Part 23 : Cinta di Atas 2050 mdpl

92 15 0
                                    

“Aryo bertahan”
“Bim, jaga mbak Maya dan Desi baik-baik, selamatkan mas Guntur kalian semua harus selamat” Setelahnya Aryo tak sadarkan diri
“Bim, Aryo Bim” Teriak Desi
“Sumber Air, kita harus segera menemukan sumber air itu sebelum racunnya semakin menyebar” Dengan sekuat tenaga Bima menggendong tubuh Aryo yang terkulai lemah, kami terus berjalan menyusuri hutan sampai seseorang yang kami kenal menghampiri kami.
“Mas Guntur?”
“Iya Maya, ini hanya sukmaku maafkan aku keputusanku membuat kalian harus bernasib seperti ini. Aku tidak bisa berlama-lama ragaku mulai melemah ikuti jalan setapak ini menuju kawah rendam tubuh Aryo disana” Sukma mas Guntur menghilang perlahan.

“Bim, kamu kuat?”
“Kuat mbak Bima gak mau sampe harus kehilangan sahabat absurd kayak Aryo” Kami menarik nafas dalam-dalam, benar penyesalan selalu datang di akhir dan sebelum penyesalan itu terjadi kami harus segera membawa Aryo ke kawah itu. Kami terus berjalan hingga akhirnya bau belerang semakin menyengat menusuk indra penciuman kami. Tapi itu artinya kawah semakin dekat, kami berjalan dan terus berjalan benar saja tak jauh dari jarak kami sekarang kami melihat sebuah kolam kecil.

“Bim, yakin ini air nya?”
“Bima juga gak tau mbak” Air itu bukan sewajarnya sumber mata air, airnya berwarna merah kehitam-hitaman dan baunya juga tidak seperti belerang melainkan bau amis seperti darah.
“Dicoba saja” Perlahan Bima memasukkan tubuh Aryo kedalam kolam air itu, tak taka da reaksi apapun yang terjadi pada Aryo. Kini kurasakan jantungku berdegup kencang, aku belum siap menerima hal buruk.

“Lihat…tubuh Aryo kembali semula” Ucap Desi yang membuat kami fokus memandangi tubuh Aryo, racun ditubuh Aryo seolah luntur setelahnya. Dan Aryo mendapatkan kembali kesadarannya.
“Cukkkk, banyu opo iki ambune jian badeg banget”(*umpatan kasar* air apa ini baunya gak enak sekali)
“Aryo” Kami bertiga berhamburan kearah Aryo
“Lho nopo mandeg rak sido ki pelukane?”(Lho kenapa berhenti gak jadi nih pelukannya)
“Ambumu badeg banget, wueeekkkk pengen muntah aku”(Baumu gak enak sekali, wuekkk mau muntah aku)

Ribuan ular menghampiri kami, namun kali ini kami sudah siap masing-masing ditangan kami sudah tergenggam garam pemberian mbah Noto dengan doa-doa yang kami bisa kami lemparkan garam itu hingga ular-ular itu mati. Dan setelahnya, Ratu ular itu datang bersama Naya gadis yang menghancurkan liburan kami.
“kowe kabeh kudu dadi pelayanku dadi genti ular-ularku kang wis kowe kabeh pateni”( Kalian semua harus jadi pelayanku sebagai ganti ular-ularku yang telah kalian bunuh)
“Hahaha kewanen” Ucap Aryo meledek
“Naya dimana mas Guntur?”
“Dia sudah menjadi milikku dan selamanya akan menjadi milikku”
“Untuk apa? Untuk kau jadikan tumbal agar kekasihmu bisa hidup lagi?”
“Jangan bodoh Naya kau hanya di tipu oleh siluman kadal itu, ehhh salah siluman ular maksudku”
“Naya bertaubatlah selagi belum terlambat, ikhlaskan kepergian kekasihmu Naya”
“Yang mati tidak akan pernah kembali Naya, jika benar siluman itu bisa menghidupkan kembali kekasihmu mengapa sampai saat ini jasadnya masih terbujur lemah Naya?” Keyakinan Naya mulai goyah saat memandang jasad kekasihnya yang masih terbujur lemah
“Kau meragukanku Naya?”
“Maaf ratu , aku bingung”
“Baiklah akan kutunjukkan padamu” Siluman ular itu mendekati jasad kekasih Naya dan membacakan beberapa mantra, hal yang mengejutkan terjadi jasad kekasih Naya bangkit.
“Mas Adi?” Naya yang sangat bahagia melihat kekasihnya hidup kembali menghampirinya dan memeluknya melepaskan semua kerinduannya.
“Wueeeekkkkkk” Bima tiba-tiba saja mengeluarkan semua isi perutnya
“Awakmu iki nopo Bim?”(Kamu ini kenapa Bim)
“Dia, bukan manusia YO, dia pocong yang wajahnya busuk dipenuhi belatung dan nanah” Naya yang mendengar ucapan Bima melepaskan pelukannya
“Aku kekasihmu Naya, aku Adi? Apa kau ragu Naya?”
“Benarkah kau mas Adi?”
“Apa yang harus aku lakukan agar kau yakin jika aku benar-benar kekasihmu?” Bima membaca sebuah doa ditangannya, dan mengusapkannya kewajah Naya, seketika Naya menjerit melihat wujud Asli yang menyerupai kekasihnya itu.

“Kau bukan mas Adi” Aryo segera menghadang saat pocong itu ingin mencelakai Naya.
“Brengsek, kalian telah menggagalkan semua rencanaku” Siluman itupun menyerang kearah kami dengan melibaskan ekornya kearah kami, untungnya kami dapat menghindar.
“Mbak Maya, mbak Desi kalian cari keberadaan mas Guntur aku yakin mas Guntur ada disekitar sini”
“Ikuti aku , aku tau mas Guntur ada dimana”
“Bima, Aryo kalian hati-hati” Disaat Aryo dan Bima melawan siluman itu, aku dan Desi mengikuti Naya untuk menyelamatkan mas Guntur.

“Itu, disana mas Guntur” Naya menunjuk kearah seseorang yang sedang bersemedi diatas batu dan dibawahnya terdapat ribuan ular yang siap menyesap darah mas Guntur.
“Garam, lemparkan garam ini Maya tubuh mas Guntur semakin lemah” Kami bertiga melemparkan sedikit demi sedikit garam yang telah kami bacakan sebuah doa. Ular-ular itu pun menggelepar saat garam-garam ini mengenai kulitnya.

“Terimakasih Maya, Desi”
“Sama-sama mas”
“Dimana Aryo dan Bima?”
“Mereka diluar, sedang melawan ratu siluman ular” Namun saat kami hendak keluar dari tempat itu, ada seekor ular yang menggigit kaki Naya dan Naya jatuh ke kolam ular-ular itu.
“Naya…”
“Kalian tidak usah memikirkanku, selamatkan diri kalian maafkan aku sudah berniat jahat terhadap kalian, sekarang aku sudah lebih ikhlas menerima semuanya. Terimakasih” Mas Guntur mencoba mencari cara untuk menyelamatkan Naya namun ular-ular itu menjadi lebih beringas dan garam ditangan kami telah habis. Kami bertiga hanya bisa mendoakan Naya.

Pertarungan Aryo dan Bima semakin sengit, namun Aryo dan Bima mendominasi pertandingan terlihat dari raut wajah ratu siluman ular yang terlihat kelelahan melawan serangan-serangan yang dihujamkan Aryo dan Bima. Bahkan beberapa kali serangan Aryo dan Bima membuat hantaman keras ditubuh ratu ular. Dengan sisa garam yang Aryo dan Bima genggam mereka berdua merapalkan sebuah doa dan bersama-sama melemparkan garam itu ketubuh ratu siluman ular yang dipenuhi luka.

Ratu siluman ular berteriak histeris dan menggelepar, tubuhnya terbakar sepenuhnya.
“Alhamdullah”
“Mas Guntur”
“Santai aku gak apa-apa”
“Itu lukanya gimana mas?”
“Ini cuma gigitan ular yang gak berbisa”
“Tapi untuk antisipasi mending mas Guntur nyebur juga di kolam itu, kadang yang kita anggap remeh ternyata hal besar lho. Sipa tau ular kecil itu juga punya bisa?”
“Gak sudi aku nyebur di kolam kayak gitu”
“Ancen sih ambune badeg banget”(Emang sih bau banget)
“Yo mesti wong kui banyu getih”(Ya pasti orang itu air darah)
“Hahhh darah siapa mas?”
“Darah tumbal laki-laki yang ditumbalkan Naya”
“Aisshhhh jian gilani, ngene iki aku kudu adus kembang tujuh rupa”
“Nopo gak sekalian kembang setaman”
“Boleh juga tuh” Wajah ketegangan kami pun sedikit memudar setelah semuanya sudah selesai.

“Ngomong-ngomong Naya dimana?”
“Kami gak bisa nolong Naya saat dia jatuh ke kolam yang dipenuhi ular”
“Wallah jane cahe ayu lho ning kok pekok”(Sebenarnya orangnya cantic lho tapi saying oon)
“Husssttt mulutmu ndak baik ngatain orang yang sudah meninggal”

“Terus kita mau lanjut summit sampe puncak apa enggak?”
“Kita turun aja amas, lagian kondisi mas Guntur juga lemah”
“Emmm, kamu gimana Yo, Bim?”
“Kita mah ngikut aja mas summit ayok turun juga ayok, ya gak Bim”
“Kamu gimana May”
“Emmmm”
“Kita lanjut summit sampai puncak kasian dua gadis ini jauh-jauh naik gunung malah ketemunya demit”

Kami melanjutkan perjalanan dengan sisa tenaga yang kami miliki dan dengan perbekalan yang seadanya. Untunglah saat kami telah sampai puncak sang batara surya menyambut kehadiran kami dengan sinarnya yang menghangatkan.
“May sini”
“Iya mas”
“Gimana kapok gak naik gunung?”
“Enggak mas ternyata liat matahari terbit dari atas gunung emang indah”
“Kamu juga indah May” Aku tersipu malu dengan apa yang diucapkan mas Guntur tapi tak sampai disitu kalimat mas Guntur berikutnya membuatku lebih lebih dan lebih senang terkejut bercampur senang.
“Candramaya, maukah kamu menemani setiap kisah perjalananku hingga maut memisahkan?” Aku mengangguk pelan menandakan aku mau, ingin rasanya aku teriak IYA MAS AKU MAU BANGET, tapi aku menahan diriku untuk bersikap sebiasa mungkin. Aku dan mas Guntur pun saling memeluk satu sama lain, ditemani hangatnya sinar matahari terbit.

“Cieeeeee, akhirnya pecah telur”
“Kata-katanya itu lho rak nguati nganti atiku melu mleyat mleyot” ucap Aryo meledek , Aku dan mas Guntur hanya membalas mereka dengan senyuman malu bercampur bahagia.

Note : Maaf ya kalau endingnya kurang so sweet, gak sesuai harapan kalian. Maaf kalau ada typo atau kata-kata yang kurang pas, menyinggung atau merugikan. Ini hanya cerita fiktif belaka yang ditulis penulis. Jadi untuk tempat ataupun lokasi-lokasi diatas hanyalah sebagai media saja. Mohon cerita ini bisa diterima dan disikapi dengan baik. Terimakasih jangan lupa follow biar dapat notif kalau aku update part baru. Bantu vote dan like juga ya terimakasih semuanya see you di kisah candramaya selanjutnya.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang