[9] perempuan

595 85 0
                                    

Song: XO-John Mayer

***

"Ini udah tiga kali gue liat lo turun naik dari lantai sembilan," Khaesan melangkah lebih cepat menyusul Anne yang ditemukannya baru saja keluar dari lift, lagi. Dua kali sebelum ini Anne sempat ngasih tahu, itu juga kalau bukan Retta yang nanya Anne nggak bakal bilang, terus semua orang sekantor rusuh kehilangan dia. "Emang ada apa? Berantakan kerjaan mereka?"

Orang-orang nggak bakal tahu sesetres apa Anne kalau dilihat dari perawakannya. Dia masih bisa tampil cantik dan modis. Dia masih terlihat segar. Rambut panjangnya tergerai rapi, nggak berantakan sama sekali. Tapi untuk Khaesan yang udah kenal Anne dari awal dia menginjakkan kaki di kantor ini, gampang aja buat Khaesan paham keresahan Anne.

"Gue yang salah."

Dan selalu, keresahan yang Anne punya berakhir dengan pengakuan kalau dia yang salah. Padahal belum tentu juga. Bahkan kebanyakan kasus selama ini, Anne cuma ngalah aja.

"Salah kenapa?"

"Gue nggak nanya-nanya dulu ke Mas Yudis. Jadi misscom gitu sama anak-anak audio." timpal Anne, berjalan lesu disamping Khaesan. Ini sudah mau jam 8 malam. Harusnya Anne udah balik dari sore tadi. Tapi dengan begonya dia mau-mau aja lama-lama di kantor.

Khaesan menghentikan langkahnya sebelum mereka sampai di ruang divisi, menengok Anne. Penuh prihatin. "Mending lu balik aja deh."

Yang dipinta diam mematung. Memikirkan untuk pulang atau tidak. Sebenarnya tanggung sekalian lembur aja tapi badan Anne emang udah capek banget mau rebahan secepatnya.

"Kalau ada apa-apa ntar gue kabarin."

Memang baiknya Anne mengikuti saran Khaesan. Kalau mau lanjut kerja juga kayaknya bakal nggak maksimal. "Yaudah. Gue balik. Besok ada meeting lagi pagi-pagi. Aaaakh males membayangkannya." teriak Anne frustasi. "Ntar kabarin ya. Beneran dikabarin."

Pemuda itu mengangguk dapat ancaman dari sang puan. Karena dari banyak solusi Khaesan yang mengatakan kalau ada apa-apa ntar gue kabarin aslinya nggak akan dikabarin. Dia beresin sendiri semuanya. Tanpa ngasih tahu.

***

Yang namanya pekerjaan pasti ada capeknya. Yang namanya kerjaan pasti ada numpuknya. Sudah biasa. Hal-hal kayak gini berkali-kali Anne rasain. Bisa kok Anne menghadapinya. Cuma memang ada ngeluhnya, ada tangisnya. Tapi Anne selalu berpikir untuk menikmati setiap proses yang ia jalani. Hari buruk juga bakal ada usainya. Jadi cukup dinikmati aja.

"Bu Ami," Anne memanggil seseorang di sebrang panggilan teleponnya. "Aku pesan 1 porsi ya. Aku udah di jalan pulang ini." Sekuat mungkin Anne menggengam setir mobilnya sementara satu tangannya memegang ponsel. "Hehe iya lembur dikit, Bu. Makasih ya Bu Ami." tutupnya.

Dan setelah itu helaan napas Anne terdengar berat. Dia tidak lapar. Bahkan tidak punya selera untuk makan. Tapi martabak telor buatan Bu Ami setidaknya jadi satu-satunya makanan yang bisa bikin Anne nafsu makan. 

Dalam perjalanan pulang itu, sehabis menelepon Bu Ami, mobil yang dibawa Anne tiba-tiba ngadat. Padahal Anne nggak nginjak rem sama sekali. Pelan-pelan lajunya melambat hingga sebuah suara aneh terdengar entah darimana bersamaan dengan mesin mobil Anne yang mati. Anne diam. Mematung. Kebingungan.

"Mogok?" Kemudian ia tersadar.

Kenyataan yang dialami Anne malam ini rasanya kayak please mimpi aja nggak sih, kata Anne dalam hati. Mau mimpi buruk juga keknya nggak papa. Tapi ternyata tidak. Ini rill.

Dicobanya untuk menghidupkan mesin mobil sebelum ia menghardik lagi barang kecintaannya itu, tapi tampaknya memang mogok. "Ah, jelek banget hari ini."

Anne merebahkan tubuhnya ke punggung kursi. Menutup mata. Menghela napas berat. Berharap kejelekan yang dimaksudnya hilang. Sambil memikirkan sekarang ia harus ngapain.

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang