Part 26 : Wanita Penunggu Pohon Nangka

112 12 0
                                    

Mungkin kisah kali ini sedikit berbeda karena yang akan aku ceritain kali ini adalah kisah dari seseorang yang aku temui saat aku dan Desi sedang mengunjungi Elis beberapa waktu lalu.

Pagi itu Desi memintaku untuk menemaninya kerumah Elis, karena apa yang telah Elis lakukan Desi merasa hutang budi kepada Elis. Saat kami bertiga tengah asik berbincang tiba-tiba ada seorang gadis yang menyeret kopernya dan menanyakan satu alamat kepada kami. Dengan senang hati kami memberitahu alamat yang ditanyakan oleh gadis tersebut.

Tak banyak perbincangan diantara kami hanya sebatas gadis itu bertanya alamat dan kami memberitahu alamat tersebut, dan setelahnya gadis itu pun pergi sesuai arah yang kami tunjukkan. Tujuan gadis itu adalah kos milik bu Danastri, kos milik bu Danastri memang menjadi alternatif bagi anak-anak kuliah yang keuangannya pas-pasan. Meskipun harga kos bu Danastri terbilang murah namun kos nya sangat bersih dan terawat, makanya anak-anak yang kos disana betah sampai ada yang sudah lulus kuliah dan sudah bekerja tetap kos disana.

Sedikit cerita soal bu Danastri, ia seorang janda baru tahun lalu suaminya meninggal karena sakit yang diderita. Bu Danastri merupakan orang yang bisa dibilang berada karena suaminya seorang pegawai negeri sipil. Anak-anak bu Danastri juga sudah menjadi orang-orang sukses diperantauan dan ada yang sudah menikah dan ikut suaminya di luar kota.

Karena merasa kesepian bu Danastri akhirnya memilih mengubah rumahnya menjadi kos-kosan dan bu Danastri sendiri tinggal di rumah anak bungsunya. Hanya sesekali bu Danastri datang ke kos jika ada anak baru yang kos atau sekedar menengoki anak-anak kosnya.

Sebenarnya tak ada yang aneh dari kos-kosan bu Danastri, anak-anak kos pun ramah-ramah kecuali satu orang yang sedikit tertutup dan jarang bergaul dengan yang lain , tapi dari anak-anak yang lain aku tau namanya adalah mbak Hanum.

Sudut pandang Fara

Oh iya sebelum mulai kenalin nama aku Faranisa Adelia Larina tapi aku lebih suka dipanggil Fara. Aku pindah ke kota ini karena aku melanjutkan study ku di salah satu universitas di kota ini, aku mengambil jurusan komunikasi. Awal kepindahanku di kota ini tak ada yang aneh semua berjalan sebagaimana mestinya, aku kuliah dari jam 07:00 pagi sampai  jam 16:00 sore, tapi karena waktu itu ada satu mata kuliah yang mengharuskanku pulang lebih larut dari biasanya jadi aku sampe kos sekitar pukul 20:00 malam.

Masing-masing anak kos memegang kunci gerbang, karena menghindari hal-hal yang tidak diinginkan jadi pintu gerbang selalu dikunci. Saat aku akan masuk kedalam kamar kos ku, aku seperti mendengar suara seseorang tengah bersenandung lirih sampai aku harus menajamkan pendengaranku untuk meyakinkan bahwa yang aku dengar benar-benar suara manusia.

Semakin lama suara itu semakin terdengar namun bukan lagi orang bersenandung tapi berganti menjadi tangisan. Waktu itu tak ada pikiran aneh-aneh diotakku, aku segera mencari sumber suara itu dan mataku dibuat melongo saat aku melihat mbak Hanum sedang berdiri dibawah pohon nangka dengan rambut acak-acakan serta wajahnya yang pucat.

“Mbak, mbak Hanum ngapain disini?” Tanyaku yang panik melihat kondisi mbak Hanum tanpa alas kaki dan wajahnya yang sudah pucat, ia terus menangis meski aku mencoba menenangkannya.
“Mbak aku antar masuk yuk” Aku memapah mbak Hanum kembali kekamarnya, namun saat aku hendak membuka pintu kamar mbak Hanum pintu kamarnya seperti terkunci dari dalam. Aku mencoba mendobrak-dobark pintu kamar mbak Hanum. Dan aku terkejut saat seseorang membuka pintu kamar mbak Hanum.

“Mbak Hanum?” Aku terkejut saat orang yang membuka pintu adalah mbak Hanum, aku reflek menoleh kesampingku tempat mbak Hanum yang tadi kutemui berdiri namun tak ada siapapun disampingku.
“Kamu ini kenapa?”
“Ta-tadi a-aku mmmm” Entah kenapa bibirku terasa kaku dan sulit untuk berbicara. Dan penghuni kos lainnya keluar dari kamar mereka karena mendengar kegaduhan yang aku buat.

“Hanum, Fara kalian kenapa?” Tanya mbak Yuli yang saat itu menghampiriku
“Bawa pergi anak gak jelas ini” Ucap mbak Hanum dingin ”BRAKKKK” Sembari menutup kasar pintu kamarnya. Aku masih terdiam tanpa bisa mengucap sepatah kata pun hanya air mata dan keringat dingin yang terus mengalir.
Mbak Yuli dan mbak Eka membawaku ke kamarku, mbak Yuli mencoba menenangkanku yang masih terlihat shock. Mbak Eka pergi keluar dan setelahnya datang dengan membawakanku segelas teh hangat.

“Fara, istigfar Fara” Aku mengucap istigfar berkali-kali dalam hatiku karena bibirku masih terasa kaku, hingga saat bibirku bisa kembali kugerakkan aku menangis sejadi-jadinya dipelukan mbak Yuli. Aku masih belum siap untuk menceritakan apa yang barusan kualami aku masih sangat-sangat shock.

Untung saja mbak Yuli berbaik hati menemaniku tidur dikamarku malam ini. Tepat tengah malam aku merasakan kepalaku sangat sakit tak hanya kepalaku bahkan seluruh tubuhku dan pagi harinya aku demam. Aku bersyukur sekali ada mbak Yuli yang berbaik hati merawatku.
“Mbak Yuli, maafin aku jadi ngerepotin”
“Gak apa-apa lagian dosenku gak masuk hari ini”
“Makasih ya mbak udah ngerawat aku”
“Kamu ini, santai aja kita sama-sama perantau disini. Hmmmm sebenarnya kamu kenapa?”
“Jadi semalam saat aku pulang aku ngeliat..” Seseorang mengetuk pintu kamarku
“Iya sebentar” Mbak Yuli segera membukakan pintu, dan aku bisa melihat orang itu adalah mbak Hanum. Aku bisa melihat tatapan matanya mengarah kepadaku, aku menundukkan kepalaku mencoba menghindari tatapan mbak Hanum.

“Mbak Hanum ya mbak?”
“Iya, tadi pagi aku nitip makan sama Hanum aku gak tega mau ninggal kamu”
“Ohhh gitu” Jujur aku merasa gak enak hati sama mbak Hanum
“Kamu kenapa?”
“Mbak Hanum masih marah gak ya mbak sama aku?”
“Enggak kok, tadi dia juga nanyain keadaan kamu. Kamu gak perlu khawatir meskipun Hanum tertutup tapi sebenarnya dia baik kok. Yaudah ini dimakan dulu”

Aku memaksakan memakan nasi pemberian mbak Yuli walaupun hanya beberapa suap karena mulutku masih terasa pahit.
“Far, kamu udah enakan?”
“Udah mbak”
“Kalo aku tinggal sebentar gak apa-apa?”
“Gak apa-apa kok mbak”
“Aku ada perlu sebentar nanti kalau ada apa-apa minta tolong yang lain ya, Hanum juga kayaknya dirumah paling Eka bentar lagi juga pulang tadi aku juga udah nitipin kamu ke Eka”
“Makasih banyak lho mbak, Fara jadi gak enak”
“Kamu ini, yaudah aku pergi dulu”
“Hati-hati ya mbak”

Setelah mbak Yuni pamit pergi tinggal aku sendirian di kamar dan lama-lama aku merasa bosan. Badanku juga sakit-sakit karena seharian tiduran dikasur, aku pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran kos. Namun saat aku melihat pohon nangka itu aku merasa ada sesuatu yang seolah-oleh memintaku untuk mendekati pohon nangka itu.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang