16

401 141 38
                                    

Seperti biasa, Aurel memilih pulang terakhir karena untuk menghindari berdesakan dengan murid lain. Kaki Aurel berjalan menuju gerbang sekolah.

Dari arah belakang, Aurel mendengar suara deru motor yang semakin dekat. Motor ninja hitam itu melewatinya begitu saja. Aurel mengenal motor itu, motor yang beberapa hari ini sering dia tumpangi. Aurel menatap kepergian motor itu yang di belakang nya ada seorang gadis memeluk erat si pengendara.

Aurel membuang muka melihat pemandangan yang ada di depan. Kakinya kembali melangkah ke halte. Matanya mengedar ke seluruh halte yang sudah sangat sepi.

Angin sore ini terasa kencang langit pun berwarna abu mendung, kilatan gemuruh terdengar beberapa kali. Yang menandakan sebentar lagi akan turun hujan.

Aurel mendongakan kepalanya ke atas dia suka ketika bermain hujan, Tapi dia juga membencinya, karena setelah bermain hujan dia akan langsung jatuh sakit.

Sebuah motor matic berhenti tepat di depan halte, sang pengendara membuka helm yang menutupi wajahnya. Sehingga kini Aurel dapat melihat wajah putih yang di sertai lesung pipi jika dia tersenyum.

Atlas segera menghampiri Aurel yang masih duduk di halte dengan kaki yang di ayunkan. "Lo belum pulang?" tanya atlas berbasa basi.

"Kalau gue masih di sini, itu artinya belum pulang," jawab Aurel dengan sedikit ketus.

Atlas memggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia ikut mendudukan bokongnya di samping Aurel. "Kenapa belum pulang?"

"Nunggu sekolah sepi dulu."

"Tapi ini kan udah mau hujan."

"Justru itu, karena gue suka hujan, jadi gue sengaja nunggu hujan dulu."

"Kenapa suka hujan?"

"Karena hujan itu teman yang paling baik, dia bisa menyamarkan air mata kita ketika kita sedang menangis, dan aroma petrichor yang selalu bikin gue tenang," Aurel memejamkan matanya, dia merasa lebih rileks ketika udara sejuk itu menyentuh tubuhnya.

"Tapi nanti bisa bikin lo sakit."

"Dan itu yang paling gue benci, gue menyukai hujan, tapi gue gak bisa bermain dengannya, karena setiap kali gue bermain hujan, besoknya gue langsung demam," Aurel tersenyum miris.

"Yaudah mumpung sebelum hujan kita pulang sekarang, gue gak mau kalau sampe lo kehujanan dan jadi sakit."

Aurel menerima uluran tangan atlas yang di arahkan padanya. Aurel tidak menolak ajakan, atlas. Karena Aurel sadar diri jika dirinya sampe jatuh sakit maka dia hanya akan merepotkan orang lain saja.

Udara semakin terasa dingin, Aurel mengeratkan jaket yang di berikan Atlas padanya. Sambaran petir sedari tadi terus bersahutan, banyak kendaraan yang berlomba - lomba untuk segera tiba di tempat tujuan sebelum hujan turun. Banyak pula orang - orang yang memakai jas hujan untuk melindunginya dari tetesan air yang mulai turun.

Atlas menepikan motornya di depan cafetaria, banyak orang yang memberhentikan perjalanan nya dan singgah ke sana hanya sekedar meneduh dari hujan.

"Kita ngapain berhenti di sini?" tanya Aurel setelah turun dari motor milik Atlas.

"Kita berteduh di sini dulu ya, sekalian makan soalnya gue lapar."

Lonceng yang berada di atas pintu  berbunyi ketika Aurel dan Atlas memasuki cafe. Semua pengunjung di cafe mengarah pada mereka, tanpa Aurel sadari sepasang mata sedari tadi menyorotnya dengan tajam.

Atlas menarik tangan Aurel ke meja nomor 17 dan mendudukan bokongnya di sana.

Aurel menggosokan kedua tangannya yang terasa dingin. rintik hujan mulai membasahi bumi, membuat kaca di cafe itu berembun. Orang - orang yang masih berada di luar, berlarian untuk mencari tempat berteduh agar terhindar dari hujan.

ORIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang