Mas Guntur terjaga dari tidurnya, saat tepat tengah malam lantunan kidung jawa mulai terdengar.
Ana Kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
Luputa bilahi kabeh
Jin setan datan purun
Peneluhan tan ana wani
Niwah panggawe ala
Gunaning wong luput
Geni atemahan tirta
Maling adoh tan ana ngarah ing mami
Guna duduk pan sirnoArti bebas dari kidung tersebut kurang lebih sebagai berikut : Ada sebuah kidung doa permohonan di tengah malam, Yang menjadikan kuat selamat. Terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau mendekat. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat, guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku, segala bahaya akan lenyap.
Tak ada wujud yang nampak hanya suara kidungnya yang terdengar, namun suara itu yang membuat tidurku semakin nyenyak seolah ada sesuatu yang menjagaku dan bayiku.
Sampai akhirnya sebuah doa dilantunkan oleh mas Guntur dan sosok itu pun terlihat tengah duduk di sampingku sedang mengelus perutku.
"siapa kamu?" Sosok itu pun menoleh kearah mas Guntur dengan senyum menyeringai menunjukkan gigi-gigi ompongnya yang menghitam karena terkena nginang. Mas Guntur mencoba menjauhkanku dari sosok nenek tua itu.
"Ada apa mas" Tidurku pun terusik
"Maaf dek, aku gak bermaksud membangunkanmu"
"Lho, mas ini gimana toh kok gak bangunin aku dari tadi. Nyai maafin suami saya ya" Mas Guntur pun bingung melihat sikapku
"Mas, kamu kenapa? Beliau ini nyi Dasimah yang selama ini nemenin aku kalo mas lagi bertugas"
"Maaf nyi saya ndak tau" Mas Guntur menyalami tangan nyi Dasimah
"Gak apa-apa saya ndak tau kalau suami Maya sudah pulang jadi saya asal masuk saja"
"Saya buatkan minum dulu ya" Aku pun menuju dapur, sedangkan mas Guntur membantu nyi Dasimah untuk menuju ruang tamu.
"Maaf yo le, saya bikin kamu takut"
"Saya yang seharusnya berterimakasih nyai sudah mau repot-repot jagain Candramaya selama saya pergi"
"Hmmmmm, kalo bisa selama kehamilan istrimu jangan ditinggal pergi jauh dulu"
"Sebenarnya saya juga sudah ngerasa sesuatu nyi, tapi hati saya masih ragu"
"Aku hanya bisa menjaga anakmu dari demit-demit penunggu hutan yang ada disini, aku tidak bisa melindungi dari sosok utama yang menginginkan bayimu"
"Siapa nyi"
"Sosok yang memberi selendang pada istrimu"
"Selendang???" nyi Dasimah mengangguk
"Aku ingat, waktu itu Candramaya pernah bilang jika ada seseorang yang memberikan selendang padanya sebagai hadiah pernikahan kami, tapi aku tidak tau jika Candramaya masih menyimpannya"
"Selendang itu adalah pengikat antara dia dan istrimu"
"Maaf lama, silahkan diminum nyi" Aku meletakkan tiga gelas teh di meja
Nyi Dasimah meminum teh buatanku hingga tak tersisa, dan setelahnya beliau pamit pulang.
"Saya pamit ya ndok, sudah ada suamimu yang menjagamu kamu gak usah khawatir"
"Loh nyi kok buru-buru sekali, apa sebaiknya tidak menginap saja disini sudah larut malam loh" Aku melihat kearah mas Guntur yang sudah paham dengan maksudku.
"Iya nyi menginap saja disini biar saya yang tidur diruang tamu"
"Tidak usah repot-repot"
"Saya antar pulang ya nyi"
"Huuuussshhh sudah kamu jaga saja istrimu saya ini orangtua gak mungkin ada yang mau nyulik"
"Tapi nyi"
"Kamu inget ya ndok kandungan kamu ini masih sangat rentan jadi jangan banyak tingkah"
"Iya nyi" Aku pun pasrah dan hanya mengantar nyi Dasimah sampai depan rumah saja.
Keesokan harinya aku meminta mas Guntur untuk mengantarku kerumah nyi Dasimah. Kata beberapa warga yang sudah lama tinggal di desa ini rumah nyi Dasimah dekat dengan hutan. Nyi Dasimah dan mendiang suaminya adalah orang yang pertama kali tinggal di desa ini istilah jawanya (mbabat alas) sudah banyak warga yang membujuk agar beliau mau tinggal bersama warga atau pun pindah rumah agar jika terjadi sesuatu dengan beliau warga bisa segera membantu mengingat usianya sudah sangat sepuh, namun beliau tetap kekeh tinggal sendirian dirumahnya.
Sudah berkali-kali aku dan mas Guntur bergantian mengetuk pintu rumahnya namun nyi Dasimah tak kunjung membukakan pintu.
"Nyi...Nyi" Panggilku, namun tetap aja tak ada jawaban dari nyi Dasimah.
"Mungkin nyai lagi ada urusan, besok kita kesini lagi" Saat kami hendak kembali nyi Dasimah muncul dari arah belakang rumahnya.
"Lho ada tamu to rupanya"
"Mbah darimana?"
"Maaf yo nduk tadi mbah dari kampung sebelah bantu orang lahiran, mari masuk" Nyi Dasimah mempersilahkan kami masuk dan menyajikan teh hangat dan juga pisang yang beliau dapat dari desa sebelah.
"Nyi tadi Maya masak sayur bayem, sambel terasi sama tempe goreng"
"Wahhhh kok repot-repot to ndok"
"Ndak kok nyi Cuma lauk sekedarnya saja"
"Emmm ini itu udah istimewa sekali dulu kakung sangat suka kalo nyai masakin ini"
"Maya bantu siapin ya nyi"
"Yasudah kita makan bersama ya"
Kami menikmati sarapan pagi kita bersama, aku jadi teringat ibu di desa. Sejak aku menikah ibu memilih kembali ke desa karena ingin mengurus rumah dan ladang kami.
"Sudah biar nyai saja yang nyuci taro dibelakang saja" Aku membawa piring bekas kami makan ke dapur milik nyai. Walaupun kecil tapi rumah nyai sangatlah rapi dan juga bersih, pantas jika nyai tak ingin pindah dari sini.
"Le, kamu bawa ini"
"Apa ini nyi"
"Ini isinya merang padi" Nyi Dasimah memberikan bungkusan kain putih kepada mas Guntur.
"Menjelang tengah malam kamu bakar merang padi ini dibawah ranjang tempat tidurmu, bau dari bakaran merang padi ini bisa menyamarkan aroma wangi dari bayi yang ada di perut istrimu"
"Baik nyi terimakasih"
"Ojo kesel-kesel ndok"
"Ndak nyi ndak capek kok"
"Ini pisang nanti dibawa yo, disini ndak ada yang makan"
"Lho nanti nyai gimana"
"Berkat iki ndok"
"Iya nyi maturnuwun"
"Haruse nyai yang berterimakasih kalian sudah repot-repot bawain sarapan"
"Maya seneng nyi, besok Maya mampir lagi"
"Iya hati-hati ya pulangnya, jangan lupa basuh tangan, kaki dan wajahmu dulu sebelum masuk rumah"
"Iya nyi, assalammualaikum"
Kami pun pamit dari rumah nyi Dasimah dan kembali ke rumah, sepanjang jalan pulang kami bertegur sapa dengan warga yang kami temui dijalan. Alasan mengapa aku sangat suka tinggal disini adalah keramah-tamahan warga desanya meskipun akses menuju kota cukup jauh.
"Monggo bu"
"Ehhh mbak Maya,mas Guntur sudah pulang to" Sapa tetanggaku
"Alhamdullah sudah bu, mari"
"Aku senang sekali mas bisa jalan-jalan keliling kampung, tegur sapa dengan tetangga, menikmati segarnya udara pagi dan yang pasti karena ada kamu mas yang menemani" Pipi ku merona setelah mengatakan itu, untuk pertama kalinya aku berani mengungkapkan perasaanku kepada orang yang kini teah menjadi suamiku.
"Mas turunin" Aku terkejut saat mas Guntur menggendongku, membuat kami menjadi pusat perhatian warga yang perpapasan dengan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDRAMAYA STORY
Mystery / ThrillerApa yang tertulis di cerita ini adalah kumpulan cerita atau pengalaman dari seorang wanita bernama Candramaya.