[25]

524 48 0
                                    

"NILA!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"NILA!"

"NILA!"

"NILA!"

"AYO NILA SEMANGAT!"

"WOI WOI WOI TEMEN GUE TUH!"

Seren menyenggol seseorang yang tak dia kenal yang duduk di sampingnya dengan bangga dia menunjuk Nila yang sudah berada di atas panggung. Di depannya. Diantara para penonton Seren lah yang paling heboh. Dia berteriak dan bertepuk tangan. Padahal tidak ada yang melakukan hal tersebut yang membuat sorotan mata para penonton tertuju ke arahnya.

"Untuk kakak yang berada di bangku pojok dimohon untuk tenang dulu ya kak, ini bukan pertandingan sepak bola. Jadi mohon untuk tenang," tegur Panitia lomba yang membuat Seren mendenguskan nafasnya.

"Mana seru kalo gak ada suport yang heboh, kalo diem mah namanya bukan lomba. Tapi mengheningkan cipta," gumam Seren kesal.

Saat suara sudah mulai tenang, Nila memulai mendekatkan microfonnya ke mulut, gadis itu mulai melantunkan ayat-ayat Al Qur'an dengan lembut. Suaranya sangat lembut masuk ke dalam telinga. Seren terpukau mendengarnya.

"Gak nyangka, Nila bisa sehebat ini," ucap Seren dengan takjub.

"Selanjutnya adalah peserta nomer 23, Asyafa Nirmauliza."

Tepuk tangan dari semua orang membuat Seren penasaran dengan peserta yang akan menjadi lawan dari Nila. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah gadis berhijab yang berjalan menaiki panggung.

Seren melototkan mata tak percaya saat berhasil menyadari bahwa gadis tersebut adalah adiknya Wafa, merska sempat bertemu di rumah sakit. Seren langsung menoleh ke belakang. Seorang wanita dengan hijab panjang dan disampingnya ada laki-laki yang selama ini dia kagumi.

"Kok bisa kebetulan banget sih ketemu disini. Kayaknya dunia dibuat untuk mempertemukan lo sama gue deh Waf xixixi," gumam Seren diakhiri dengan tawaannya.

Gadis itu terus memperhatikan gerak gerik dari pria itu. Sudah lama juga dia tidak bertemu dengannya. Seperti biasa, ia selalu tampan dan berwibawa memakai pakaian apapun. Kalau bisa jujur, dia lebih suka mengganggu pria itu daripada menjauh darinya. Tapi dia tidak mau membuatnya ilfil.

Seren langsung membalikkan badannya saat mata Wafa berhasil menyadari tatapannya. Yah, dia kontak fisik dengan pria itu. Entah laki-laki itu menyadari bahwa itu dirinya atau tidak yang pasti dia berharap kalau laki-laki itu tidak menyadari bahwa itu adalah dirinya.

"Arkh Malu banget pake hijab, semoga dia gak liat gue." Seren menggigit bibir bawahnya. Jantungnya sudah berpacu cukup keras.

Nila datang dengan membawa dua air mineral di tangannya. Gadis itu menyerahkannya ke Seren yang langsung diterima. Seren menegaknya tanpa aba-aba. Gadis itu menghabiskan satu botol air mineral itu saking groginya.

"Nil, ad-ada gebetan gue," bisiknya memberitahu Nila.

"Yang mana?" tanya Nila dengan penasaran.

"Yang pake baju kokoh warna biru dongker, di sampingnya ada ibu-ibu berhijab panjang. Ada kan?" Seren tidak berani menoleh. Takut jika ketahuan.

"Dia ikut hafiz juga?"

"Adiknya yang dipanggil tadi, keluarganya itu menjunjung agama islam tinggi bener, bapaknya ustadz sama guru agama di sekolah kita."

"Serius? Siapa?"

"Pak siapa ya namanya lupa. Pokoknya dia ganteng banget, putih, tinggi. Cocok lah kalo bapak sama anak soalnya sama-sama ganteng." Nila mengangguk mengerti.

"Pertahanin kak," balas Nila yang membuat Seren menoleh cepat kearahnya.

"Kenapa?"

"Pertahanin laki-laki seperti itu."

"Gu-gue belum mau menyerah kok," balas Seren dengan yakin. Dia yakin suatu saat nanti dia akan meluluhkan hati cowok itu.

"Tapi, gue gak yakin dia mau sama gue. Terus gue harus gimana?"

"Rubah diri kakak," balas Nila dengan cepat.

"Maksud lo?"

"Berubah menjadi layaknya seorang wanita."

Seren menajamkan matanya. "Jadi selama ini lo nganggep gue sebagai laki-laki gitu?"

"Gak gitu kak, maksudnya itu berubah menjadi feminim seperti wanita pada umumnya. Kakak harus rubah penampilan, gaya bahasa, sikap, dan semuanya." Seren terdiam, mencoba mencerna maksud dari gadis itu.

"Mau tau caranya?"

"Apa?" tanya Seren dengan penasaran. Dia sudah sangat tidak sabar mendengarkan cara yang diberikan oleh gadis itu.

"Pertama, kakak harus memakai hijab dan menggunakan pakaian wanita pada umumnya. Kakak gak boleh berpakaian seperti laki-laki."

Nila tau bahwa pakaian Seren selalu seperti laki-laki, dia tak pernah lihat Seren memakai rok ataupun gamis. Dia pasti memakai setelan serba hitam atau kaos oversize.

"Kayak gini maksudnya?" tanya Seren menunjukkan dirinya.

"Betul, kakak cantik pakai hijab. Percaya sama Nila orang yang paham agama lebih tertarik dengan wanita berhijab," balas Nila sambil melirik Wafa sekilas. Cowok itu sedang menyaksikan adiknya yang sedang tampil di atas panggung dengan suara emasnya.

"Kedua, kakak harus ubah gaya bahasa yang kakak gunain menjadi bahasa yang lembut dan sopan. Gak boleh pake bahasa 'lo gue' karena itu gak sopan. Dan tidak boleh ngomong kasar."

"Masa iya gue pakenya aku kamu."

Seren tidak bisa membayangkan bahwa dirinya akan menggunakan gaya bicara seperti itu. Membayangkannya saja sudah membuatnya ingin muntah. Sudah pasti dia akan ditertawakan habis-habisan dengan teman-temannya jika menggunakan aku kamu. Apalagi Alby dan Fatur. Dua laki-laki itu pasti akan tertawa paling keras.

"Iya, itu lebih sopan."

"Ketiga, kakak harus ubah sikap kakak yang mungkin kakak bisa deskripsikan sendiri, menjadi sikap yang lemah lembut."

"Jika kakak bertemu sama dia, kakak tundukin kepala, jangan malah natap matanya yang ada kakak seperti ngajak berantem. Itu gak sopan."

Sungguh, saran Nila itu sama sekali tidak bisa dia lakukan. Masa iya dia harus nunduk bertemu Wafa? Terus caranya menikmati senyum manisnya gimana coba?

"Sekarang kakak bisa rubah semua yang ada di diri kakak, kalo kakak bener-bener ingin dikagumi dan dihormati oleh laki-laki," ucap Nila yang terakhir sebelum gadis itu izin ke toilet dan pergi meninggalkannya.

Gadis itu mendenguskan nafasnya. Ia berfikir Wafa tidak akan pernah suka jika dirinya terus berdiam diri seperti ini. Apalagi jika dia tidak caper sedikit Wafa tidak akan tau keberadaannya.

Menggantungkan dan menyerahkan jodoh kepada tuhan memang benar, tapi apa salahnya dia berjuang?

Seren menghirup nafas nya lalu membuangnya. Gadis itu mencoba mengontrol detak jantungnya. Padahal sewaktu dia mengejar-ngejar Wafa pertama kali dia tidak pernah merasakan jantungnya dangdutan seperti ini. Tapi kenapa hari ini rasanya berbeda?

"Sekali lagi Seren! Kali ini coba saran yang dikasih Nila."

Bersambung...

Alwafa [END✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang