Song: Beautiful Girls-Sean Kingston
***
"Lo tau nggak sih kenapa kita jomblo?"
"Coba berhenti buat mikir yang random kayak gini. Lo barusan nanya gimana nyokap gue motong kentang ini sama besar." protes Prisia sambil nunjuk sop ayam di atas meja. "Kenapa jadi ngomongin soal cinta-cintaan lagi. Masih pagi banget. Please."
Anne itu bagian yang suka dimarahin karena suka punya pertanyaan aneh. Emang aneh, kan. "Tinggal respon kenapa aja apa susahnya sih."
"Yaaah kenapa?"
"Karena kita kurang centil,"
Sontak Prisia menghela napas, kesal. Mau menampar sang puan detik itu juga. Tapi senyum manisnya tergambar seolah minta ampun. Ya Prisia maapin aja karena belakangan ini hari-harinya lagi berat banget. Matanya aja masih bengkak.
"Lo ntar bareng Gama kan?"
"Hmm." gumamnya mengiyakan. "Mobil gue belum bisa diambil."
"Bilangin ya ntar ke dia, makasih."
"Bilang sendiri."
"Ih lo kan ntar ketemu dia."
"Yaudah ntar kan lo juga."
"Gue jam 8 udah otw."
Mendengar itu Anne langsung menengok jam di layar ponselnya. Yang menampilkan angka 7:15. Dan alih-alih Prisia nggak mau mukul, malah dianya yang mukul. "Anjir. Kok lo belum mandi sih?"
"Habis ini mandi."
"Eh lu kalo telat nganter orderan nama toko kue lu jelek mampus dah lu."
"Lo pernah kepikiran nggak sih naksir Gama?" Gantian sekarang yang punya pertanyaan aneh Prisia. Membuat sang puan cuma diam, nggak mau menanggapi. "Pernah nggak?"
"Pertanyaan lu bisa lebih nggak jelas lagi nggak?"
"Tapi dia cakep kan?"
"Lo mau gue jawab iya gitu?"
"Tinggal bilang iya aja apa susahnya sih."
Sinar laser dari mata Anne nyaris membutakan mata Prisia. Tapi Prisia nggak takut sama sekali. Nah gitu rasanya kalau dilempar pertanyaan yang aneh-aneh di pagi hari.
"Lumayan sih."
"Kan. Emang lo naksir dia."
"Beneran orgil."
"Gue selalu melihat love di mata lo tiap lo cerita soal si cowo Kanada ini," Prisia ngomong dengan amat tegas. "Dan sekarang gue juga melihat love itu. Rill min." sambungnya.
Emang aslinya mereka berdua tuh aneh. Kalau satunya aneh. Ntar yang satunya ngerasa paling waras di ruangan ini. Makanya mereka cocok. Jadi yang baca nggak usah heran.
Anne tak mau melanjutkan lagi obrolan ngasal Prisia karena tau nggak sih ini tuh udah mau jam setengah 8. Belum lagi dia cuci piring. Karena itu Anne pergi ke dapur, narok piring kotornya di wastafel. "Jangan lupa cuci piring."
"Lo lagi nggak kutekan ngapain nyuruh gue?"
"Lo numpang tidur sadar."
"Lo yang ngajak ya anjing!"
Gitu deh. Berantem lagi.
___
Song: Waves-Fiji Blue
***
"Hi good morning."
Anne muncul dengan senyum lebarnya. Gama di kursi kemudi lantas ikut senyum. Mengintip sang puan yang belum sepenuhnya masuk. Lalu dengan senyum yang makin lebar lagi, dia masuk ke mobil sambil memamerkan kotak bekal berwarna biru kehadapan Gama.
"Apaan?"
"Cuma roti tawar dikasih selai aja sih."
"For me?"
"Yes!" Riang ia menanggapi. "Soalnya gue tahu, pasti lo belum sarapan."
"Baru mau order sih ntar."
"You lucky to have me."
Gama ketawa. "Gue nggak ada nyuruh lo masakin gue ya."
"Please suruh gue biar gue bisa suruh lo cuci piring."
"Sialan."
Ditengah gemuruh tawanya dan kesiapannya melajukan mobil, ia melihat keribetan Anne yang belum juga memasang seat belt. Dengan semua barang yang ia pegang, kotak bekal di tangan kiri, tumblr minumnya di tangan kanan, belum lagi totebag di pahanya yang nyaris jatuh kalau tidak Gama tangkap. Dari kemarin-kemarin juga Gama udah memperhatikan serame apa Anne.
"Sini-sini. Gue bantuin." Gama mengambil kotak bekal dan tumblr Anne supaya gadis itu bisa memasang seat beltnya. Tak ribet sendiri.
"Dimana-dimana tuh cowok kalo liat cewe ribet kek gini yang dibantuin tuh masangin seat beltnya." protes Anne tanpa menduga kalau Gama cepat merubah keputusannya itu.
Entah bagaimana bisa kotak bekal tadi sudah mendarat sembarangan didekat persneling sedang tadi Anne kebingungan mau narok dimana. Dan sekarang lihat apa yang Anne dapat dari omongannya. Sebuah debar sebab sekarang jarak dirinya dan Gama begitu dekat.
Aroma cocoa, vetiver, cinnamon, musk, dan vanilla muncul di penciuman Anne saat Gama tengah memasang seat belt untuknya sekarang. Anne paham betul aroma-aroma parfum apa yang Gama pakai ini. Aroma yang enak dan lembut untuk dihirup, namun sensual. Bikin gila.
"Sorry-sorry. Gue kepikiran roti selai lo doang."
Dan aroma Gama cepat menjauh usai ia berhasil memasang seat belt. Walau Anne yakini, aroma Gama akan menempel dihidungnya sekarang.
Dan bersama Waves dari Fiji Blue, Anne dan Gama menyelusuri jalanan pagi ini. Tak macet tapi cukup ramai. Lirik-lirik jatuh rasa musim panas begitu cocok dengan terik matahari pukul 9 pagi. Anne menikmati semuanya; lagu, silau mentari juga aroma Gama.
"Oh iya. Kata Prisia makasih." Anne menggeser pandangannya ke Gama yang tengah menyetir itu. "Dia sibuk banget pagi-pagi udah ke toko. Ada orderan."
"Semalam kan udah bilang makasih juga. Kenapa makasih lagi?" timpal Gama.
"Dia sekalian mau ngajakin makan tuh,"
"Sekalian makan-makan di panti aja besok."
"Makan di rumah Prisia aja. Masakan Ibunya Prisia tuh enak banget tau."
"Serius?"
"Buka catering Ibunya."
"Catering makanan juga? Bukan toko kue aja?"
"Iya."
"Wah hebat banget."
"Iya kan?"
Gama turut senang mendengar Anne bercerita. Jadi teman perjalanan selain lagu-lagu Fiji Blue yang tak sengaja dipilihnya hari ini. Hening datang, sebentar. Namun setelahnya, Anne teringat sesuatu dan memanggil pemuda itu dengan parau. "Gam..."
"Hmm, kenapa?" Gama menengok panik.
"Sorry."
"Sorry kenapa?"
"Jadi bahas-bahas soal Ibu."
Pecah ketawanya saat tahu alasan suara Anne mendadak parau begitu. "Ann.. kirain kenapa,"
Tak ada lagi suara, Anne mendadak diam.
"Kenapa wajahnya begitu? Jelek banget. Mending senyum. Cantik." timpalnya, memuji tiba-tiba. Bikin Anne yang tadinya haru, makin menatap Gama dengan mulutnya yang manyun.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE AND GAMA (the 30th night of September)
Romance[COMPLETED] Ini cuma kisah manusia-manusia quarter life crisis yang katanya nggak mau mikirin soal asmara tapi kenyataannya hanya seorang fakir cinta yang pengen juga punya pacar kayak orang-orang. Anne dan Gama sempat berpisah selama dua tahun kare...