Part 9 : Tumbal Pabrik

128 14 0
                                    

Ditengah ketakutanku, aku mendengar suara orang tengah berdiskusi dengan sisa-sia keberanianku, aku mencoba mencari tahu. Rupanya pak Samadi dan anak buah pak Samadi membawa paksa gadis-gadis pekerja pabrik. Aku mengikuti kemana pak Samadi akan membawa para gadis itu.

Sesampainya di sebuah tanah yang cukup lapang, pak Samadi memberi hormat kepada seseorang yang sudah tua berbakaian serba hitam layaknya seorang dukun dan ditangannya membawa sebuah nampan berisikan bunga dan kemenyan. Setelahnya dukun itu menyuruh anak buah pak Samadi untuk menggantung kedua wanita itu di sebuah pohon dengan  kaki diatas, dua gadis itu berusaha melawan dan terus memohon. Namun apapun yang keluar dari mulut gadis itu seperti tak ada artinya bagi pak Samadi.

Dukun itu menyiramkan air kembang ketubuh dua gadis itu dengan mulut komat-kamit seperti membaca sebuah mantra. Sekali lagi aku merasakan tengkuk leherku merinding dan atmosfer udara di sekitar sini berubah menjadi lebih dingin. Setelahnya dukun itu menjambak rambut gadis itu dan menebaskan parang hingga lehernya putus dan darah segarnya bermuncratan.

Aku yang shock melihat kejadian itu tak sengaja berteriak sehingga keberadaanku diketahui oleh mereka.
“Goblok, kok bisa ada yang mengikuti kita. Cari dia jangan biarkan dia hidup” Perintah pak Samadi dengan penuh amarah diwajahnya.

Aku terus berlari sekuat yang ku bisa, aku tidak menemukan jalan keluar dari gedung mess ini malah aku semakin masuk kedalam mess. Aku mulai menangis memikirkan nasibku setelah ini aku hanya bisa berdoa kepada Allah semoga anak buah pak Samadi tidak bisa menemukanku. Namun rupanya aku salah anak buah pak Samadi berada di tempatku bersembunyi.

“De-demittttttttt” Teriakan anak buah pak Samadi
Aku memeriksa keadaan sekitar, rupanya anak buah pak Samadi sudah tidak ada disini, tapi karena apa mereka lari. Aku melihat seseorang berdiri membelakangiku.
“Si-siapa kamu?” Gadis itu menoleh kearahku wajahnya pucat tapi aku mengenali wajah gadis itu
“Tari”
“Apa kau Tari?” Dia mengangguk
“Pergilah mbak dari sini, tempat ini tidak aman tempat ini tempat terkutuk”
“Apa maksudmu Tari? Aku kemari ingin menyelamatkanmu dan teman-temanmu”
“Terlambat mbak, aku sudah menjadi salah satu tumbal yang dipersembahkan”
“Apa maksudmu Tari aku tidak mengerti”
“Apa yang barusan kamu lihat itu adalah akhir dari tumbal yang dipersembahkan”
“Jadi maksudmu dua gadis tadi itu-“ Tari mengangguk
“SEKARANG PERGILAH DARI SINI” Setelahnya aku merasakan seperti benda keras menghantam punggungku.

Aku tersadar dirumah sakit, rupanya hampir sepekan aku tidak sadarkan diri.
“Ibu”
“Maya, kamu sudah sadar nak”
“Maya ada dimana buk”
“Kamu ada dirumah sakit”
“Siapa yang membawa Maya kesini buk, seingat Maya, Maya ada di mess”
“Kami yang bawa kamu kesini May” Ucap Desi yang baru saja datang bersama Aryo dan Bima
“Gimana mbak udah enakan?” Tanya Aryo
“Sudah, Tari Yo kita gagal menyelamatkan Tari” Air mataku mengalir mengingat kejadian itu
“Sudah mbak Maya tenang dulu, mati itu takdir mbak semuanya sudah kehendak yang di atas”
“Iya May, kita bisa selamat saja kita bersyukur May. Tapi walaupun udah jadi arwah Tari masih peduli May sama kamu”
“Iya Mbak, aku melihat arwah Tari seperti ingin menunjukkan kami sesuatu rupanya dia ingin menunjukkan keberadaan mbak Maya”

“Lalu bagaimana dengan tumbal pabrik yang menimpa Maya dan teman-temannya?”
“Lagi-lagi kita gak bisa menghadapi masalah ini sendirian mbak, Bima meminta paman untuk datang membantu kita”
“Sepertinya paman juga akan ngajak mas Guntur”
“Siapa mas Guntur?”
“Mas Guntur itu keponakannya paman nanti mbak Maya, Aryo kenalin sama mas Guntur siapa tau berjodoh”
“Lha aku ndak dikenalin Yo”
“Mbak Desi sama Aryo saja”
“Lah masak sama brondong apa enaknya”
“Hiiii jangan salah lho mba Desi berondong-berondong gini bikin nagih lho”

Tak ada yang bisa kami lakukan selain menunggu kedatangan paman. Kata Aryo paman sedang  ada di luar kota jadi kurang lebih butuh waktu dua hari perjalanan untuk paman sampai disini.

Aku masih kerja di pabrik kayu walaupun aku tau apa yang berada di balik pabrik ini sangat-sangat menyeramkan. Namun kebutuhan ekonomi mendesakku untuk tetap bertahan di pabrik kayu.

Saat aku pulang kerja rupanya paman sudah sampai dirumahku bersama seorang lagi yang bernama Guntur.
Aku menceritakan semua yang kualami kepada paman dan mas Guntur, saat mendengar ceritaku wajah mereka nampak serius memperhatikan. Dan aku pun terkadang merasa malu saat tak sengaja tatapan mataku dan tatapan mata mas Guntur saling bertemu.

“Wallah, koyone ono sing sumringah” Ledek Aryo, Aku pun reflek memukul lengannya. Sudah kupastikan wajahku sekarang merona karena menahan malu.
“Paman apa kita perlu menemui bu Anggoro karena beliau pemilik pabrik kayu saat ini” Usul Bima
“Paman rasa usulan Bima bisa menjadi langkah awal kita untuk bertindak selanjutnya karena bagaimanapun unggah-ungguh itu penting”
“Apa perlu Aryo temani paman?”
“Tidak usah biar paman dan Guntur yang menemui bu Anggoro”
“Maya ikut paman”
“Lho Aryo ikut ndak boleh mbak Maya ikut boleh paman emang gak adil” Aku menjulurkan lidah mengejek Aryo.

CANDRAMAYA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang