“Inia pa mang?”
“Simpan saja siapa tau neng Maya butuh, terkadang kita memang tidak bisa membaca maksud dan tujuan mereka. Tapi semoga maksud mereka baik”
“Yang mang Iduy maksud siapa ya mang?”
“Lebih baik kalian segera pulang kerumah sebentar lagi gelap, jangan keluar rumah malam-malam dulu ya neng”
“Yuk May, bener kata mang Iduy udah mau gelap takutnya kemaleman sampai rumahnya” Aku dan Desi kembali melanjutkan perjalanan, namun aku merasakan ada yang berbeda dari ucapan mang Iduy padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRAMAYA STORY
Gizem / GerilimApa yang tertulis di cerita ini adalah kumpulan cerita atau pengalaman dari seorang wanita bernama Candramaya.