Part 17 : Kutukan Sang Penari

119 14 0
                                    

Tarian penari itupun semakin menjadi-jadi mengikuti alunan musik gamelan yang mengalun semakin tak tentu, penari itupun meliak-liukkan tubuhnya dan terkadang menunjukkan senyum yang mengerikan. Tatapan penari itu pun tajam, menatap kearah pak Suminto.

Hal tak terduga terjadi saat warga yang menyaksikan mulai ikut menari dan mulai menggerakkan tubuhnya mengikuti gerakan penari itu. Bunyi gemetak dari tulang-tulang warga yang patah karena tarian mereka terdengar mengilukan.

Warga yang lain, mencoba membantu para warga yang terkena kutukan untuk berhenti namun bukannya berhenti warga yang membantu malah ikut terkena kutukan. Seolah puas penari itu pun tertawa, dengan suara yang menakutkan.
“Khe..kheeeee…kheeee”
“Hentikan Sekar” Teriak pak Suminto yang terlihat panik, dan penari itu pun berhenti seraya tersenyum kearah pak Suminto.
“Apa maksud ini semua Sekar?”
“Ini belum seberapa jika dibandingkan dengan perbuatan kejimu, Suminto” Ucap Sekar dengan penuh amarah

“Apa yang akan kau lakukan Sekar?”
“Kau nikmati saja semuanya, desa ini sudah terkena kutukan dan itu karena pemimpin tak beradab sepertimu”
“Hentikan semua ini, aku minta maaf Sekar”
“Semua sudah terlambat Suminto, seluruh warga desamu harus menanggung akibat atas perbuatanmu”

Alunan gamelan terdengar kembali namun mengalun sangat pelan dan Sekar pun menghilang di kegelapan sisi hutan. Pak Galuh menghampiri pak Suminto untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga desa Rogojati terkena kutukan. Dan warga yang terluka dikumpulkan di balai desa untuk diobati. Warga yang terkena kutukan terus merintih kesakitan, tak hanya patah namun tulang-tulang mereka remuk.

“Maaf pak Suminto jika saya lancang, apa yang sebenarnya terjadi hingga Sekar menuntut balas kepada warga desa”
“Ini bukan urusanmu lagi Galuh, sebaiknya kau urus saja keluargamu agar bisa selamat dari kutukan ini”

Pak Galuh tau pasti ada sesuatu yang disembunyikan pak Suminto, namun ia tak bisa bertanya lebih. Hingga pak Galuh memutuskan untuk membantu warga untuk mengurus para korban.
Tak sedikit pula warga yang memuntahkan darah hitam dan setelahnya menemui ajalnya. Hingga akhirnya pak Galuh mendatangkan seorang mantri untuk mengobati para warga. Namun pak Mantri pun tak bisa menolong banyak karena mereka sudah ditandai.

“Pak, bapak mau kebalai desa lagi?”
“Iya bu bapak harus bantu-bantu disana”
“Memangnya banyak korbannya pak?”
“Banyak buk, dan pak Mantri juga gak bisa menolong mereka. Ibu hati-hati ya dirumah jangan keluar rumah apapun yang terjadi, jangan biarkan Lana jauh dari ibuk. Dan jangan lupa berdoa ya bu, mohon perlindungan dari yang Esa”
“Iya pak, bapak juga hati-hati”
“Sebelum magrib bapak pulang buk, jaga rumah”
“Assallammualaikum”
“Waallaikumsalam”

Tengah malam pak Galuh terbangun dari tidurnya begitu pula istrinya.
“Pak suara itu lagi”
“Iya bu” Bu Galuh segerah mendekap tubuh puteranya sembari membaca doa-doa.

“Mas, tolong masssss” Teriak istri pak Suminto yang tengah menari ditengah desa mengikuti alunan gamelan.
“Buk, sadar buk lawan buk lawan” Teriak pak Suminto yang mencoba menahan tubuh istrinya yang mulai mematahkan tulang-tulangnya hingga bunyi KRETEKK…KRETEKKKK. Kepalanya berputar 360 derajat hingga membuat tulang lehernya patah begitu juga dengan anggota tubuh lainnya.
“Tolonggggggggg” Teriak pak Suminto, namun taka da satupun warga yang keluar rumah bahkan mereka mengunci pintu rumah mereka rapat-rapat.

Hingga suara ayam jantan berkokok dan sang batara surya mulai memunculkan sinarnya. Istri pak Suminto menghentikan tariannya dan dari mulutnya memuntahkan darah hitam kental berbau busuk. Dengan keadaan yang seperti itu tentu saja istri pak Suminto tak bisa diselamatkan. Warga yang telah mengetahui kebejatan pak Suminto dan anak buahnya terhadap Sekar, enggan membantu pak Suminto.

Pak Galuh pun tak bisa memaksa para warga untuk membantu memakamkan jenazah istri pak Suminto. Setelah kematian istrinya anak gadis pak Suminto , Mawarni mendadak demam tinggi dan matanya mendongak keatas. Terkadang Mawarni berteriak-teriak minta tolong seolah ada yang sedang menyakiti tubuhnya. Mawarni juga terus mengerang kesakitan, terutama di alat vitalnya.

Aku dan mas Guntur sudah diperjalanan ke desa Rogojati, aku memaksa ikut karena khawatir dengan keadaan ibu. Kalian tau kenapa aku hanya pergi berdua dengan mas Guntur? Jangan iri ya kaum jomblois heheh…mas Guntur sendiri yang menawarkan dirinya untuk menolong desa kelahiranku. Dalam perjalanan aku tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan ibukku. Satu-satunya harta berharga di dunia ini yang kumiliki. Untunglah perjalanan yang kami tempuh dengan bus tak ada kendala, setelahnya kami harus berjalan kurang lebih lima kilometer menuju desaku. Taka da ojeg ataupun angkutan umum, hanya dengan berjalan kaki satu-satunya cara menuju desaku. Untunglah sebelum gelap aku dan mas Guntur sudah sampai dirumahku.

“Maya, nak Guntur”
“Ibu baik-baik aja?” Tanya ku yang khawatir dengan keadaan ibuk
“Alhamdullah ibu baik Maya, tapi warga desa banyak yang meninggal dan sebagian masih ada yang dirawat di balai desa”
“Kalau begitu Guntur ijin kebalai desa sekarang ya bu”
“Kalian berdua istirahat dulu, ibu sudah masakin buat kalian pasti kalian lapar kan?”
“Iya mas Guntur jangan sampai kita bertarung dengan fisik yang lemah”

Aku dan mas Guntur membersihkan diri, dan menikmati masakan ibu. Setelah menunaikan kewajiban kami bertiga mendatangi balai desa Rogojati untuk melihat kondisi warga. Ibu memperkenalan aku dan mas Guntur kepada pak Galuh.

“Perkenalkan nama saya Galuh”
“Maya pak dan ini Guntur” Aku dan ibu membantu para warga sedangkan mas Guntur masih berbincang-bincang dengan pak Galuh.
“Maaf ya mas Guntur kami jadi merepotkan mas Guntur sampai jauh-jauh datang kemari”
“Tidak apa-apa pak menolong sesama itu sudah tugas kita sebagai manusia. Apa yang sebenarnya terjadi pak?”

Pak Galuh menceritakan semua yang dialami warga desa Rogojati beberapa hari ini sejak desa Rogojadi dipimpin oleh pak Suminto. Dan apa yang sudah pak Suminto lakukan kepada salah seorang penari dari desa sebelah hingga desa Rogojati mendapat kutukan.

“Penari itu selalu datang setiap tengah malam mas, dan akan pergi saat fajar tiba. Kedatangannya selalu diiringi dengan alunan musik gamelan dari sisi hutan yang menjadi perbatasan antara desa Rogojati dan desa Wulungsari. Tapi saya sendiri belum sepenuhnya tau apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh pak Suminto dan anak buahnya kepada penari itu”
“Hmmmmm, itu artinya malam ini kita harus berjaga-jaga pak, apakah bapak bisa mengantarkan saya kerumah pak Suminto?”
“Bisa mas mari saya antarkan”

Aku dan pak Galuh mendatangi rumah pak Suminto, saat menginjakkan kaki dirumah pak Suminto mas Guntur merasakan ada yang aneh. Ya, seseorang rupanya telah memagari rumah tersebut. Dan tentu saja bau kemenyan yang sangat menyengat.

Tak butuh waktu lama anak buah pak Suminto membukakan pintu, saat masuk kedalam rumah pak Suminto mas Guntur merasakan ilmu hitam yang sangat pekat juga banyaknya makhluk halus.
“Mas, hawanya ndak enak sekali dari tadi saya merinding terus”
“Jangan berhenti doa ya pak”

Pak Suminto keluar dari sebuah kamar bersama seorang pria yang berpakaian serba hitam dengan cincin-cincin giok menghiasi jari jemarinya. Juga kalung berbandul batu mustika merah yang terlihat mencolok. Dari pakaiannya saja sudah bisa ditebak bahwa pria itu adalah dukun.

“Ada apa kau kesini Galuh?” Ucap pak Suminto dengan nada ketus
“Aku kesini hanya ingin bersilaturahmu Minto, bagaimana keadaan Mawarni?”
“Tidak usah basa-basi Galuh apa kau ingin melawanku dengan membawa dia” Pak Suminto menunjuk kearah mas Guntur
“Maaf pak perkenalkan nama saya Guntur, maksud kedatangan saya kemari hanya ingin membantu warga desa Rogojati tada maksud lain”
“Tidak usah repot-repot, sudah ada orang yang akan melawan penari terkutuk itu. Dan orang itu adalah mbah Sarjo”
“Bocah ingusan sepertimu tidak akan bisa menyelesaikan masalah ini” Ucap dukun itu yang meremehkan mas Guntur.
“Baiklah kalau begitu, kami mohon pamit” ucap mas Guntur seramah mungkin

Mas Guntur dan pak Galuh meninggalkan rumah pak Suminto, bukan menyerah namun mas Guntur memilih cara lain untuk menolong warga desa. Karena pak Suminto sudah terpengaruh dan lebih percaya dengan mbah Sarjo.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang