[17] wish you were sober

463 88 5
                                    

Song: Wish You Were Sober-Conan Gray

***

"Minjem korek."

Pemuda itu rada kaget dengan kedatangan Khaesan yang tiba-tiba. Agak grasa-grusu ia mencari korek di saku celananya hingga akhirnya ia temukan juga. Dan tidak lupa menawarkan rokoknya kalau saja Khaesan tidak punya tapi ternyata laki-laki itu punya sendiri.

"Cuma lupa bawa korek aja gue." ungkapnya membuka kotak merah itu yang baru saja ia keluarkan dari saku celana. "Udah setengah jalan baru sadar nggak kebawa terus males gue turun. Padahal niatnya mau nyebat di rooftop. Rejeki gue banget ternyata ada lo."

Ini bukan kali pertama Gama nyebat bareng Khaesan. Mungkin kalau dibilang siapa teman nyebat di kantor, Gama akan menjawab Khaesan. Padahal mereka nggak satu divisi. Satu lantai aja nggak. Beberapa kali mereka ngerokok bareng di mana aja tempatnya yang bolehin buat ngerokok. Udah kayak teman lama. Dan kegiatan yang tadinya cuma ngerokok berubah jadi udah saling berbagi cerita dan keluh. Tanpa mereka berdua sadari.

"Masih berantem?"

"Siapa?" tanya Khaesan, bingung. "Gue sama cewek gue?"

"Emang lo ada berantem sama orang lain?"

"Nggak sih. Sama dia doang."

Udah deh, sore menjelang maghrib itu isinya sekarang cuma asap rokok mereka. Tarikan yang dalam, hembusan yang panjang, bukti nyata kalau mereka sama-sama lagi pusing.

"Lu ada apa-apa ya sama Anne?" Sekarang Khaesan yang nanya.

"Ada apa gimananya?"

"Pacaran? Atau PDKT?"

"Gue temen SMA Anne, San."

"Emang temen SMA nggak bisa pacaran?"

"Yaaah maksud gue, kita temen doang."

"Soalnya gue lihat lo dekat banget sama dia. Yaaah mungkin karena lo bedua udah temanan lama ya. Terus juga si Anne kan anaknya social butterfly, semua orang diajaknya temenan, tapi sama lo kelihatan bedanya." Khaesan bicara agak panjang. Bikin Gama melirik, penasaran.

"Beda gimana?"

"Kelihatan nyaman banget."

"Namanya juga temen lama."

"Iya. Gue juga udah bilang tadi. Cuma dari pandangan gue beda aja." Sambil menyesap rokoknya, Khaesan masih bisa ngomong banyak. "Anne itu aslinya panikan banget. Udah kerja lama sama gue aja yang 24 jam selalu sama dia masih panik. Pokoknya sebelum ini kerjanya banyak drama. Dan gue lihat sekarang, mungkin masih ada sih, tapi dikit banget, anaknya jadi tenang gitu. Kalem. Yaaah gue jujur-jujuran aja ya sejak ada lo. I mean karena lo kayaknya."

Pujian tidak langsung Khaesan bikin Gama menahan senyum malunya. Tak ia lanjutkan sesi nyebat yang belum habis setengah batang. Ditekan-tekannya di atas dinding pembatas rooftop setinggi pinggangnya itu. "Syukur deh kalo gue bikin orang lain nyaman. Anak baru soalnya."

Khaesan tidak menanggapi lagi. Ia cuma terkekeh karena ia sadar Gama sedang pura-pura tidak paham dengan kalimatnya. "Kelar kerjaan ini lu balik ke Jogja lagi?"

Hening yang ia buat semakin mengubur dirinya lebih dalam lagi sekarang. Khaesan menengok Gama dengan asap yang penuh di depan mukanya. Tampak kebingungan.

***

Hal yang paling Gama syukuri saat masa putih abu-abu adalah berkenalan dengan Anne. Gadis manis yang penuh suka cita itu menarik perhatian Gama sejak pandangan pertama di ekstrakurikuler paskibra sekolah. Dia memberi aura positif untuk orang-orang di sekelilingnya. Hal kecil bagi orang lain sangat berarti tapi mungkin baginya tak ada apa-apanya. Terlalu banyak yang ia lakukan, yang ia sendiri, Gama yakini tak sadar akan hal itu. 

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang