[13] cantik 2.0

588 90 7
                                    

Song: Breathe-Lauv

***

"Can i hug you?"

Kalimat Gama datang, tanpa aba-aba. Membekukan Anne.

"Sorry. I can't say anything. I just.. can i hug you?"

Pemuda itu mengulang kalimatnya untuk menyadarkan Anne yang beku. Yang sebenarnya disana, Anne tengah menahan tangis. Mengetahui Prisia ditimpa musibah juga karena ibunya masuk rumah sakit, Anne tidak bercerita banyak semalam walaupun tapi ia cerita pun Prisia sudah tentu tahu masalahnya. Sesaknya masih tertahan. Sepenuhnya belum tumpah.

"Can i get it?"

Gama melihat nanar mata itu memerah dan mulai berair. Cepat ia datang dengan tisu digenggamnya sebelum beranjak dari kursi. Diberikannya kepada sang puan yang tangannya basah. Dan setelah itu, dipeluknya Anne dengan lembut.

Dapat dirasakannya tubuhnya jatuh tak bertenaga. Bahkan tak sempat ia mengelap tangannya yang basah itu, sudah jatuh lebih dulu, menggantung di sisi Gama. Hari ini, Anne merasa sudah cukup pura-pura lupa dan pura-pura kuat. Aslinya, patah kaki.

"Gue berantem sama nyokap, Gam."

Dan isak tangisnya pecah. Sampai tersedu-sedu dalam dekap Gama. Sejauh ia mengenal Anne, tidak pernah ia melihat Anne nangis seperti ini. Yang tidak putus-putus.

"Mungkin karena lagi capek jadi meledak gitu," Kalimatnya terbatah-batah karena tangisannya. "Padahal kalau capek tetap nggak boleh marah-marah. I feel so bad."

Gama mengelus punggung Anne dengan pelan. Berharap isaknya reda. Tapi haru pilunya sepertinya sudah berada di puncak sampai-sampai isaknya terus menjadi-jadi.

Sepengetahuan Gama, memang Anne lebih banyak waktu bersama maminya. Dia yang paling dekat. Dari jaman SMA dulu, Anne dan maminya kemana-mana selalu berdua. Gama sampai hapal. Terlepas dari katanya yang suka disuruh-suruh itu, Gama tahu Anne juga jadi terbiasa sama maminya. Jadi melihatnya seperti ini, sudah pasti ia menyesal bukan main.

***

"Kita udah kenal lama, Ann."

Kalau kalian lihat bagaimana posisi mereka berdiri sekarang, persis seperti kakak yang lagi nasihatin adiknya sebelum masuk gerbang sekolah. Gama berdiri di hadapan Anne, dengan kalimat yang mungkin sudah lebih tiga kali ia sebut. Dan Anne menengok Gama dengan senyum kecilnya sambil mengangguk cepat. Seperti sebelumnya. 

"Kalo ada apa-apa lo kasih tau gue."

"Iya, Gam. Makasih ya."

Lalu hening datang. Anne nggak tahu ada kalimat apa lagi yang dipersiapkannya. "Maksud gue, lo tau semua tentang gue tapi gue nggak tahu soal lo itu rasanya nggak adil banget, Ann."

Kening Anne berkerut. Kebingungan.

"Lo sengaja kan nggak ngisi data dengan benar karena lo nggak dibolehin ke Kanada sama papi lo waktu itu?" ungkap Gama, benar-benar mengejutkan Anne. "Gue nggak akan bahas soal itu lagi, Ann. Karena gue lihat beberapa hal mungkin akhirnya lo nggak papa batal ke Kanada tapi film yang lo jadi scenario writernya masuk top 5 dan itu lebih dari lo ke Kanada."

Anne bersumpah demi apapun soal ini. Dari mana Gama tahu dan sejak kapan dia tahu kalau ia sengaja menyingkirkan dirinya dari sekolah sastra yang selalu dia impikan bahkan sampai hari ini. Dulu kalau diingat seantusias apa Anne akan ke Kanada bareng Gama, rasanya nggak ada yang paling bahagia selain masa-masa itu.

"Gue nggak ada niat bohong ke lo."

"Gue niatnya balik ke Indo emang mau ketemu lo, mau gue marahin kenapa nggak kasih tahu gue soal itu, biar gue yang izin ke bokap lu. Tapi lo malah nyembunyiinnya dari gue."

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang