Part 18 : Kutukan Sang Penari

121 17 1
                                    

Mulai tengah malam mas Guntur bersama warga laki-laki dan pak Galuh berjaga-jaga. Sedangkan kami para wanita berkumpul di dalam balai desa sembari membaca doa-doa. Tepat tengah malam suara alunan gamelan mulai mengalun pelan semakin lama alunannya semakin terdengar jelas. Saat itu juga teriakan seseorang wanita terdengar. Tangis minta tolong dan bunyi kemeretak tulang-tulangnya yang mulai patah terdengah mengilukan.

Gadis itu adalah Mawarni anak perempuan pak Suminto.
“Pakkkkk…tolong pak sakit” Teriak Mawarni
“Lawan Warni lawan bapak gak akan biarkan demit itu menyakitimu” Ucap pak Suminto penuh keyakinan
“Kheeee…kheee..khee” Tawa dari demit sang penari membuat beberapa warga mulai khawatir.

Mbah Sarjo mulai memulai aksinya, ditangannya sudah tersedia sebilah keris. Sudah pasti itu bukan keris biasa, mbah Sarjo membaca beberapa mantra dan mulai menerjang ke arah demit penari.
“Mas Guntur, apa kita hanya diam terus begini?”
“Sabar dulu pak, kita liat dulu usaha mbah Sarjo tapi kita tetap waspada dan berjaga-jaga jangan sampai lengah”
“Iya mas”

Belum sampai menyentuh demit sang penari mulut mbah Sarjo mumantahkan banyak sekali darah.
“Mbah Sarjo” Melihat dukun andalannya tak berdaya pak Suminto terlihat panik dan putus asa. Hingga ia berlutut di hadapan demit penari itu.
“Sekar, maafin semua kesalahan yang sudah aku lakukan aku menyesal tolong jangan sakiti putriku” ucap pak Suminto memohon.
“Ikutlah denganku jadilah pengabdi setiaku”

“Jangan dengarkan bujuk rayunya pak Suminto, dia akan membawamu kedalam kesesatan” Ucap mas Guntur mencoba menyadarkan pak Suminto
“Terserah kau Suminto, pilihan ada ditanganmu” Teriakan Mawarni membuat pak Suminto tak dapat berfikir dengan jernih, hingga ia menyetujui tawaran demit penari itu.

“Baiklah aku akan menjadi pengikutmu Sekar”
“Kheeee…kheee…kheee” Sekar memberikan sebilah pisau ke tangan pak Suminto
“Ini untuk apa Sekar?”
“Jika ingin menjadi pengikut ku kau pun harus menjadi demit sepertiku Suminto” Seketika itu pak Suminto memotong lehernya sendiri hingga terputus.

Dan saat itu juga tubuh Mawarni jatuh ketanah dan ia memuntahkan darah dari mulutnya. Begitu juga anak buah pak Suminto mereka semua mati. Suara alunan gamelan kembali terdengar diiringi dengan tawa yang mengerikan. Sekar pun mulai meliak-liukkan tubuhnya mengikuti alunan musik. Warga yang terpengaruh mulai ikut menari, mas Guntuh dan pak Galuh kewalangan menenangkan para warga yang terkena kutukan.

Aku nekat keluar dan membantu menenangkan mereka yang terkena kutukan namun warga yang terkena semakin banyak dan aku semakin panik. Mas Guntur yang mencoba melawan demit itu pun kuwalahan karena gerakan demit penari itu sangat lincah dan arahnya tak terduga. Hingga saat mas Guntur lengah ia balik menyerang mas Guntur dengan mengibaskan selendangnya hingga mas Guntur terhempas ketanah.

Aku berlari kearah mas Guntur, dan demit itu menghentikan tariannya namun warga yang terkena kutukan masih tetap menari. Aku sepertinya familiar dengan demit penari itu.
“Sekar Ayu?”
“Dari mana kau tau namaku?”
“Rupanya kau Ayu, aku Maya, Candramaya sahabat kecilmu. Dulu kita sering mandi bareng di sungai”
“Kau berasal dari desa ini?” Aku mengangguk, setelahnya aku mendekatkan diriku kearahnya namun mas Guntur mencoba menahanku tapi aku meyakinkannya jika Sekar tidak akan menyakitiku.

“Maafkan aku dan warga desa Rogojati Sekar, atas semua kesalahan yang kami lakukan semasa hidupmu hingga membuatmu semenderita ini” Sekar memalingkan wajahnya dariku, aku bisa melihat matanya berkaca-kaca saat melihatku.
“Maafkan aku juga aku sudah lama sekali tidak menemui dan bermain bersama mu, sejak kepergian ayahku aku pergi meninggalkan desa ini. Sampai aku tau jika desa ini sedang terkena masalah”

Aku tak dapat menahan tangisku saat mengutarakan isi hatiku terhadap Sekar, teman masa kecil ku dulu.
“Aku akan mendoakanmu Sekar, aku ingin kau pergi dengan tenang tanpa dendam lagi. Aku sedih jika kau seperti ini”
“Baiklah Maya, aku akan menghentika semua ini karena aku menghargai dirimu sebagai temanku dan lagi pula manusia-manusia biadab itu telah mati”

Alunan music gamelanpun terhenti dan para warga yang terkena kutukan berhenti menari dan tubuh mereka berjatuhan karena tulang-tulang mereka yang patah.
“Terimakasih Sekar” Sekar menunjukkan wujud cantiknya dihadapanku, ia melangkah mendekatiku.
“Maya, jasadku ada disungai itu bisakah kau menguburkan jasadku dengan layak?”
“Pasti Sekar” Senyumnya masih seperti dulu, masih seperti Sekar yang aku kenal.

“Sekarang aku sudah lebih tenang meskipun sekarang aku harus menebus semuanya di neraka, temapat orang-orang sepertiku yang menyekutukan dirinya kepada setan dan menduakan sang pencipta”
“Aku akan mendoakan mu Sekar” Sekar tersenyum kearahku dan setelahnya kobaran api membakar seluruh tubuh tapi aku bisa melihat ketenangan di matanya.

Aku segera menghampiri mas Guntur dan ibu, ada sedikit kekecewaan dihati kami karena tak bisa menyelamatkan pak Suminto dan Mawarni. Namun kematian adalah takdir, semua makhluk yang bernyawa pasti akan mati kapan waktunya? Hanya sang pencipta yang tau. Kita sebagai manusia hanya bisa berikhtiar.

“Rupanya kamu pintar juga ya meluluhkan demit” ledek mas Guntur
“Meluluhkan hati mas Guntur juga bisa” Aku menutup wajahku karena malu, begitu juga mas Guntur yang sepertinya baper karena ucapanku.
“Gimana lukanya” Tanya ku berusaha mengurai kecanggungan antara aku dan mas Guntur
“Sudah sembuh”
“Bisa tiba-tiba ya sembuhnya”
“Bisa dong kan obatnya ada disini” Kali ini gantian mas Guntur yang menggombaliku

“Ekhhhhh…” Suara pak Galuh mengagetkan kami
“Ehhh bapak”
“Lho mau kemana mbak Maya, duhhh saya jadi ndak enak ini udah ganggu” Ledek pak Galuh
“Maya mau bantu ibuk pak ngerawat warga yang terluka” Aku sebenarnya memang sengaja kabur karena tak sanggup menahan malu, belum lagi mas Guntur yang terus menatap kearahku dengan senyum manisnya membuat jantungku tidak aman jika terus berada disana.

“Mas Guntur, terimakasih atas bantuannya besok saya dan warga akan pergi ke sungai untuk mencari jasad Sekar”
“Saya ikut pak”
“Sebaiknya mas Guntur istirahat saja dulu, luka mas Guntur juga lumayan”
“Paling besok pagi sudah enakan pak”

Kami sangat bersyukur kepada sang Pecipta karena masih melindungi kami warga desa Rogojati. Malam ini kami lalui dengan berbincang-bincang dengan pak Galuh di balai desa dengan secangkir teh yang memberikan menjadi pelengkap kehangatan kami dimalam ini setelah melewati malam-malam yang mencekam.

Para warga yang terluka juga sudah ditangani dengan baik oleh pak Mantri dan dibantu warga. Mungkin setelah ini aku akan tinggal beberapa hari disini aku ingin bernostalgia di desa ini. Aku juga belum sempat berziarah kemakam bapak dari aku datang ke desa ini.

Part selanjutnya boleh nggak kalau aku cerita tentang hubunganku dengan pemuda yang berhasil membuat ruang tersendiri dihatiku. Kalian pasti tau kan dia siapa?. Ya, benar sekali pemuda yang saat ini sedang duduk di hadapanku. Bagaimana perjalanan kisah cinta kami dimulai hingga kami bisa tetap bertahan.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang