[35] resign

440 76 3
                                    

Song: Justin Bieber-Off My Face

***

Gama menyesap rokoknya panjang sebelum dibuang dan diinjaknya. Ia langsung berlari meninggalkan rooftop kantor dengan hape digenggamannya. Dan langkah cepatnya itu menuruni anak tangga penuh derap.

Karena terlalu terburu-buru sampai Gama nyaris kelewatan pintu lift. Dan untuk kali pertamanya, Gama nggak tahu kalau menunggu pintu lift terbuka semenyebalkan ini.

Rasanya ingin langsung sampai di lantai divisi Anne tanpa perlu melewati lift yang tiba-tiba jadi lambat banget.

Pintu lift terbuka dan Gama langsung melesat ke luar bahkan sebelum pintu terbuka penuh. Langkahnya setengah berlari ke ruang divisi Anne—di mana perempuan itu sudah berdiri dengan tangan di kepalanya. Begitu juga Mbak Chara.

"Resign gimana, Ann?"

"Gam," Anne cukup kaget mendapati kehadiran laki-lakinya di ambang pintu. Beberapa menit yang lalu, ia memang mengirim pesan ke Gama tapi tak meminta tuannya ini datang. Walaupun dia emang sedang kalut-kalutnya.

Mbak Chara dengan kacamatanya itu mengambil kursi dan duduk. Tangannya memegang kepala juga. Sama-sama pusing. Gama jadi nggak berani ngomong lagi. Dia bahkan nggak mendapatkan info apa-apa dari Anne karena usai menyapanya, perempuan itu kembali sibuk menelepon. Yang Gama tahu siapa orangnya.

"Dia nemuin Pak Tio kan mau izin pulang cepet, kenapa malah ngasih surat resign," Mbak Chara berseru amat ketus. "Ngaco emang tuh anak."

Kelihatan kalau orang yang ditelepon Anne tidak menanggapi panggilannya, perempuan itu cepat beralih ke Gama. "Kamu ada ketemu dia hari ini?"

"Nggak ada."

"Kata Pak Tio gimana, Mbak?" Anne kembali ke Mbak Chara lagi. "Di acc?"

"Nggaklah. Kantor mana mau ngelepas Khaesan."

Helaan napas Anne terdengar lega.

"Pak Tio ngasih dia waktu kalau dia emang mau istirahat dulu. Tapi dia tetap kekeh kalau mau resign karena nggak tahu kapan bisa balik ke kantor lagi."

Dan sekarang tarikan napas Anne panjang, mulai sesak dadanya.

"Dia nggak papa kan, Ann?" lirih suara Mbak Chara terdengar, bikin suasana jadi haru biru. Dia juga udah membuang muka sejak tadi. Nggak mau lihat Anne. Mungkin lagi nyembunyiin raut sedihnya. "Gue tahu namanya gagal nikah pasti nggak baik-baik aja. Cuma gue khawatir dia gimana sekarang,"

Mata Anne yang sudah digenangi air dari tadi akhirnya penuh juga. Bulir bening itu jatuh membasahi pipinya. Cepat ia usap sebelum lebih banyak. Bahkan Anne aja belum dikasih kesempatan buat menemani Khaesan di hari-hari sulitnya. Belum ada kesempatan menghibur. Belum ada kesempatan buat mendengarkan lebih banyak lirihnya. Disaat Khaesan melakukan semua itu untuk dirinya. Khaesan layak mendapatkannya. Dia anak baik. Dan membiarkannya sendiri melewati semua itu, rasanya nggak adil banget.

***

Gama melihat langsung kalau semangat Anne padam selepas ia dapat kabar teman baiknya resign mendadak. Nggak ada cerita apa-apa bahkan sekarang tidak bisa dihubungi. Bukan cuma Anne aja, Mbak Chara juga. Mungkin kalau ada Retta di sana, dia udah nangis-nangis. Gama jadi paham sebetapa berharganya Khaesan di lingkup kerja mereka meski pria itu suka ngisengin.

"Masih nggak aktif hapenya?"

Datang Gama dengan coklat panas yang dibikinnya secara instan itu untuk Anne yang dari tadi duduk di sofa sambil memeluk lututnya. Memandang hapenya di atas meja kalau saja Khaesan menerima panggilannya atau menelpon balik. Tapi nggak ada. Anne cuma dapat capeknya doang.

ANNE AND GAMA (the 30th night of September)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang