Part 22 : Cinta di Atas 2050 mdpl

87 12 0
                                    

“Mbah siapa gadis itu sebenarnya, kenapa dia begitu menginginkan teman kami” Tanya Bima yang masih penasaran, mbah Noto menyesap lintingan tembakau ditangannya dan bersiap bercerita.
“sawatara sepuluh taun kang rumiyin, ana sekelompok mahasiswa yen mbah ora lali ana limang wong iya mbah eling limang wong rong wong wadon lan telung wong lanang munggah menyang gunung iki”( Sekitar sepuluh tahun yang lalu, ada sekelompok mahasiswa kalo mbah gak lupa ada lima orang iya mbah ingat lima orang dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki naik ke gunung ini)

“Loro ing watara dheweke kabeh yaiku sepasang kekasih, amarga keora tahuan dheweke kabeh ngenani pantangan apa wae kang kudu diendhani wektu munggah ing gunung iki. dheweke kabeh nglanggar pantangan iku, sawise tekan pucuking gunung dheweke kabeh kendurinan wedhang keras kanggo ngrayakake kebrasilan dheweke kabeh munggah menyang pucuking gunung iki. jero kahanan mabuk sepasang kekasih iki nglakoni sesambungan awak” (Dua di antara mereka adalah sepasang kekasih, karena ketidaktahuan mereka mengenai pantangan apa saja yang harus dihindari saat naik di gunung ini. Mereka melanggar pantangan itu, setelah sampai puncak gunung mereka pesta minuman keras untuk merayakan keberhasilan mereka naik ke puncak gunung ini. Dalam keadaan mabuk sepasang kekasih ini melakukan hubungan badan).

“Nanging sawise prawan iki eling dheweke nekad munggah menyang dhuwuring gunung iki maneh kanggo ngupadi kekasihe. dheweke yakin banget menawa kekasihe isih urip, pucuke jero keputus asaan dheweke njerit ing dhuwur pucuking gunung iki ben kekasihe diuripke maneh . Demit kang krungu iku uga njupuk kalodhangan dhuwuring kesedihan prawan iki karo iming-iming arep nguripake kekasihe bali. amarga raos cintane marang kekasihe prawan iki uga nglakoni apa wae kang dijaluk dening demit iku. Karo syarat dheweke kudu menehake tumbal dadi genti kekasihe”( Tapi setelah gadis ini sadar dia nekat naik ke atas gunung ini lagi untuk mencari kekasihnya. Dia sangat yakin jika kekasihnya masih hidup, puncaknya dalam keputus asaan dia teriak di atas puncak gunung ini agar kekasihnya dihidupkan kembali. Demit yang mendengar itu pun mengambil kesempatan atas kesedihan gadis ini dengan iming-iming akan menghidupkan kekasihnya kembali. Karena rasa cintanya kepada kekasihnya gadis ini pun melakukan apapun yang diminta oleh demit itu. Dengan syarat dia harus memberikan tumbal sebagai ganti kekasihnya).

“Nanging apa kekasihe arep bener-bener urip bali mbah?” (Tapi apakah kekasihnya akan benar-benar hidup kembali mbah?)
“Iku mung tipu muslihat demit iku wae, pati iku yaiku hak seutuhe saka sang khalik ora ana siji makhluk uga kang oleh ndisiki, ngundur utawa menolake” (Itu hanya tipu muslihat demit itu saja, kematian itu adalah hak seutuhnya dari sang khalik tak ada satu makhluk pun yang dapat mendahului, ngundur maupun menolaknya)

“Iku lah menawa manungsa mung mikirake hawa nepsu tanpa migunakake logikane” (Itulah jika manusia hanya memikirkan hawa nafsu tanpa menggunakan logikanya)
“nanging mbah apa kanca ku bisa slamet?” (Tapi mbah apa teman ku bisa selamat?)
“Serahkan kabeh ing kang wisesa, ndonga wae maneh uga mbah ngerti kancamu ora sakebake kapengaruh dening pelet wadon iku, mesthi ana surasa tinemtu geneya kancamu arep numuti karepe wadon iku” (Serahkan semua pada yang kuasa, berdoa saja lagi pula mbah tahu temanmu tidak sepenuhnya terpengaruh oleh pelet wanita itu, pasti ada maksud tertentu kenapa temanmu mau mengikuti kemauan wanita itu).

Keesokan harinya kami semua pamit melanjutkan perjalanan, mbah Noto sudah memberikan arahan tan wejangan kepada kami. Dengan berbekal tulisan peta sederhana yang dibuat oleh mbah Noto kami memulai perjalanan kami dengan berjalan memutari gunung. Kami harus menemukan sisi tergelap gunung yang memiliki sumber mata air.

Perjalanan kami lalui tanpa hambatan yang berarti hanya jalanan yang menanjak dan terjal membuat kami harus mengeluarkan tenaga yang ekstra.
“Kita yakin kita udah mutari gunung ini?”
“Kalau sesuai peta dari mbah Noto sih udah”
“Kenapa rasanya lebih cepat disbanding kita summit kemarin?”
“Alhamdullah dong karena niat kita baik jadi kita dipermudah”
“Selanjutnya kita kearah mana?”
“Itu dibalik pohon itu, perhatikan sisi pohon yang ini tidak ditumbuhi lumut sedang sisi sebaliknya ditumbuhi lumut”
“Iya benar Bim, sinar matahari pun tak menembus sisi hutan ini”

Padahal matahari masih sangat terik, tapi sisi hutan ini benar-benar gelap taka da cahaya matahari sedikit pun yang menembus celah-celah pohon. Kami menyalakan senter kami untuk menerangi langkah kaki kami. Hutan ini snagat sunyi senyap, tak ada suara serangga hutan maupun hewan-hewan lainnya. Seketika aku merasakan hawa dingin yang membuat tubuhku merinding. Ini bukan hembusan angina biasa, aku bisa merasakan sesuatu hadir untuk mengawasi kami.

Aku mengedarkan pandanganku kesekelilingku, berharap dugaanku salah. Tapi tiba-tiba Desi menjerit.
“aaaaaaaaaaaaa, ular..itu ularrr” Ucap Desi ketakutan, Aryo mengambil batang kayu dan memukul ular itu hingga kepalanya pecah dan mengeluarkan darah. Ular itu pun mati karena luka pukulan Aryo.

Apa setelah itu semua baik-baik saja? Tidak? Rupanya keputusan kami membunuh ular itu adalah salah, SALAH BESAR.
“Siapa kalian? Berani-beraninya kalian memasuki wilayahku tanpa ijin dan dengan seenaknya kalian membunuh anak buahku” Suara menggema di penjuru hutan tanpa ada wujudnya.
“Siapa kamu, tunjukkan wujudmu” Jawab Bima dengan tenang
“Berani sekali kau memerintahku” Tiba-tiba Bima tersungkur karena sabetan ekor ular raksasa.

“Siapa kamu, maafkan kami , kami tidak sengaja membunuh ular itu kami hanya ingin mencari teman kami” Ucapku, dan makhluk itupun menunjukkan wujusnya di hadapan kami. Seorang wanita cantik mengenakan baju layaknya putri jaman kerajaan tapi diatas kepalanya terlilit puluhan ular, separuh tubuhnya dari perut kebawah seperti ekor ular yang snagat panjang dan besar. Dengan ratusan ekor ular dibelakangnya. Takut? Merinding? Itulah yang kami rasakan saat ini.

Seolah tak terima ia pun memberi perintah ratusan ular itu untuk menyerang kami. Tak ada celah untuk kami lari, ular itu datang dari semua sisi hutan. Kami hanya bisa pasrah saat ular-ular itu mulai melilit tubuh kami.
“Bima,bukankah mbah Noto memberikanmu sesuatu tadi pagi”
“Iya tapi bagaimana caraku mengambil bungkusan itu, tas ku ada terlepas saat aku terhempas tadi”
“Baiklah demi kalian aku akan mengorbankan diriku”
“Apa maksudmu Aryo, jangan nekat” Aryo berlari menerjang ular-ular itu, dan beberapa ular sudah menggigitkan taringnya di kaki Aryo. Tapi Aryo tak bergeming sedikitpun ia terus berlari kearah tas milik Bima. Syukurlah Aryo bisa mengambil ta situ dan melemparkannya pada Bima, namun sekarang tubuh Aryo sudah sepenuhnya dikerubungi ular. Bima segera mengeluarkan bungkusan kresek pemberian mbah Noto yang ternyata isinya uyah kasar (garam kasar). Bima menggenggam garam itu dan mengucapkan sebuah doa lalu melemparnya kearah ular-ular itu dan benar saja ular itu tak tahan dan satu persatu pergi kedalam hutan. Bima segera berlari kearah Aryo dan melemparkan segenggam garam kearah tubuh Aryo dan ular itu pun pergi dari tubuh Aryo. Tapi ular-ular yang menggigit tubuh Aryo berhasil menyebarkan racun ketubuh Aryo.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang